Almuhtada.org – Allah SWT menciptakan makhluknya dengan bentuk sebaik-baiknya, Allah juga menciptakan beberapa berpedaan diantara makhluknya, salah satunya adalah perbedaan dalam hal finansial atau ekonomi.
Allah mentakdirkan beberapa manusia dengan kondisi finansial yang lebih, Allah juga mentakdirkan beberapa manusia dengan kondisi finansial yang cukup.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam surah An-Najm ayat 48, yang artinya “Dan sesungguhnya Dialah yang memberikan kekayaan dan kecukupan.”
Allah menciptakan perbedaan finansial antar umat manusia bukan tanpa alasan, namun Allah ingin hambanya saling bantu-membantu. Salah satu caranya adalah dengan memberikan pinjaman uang.
Hal tersebut memang sudah lumrah dilakukan, namun tahukah kamu bahwa Islam juga mengatur adab dalam melakukan hutang-piutang. Berikut ini 10 adab hutang-piutang dalam islam.
1. Mencatat Hutang Piutang
Hal ini sebagaimana firman Allah SWT yang artinya, “Wahai orang – orang yang beriman, apabila kalian melakukan hutang piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kalian menuliskannya.” (Q.S. Al-Baqarah : 282)
2. Memiliki Niat Yang Kuat Untuk Melunasi Hutang
Hal ini sesuai dengan Hadist Nabi Muhammad SAW, yang artinya : “Allah akan bersama (memberi pertolongan pada) orang yang berutang (yang ingin melunasi utangnya) sampai dia melunasi hutang tersebut selama hutang tersebut bukanlah sesuatu yang dilarang oleh Allah.” (HR. Ibnu Majah, no. 2409. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadist ini hasan)
3. Tidak Merasa Tenang Jika Tidak Melunasi Hutang
Rasulullah SAW bersabda, yang artinya: “Barangsiapa mati dan masih berutang satu dinar atau dirham, maka hutang tersebut akan dilunasi dengan (diambil) amal kebaikannya, karena di sana (akhirat) Tidak ada lagi dinar dan dirham.” (HR. Ibnu Majah ~ Shahih)
4. Bersegera Membayar Hutang
Hal ini sebagaimana Hadis Rasulullah SAW, yang artinya: “Menunda membayar hutang bagi orang kaya adalah kezhaliman dan apabila seorang dari kalian hutangnya dialihkan kepada orang kaya, hendaklah dia ikuti.” (H.R. Bukhari Muslim no.2125)
5. Membayar Hutang Sebelum Ditagih
Sebagaimana hadits Rasulullah SAW, yang artinya: “Sebaik-baik orang adalah yang paling baik dalam pembayaran hutang.” (HR. Bukhari, Muslim, Nasai, Abu Dawud, Tirmidzi)
6. Tidak Mempersulit & Banyak Alasan Dalam Pembayaran Hutang
Sebagiamana Hadist Rasulullah SAW, yang artinya : “Allah ‘Azza Wa Jalla akan memasukkan ke dalam surga orang yang mudah ketika membeli, menjual, dan melunasi utang.” (HR. An-Nasa’i dan Ibnu Majah)
7. Tidak Meremehkan Hutang Walaupun Sedikit
Sebagiaman Hadist Rasulullah SAW, yang artinya: Ruh seorang mukmin itu tergantung kepada utangnya sampai utangnya dibayarkan.” (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah)
8. Berkata Jujur Kepada Pihak Yang Memberi Utang
Hal ini sebagaimana Hadis Rasulullah Saw, yang artinya : “Hendaklah kelian jujur, karena jujur menunjukkan kepada kebaikan, dan kebaikan dapat menunjukkah ke surga.” (HR. Ahmad)
9. Selalu Memenuhi Janji
Allah SWT berfirman : “…dan penuhilah janji, karena janji itu pasti dimintai pertanggungjawaban…” (QS. Al-Israa’ : 34)
10. Senantiasa Mendoakan Orang Yang Telah Memberi Hutang
Doa tersebut diajarkan Rasulullah dalam salah satu hadistnya, yang artinya “Semoga Allah memberi berkah pada keluarga dan hartamu. Sesungguhnya belasan salah (pinjaman) adalah pembayaran dan pujian.” (HR. Ibnu Majah no. 2415).
Hal terkait adab hutang piutang telah diterangkan secara jelas dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 282, yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermua’malah secara tidak tunai (utang) untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar.
Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yeng berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya.
Jika berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu).
Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang Perempuan dari saksi – saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang mengingatnya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya.
Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan keraguanmu..” (Qs. Al-Baqarah : 282). [] Aulia Cassanova
Editor: Mohammad Rizal Ardiansyah