Almuhtada.org – Kitab Safinatun Najah memiliki nama lengkap “Safinatun Najah Fiima Yajibu ‘Ala Abdi li Maulah” yang memiliki arti perahu keselamatan di dalam mempelajari kewajiban seorang hamba kepada Tuhannya. Kitab tersebut merupakan salah satu kitab dalam bidang fikih yang banyak dikaji oleh masyarakat muslim di Indonesia.
Kitab Safinatun Najah membahas masalah teologi (rukun iman) dan membahas masalah ibadah (rukun islam). Salah satu isi dari kitab ini yaitu membahas mengenai najis.
Secara bahasa Arab, najis bermakna al qadzarah ( القذارة ) yang artinya adalah kotoran. Sedangkan definisi menurut istilah agama najis menurut definisi Asy- Syafi’iyah adalah sesuatu yang dianggap kotor dan mencegah sahnya salat tanpa ada hal yang meringankan.
Najis itu ada 3 macam yaitu :
- Najis mughaladhoh
Najis mughaladhoh yaitu nasjisnya anjing, babi hutan, dan anak dari salah satu binatang itu.
Najis mughaladhoh itu bisa suci dengan tujuh basuhan sesudah menghilangkan keadaan najis, yang salah satunya memakai debu.
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رضي الله عنه – قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم طَهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذْ وَلَغَ فِيهِ اَلْكَلْبُ
أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ, أُولَاهُنَّ بِالتُّرَابِ – أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ .
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Sucinya tempat air seseorang diantara kamu jika dijilat anjing ialah dengan dicuci tujuh kali, yang pertamanya dicampur dengan debu tanah.” Dikeluarkan oleh Muslim. Dalam riwayat lain disebutkan: “Hendaklah ia membuang air itu.” Menurut riwayat Tirmidzi: “Yang terakhir atau yang pertama (dicampur dengan debu tanah).
- Najis mukhaffafah
Najis mukhaffafah yaitu kencingnya anak laki-laki yang belum makan kecuali susu, dan umumnya belum mencapai umur dua tahun. Najis mukhaffafah itu bisa suci dengan mengguyurkan air pada najisnya secara merata sesudah menghilangkan keadaan najis.
وَعَنْ أَبِي اَلسَّمْحِ – رضي الله عنه – قَالَ: قَالَ اَلنَّبِيُّ – صلى الله عليه وسلم – – يُغْسَلُ مِنْ بَوْلِ اَلْجَارِيَةِ, وَيُرَشُّ مِنْ بَوْلِ اَلْغُلَامِ – أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ, وَالنَّسَائِيُّ, وَصَحَّحَهُ اَلْحَاكِم ُ
Dari Abu Samah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Bekas air kencing bayi perempuan harus dicuci dan bekas air kencing bayi laki-laki cukup diperciki dengan air.” Dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Nasa’i. Oleh Hakim hadits ini dinilai shahih.
- Najis mutawasithah
Najis mutawasithah yaitu seluruh najis yang selain najis di atas.
وَعَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ – رضي الله عنه – قَالَ: – جَاءَ أَعْرَابِيٌّ فَبَالَ فِي طَائِفَةِ اَلْمَسْجِدِ, فَزَجَرَهُ اَلنَّاسُ, فَنَهَاهُمْ اَلنَّبِيُّ – صلى الله عليه وسلم – فَلَمَّا قَضَى بَوْلَهُ أَمَرَ اَلنَّبِيُّ – صلى الله عليه وسلم – بِذَنُوبٍ مِنْ مَاءٍ; فَأُهْرِيقَ عَلَيْهِ. – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Anas Ibnu Malik Radliyallaahu ‘anhu berkata: “Seseorang Badui datang kemudian kencing di suatu sudut masjid, maka orang-orang menghardiknya, lalu Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam melarang mereka. Ketika ia telah selesai kencing, Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam menyuruh untuk diambilkan setimba air lalu disiramkan di atas bekas kencing itu.” Muttafaq Alaihi.
Najis mutawasithah itu dibagi atas dua bagian:
- Ainiyyah
Najis Ainiyyah adalah najis yang memiliki warna, aroma, dan rasa sehingga cara mensucikannya harus menghilangkan warna, aroma, dan rasanya.
- Hukmiyyah
Najis hukmiyyah adalah najis yang tidak memiliki warna, bau, dan rasa sehingga cara mensucikannya cukup mengalirkan air kepada najis tersebut.
Kitab Safinatun Najah memiliki nama lengkap “Safinatun Najah Fiima Yajibu ‘Ala Abdi li Maulah” yang memiliki arti perahu keselamatan di dalam mempelajari kewajiban seorang hamba kepada Tuhannya. Kitab tersebut merupakan salah satu kitab dalam bidang fikih yang banyak dikaji oleh masyarakat muslim di Indonesia.
Kitab Safinatun Najah membahas masalah teologi (rukun iman) dan membahas masalah ibadah (rukun islam). Salah satu isi dari kitab ini yaitu membahas mengenai najis.
Secara bahasa Arab, najis bermakna al qadzarah ( القذارة ) yang artinya adalah kotoran. Sedangkan definisi menurut istilah agama najis menurut definisi Asy- Syafi’iyah adalah sesuatu yang dianggap kotor dan mencegah sahnya salat tanpa ada hal yang meringankan.
Najis itu ada 3 macam yaitu :
- Najis mughaladhoh
Najis mughaladhoh yaitu nasjisnya anjing, babi hutan, dan anak dari salah satu binatang itu.
Najis mughaladhoh itu bisa suci dengan tujuh basuhan sesudah menghilangkan keadaan najis, yang salah satunya memakai debu.
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رضي الله عنه – قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم طَهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذْ وَلَغَ فِيهِ اَلْكَلْبُ
أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ, أُولَاهُنَّ بِالتُّرَابِ – أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ .
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Sucinya tempat air seseorang diantara kamu jika dijilat anjing ialah dengan dicuci tujuh kali, yang pertamanya dicampur dengan debu tanah.” Dikeluarkan oleh Muslim. Dalam riwayat lain disebutkan: “Hendaklah ia membuang air itu.” Menurut riwayat Tirmidzi: “Yang terakhir atau yang pertama (dicampur dengan debu tanah).
- Najis mukhaffafah
Najis mukhaffafah yaitu kencingnya anak laki-laki yang belum makan kecuali susu, dan umumnya belum mencapai umur dua tahun. Najis mukhaffafah itu bisa suci dengan mengguyurkan air pada najisnya secara merata sesudah menghilangkan keadaan najis.
وَعَنْ أَبِي اَلسَّمْحِ – رضي الله عنه – قَالَ: قَالَ اَلنَّبِيُّ – صلى الله عليه وسلم – – يُغْسَلُ مِنْ بَوْلِ اَلْجَارِيَةِ, وَيُرَشُّ مِنْ بَوْلِ اَلْغُلَامِ – أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ, وَالنَّسَائِيُّ, وَصَحَّحَهُ اَلْحَاكِم ُ
Dari Abu Samah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Bekas air kencing bayi perempuan harus dicuci dan bekas air kencing bayi laki-laki cukup diperciki dengan air.” Dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Nasa’i. Oleh Hakim hadits ini dinilai shahih.
- Najis mutawasithah
Najis mutawasithah yaitu seluruh najis yang selain najis di atas.
وَعَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ – رضي الله عنه – قَالَ: – جَاءَ أَعْرَابِيٌّ فَبَالَ فِي طَائِفَةِ اَلْمَسْجِدِ, فَزَجَرَهُ اَلنَّاسُ, فَنَهَاهُمْ اَلنَّبِيُّ – صلى الله عليه وسلم – فَلَمَّا قَضَى بَوْلَهُ أَمَرَ اَلنَّبِيُّ – صلى الله عليه وسلم – بِذَنُوبٍ مِنْ مَاءٍ; فَأُهْرِيقَ عَلَيْهِ. – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Anas Ibnu Malik Radliyallaahu ‘anhu berkata: “Seseorang Badui datang kemudian kencing di suatu sudut masjid, maka orang-orang menghardiknya, lalu Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam melarang mereka. Ketika ia telah selesai kencing, Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam menyuruh untuk diambilkan setimba air lalu disiramkan di atas bekas kencing itu.” Muttafaq Alaihi.
Najis mutawasithah itu dibagi atas dua bagian:
- Ainiyyah
Najis Ainiyyah adalah najis yang memiliki warna, aroma, dan rasa sehingga cara
mensucikannya harus menghilangkan warna, aroma, dan rasanya.
- Hukmiyyah
Najis hukmiyyah adalah najis yang tidak memiliki warna, bau, dan rasa sehingga cara mensucikannya cukup mengalirkan air kepada najis tersebut. [] Dyta Wahyuning
Editor: Mohammad Rizal Ardiansyah