Satu Semester Kuliah

Oleh: Mohamad Agus Setiono

Waktu pertama kali Aku “writing camp” di Pesantren Riset Al-Muhtada, kala itu Aku menuliskan pengalaman di hari pertama kuliah. Di hari sebelum perkuliahan pertama di mulai, saat itu tengah meriah-meriahnya untuk menyambut kedatangan mahasiswa baru. Tetapi, bukan seperti yang diharapkan. Justru kami mahasiswa baru harus rela dengan sistem perkuliahan daring. Kami telah melewatkan euforia penyambutan mahasiswa baru secara langsung, bukansecara online. Tetapi, diadakannya secara online pun kami masih menikmati.

Kali ini Aku akan bercerita sedikit tentang pengalaman di satu semester perkuliahan. Anggap saja ini menjadi curahan hati seorang mahasiswa baru. Anggap saja ini sebuah coretan kecil, coretan ini nanti bisa menjadi bahan bacaan bagi mereka yang akan masuk ke perguruan tinggi dan akan merasakan hal yang sama seperti kami saat ini.

Hari demi hari, tugas demi tugas, uts, uas, kuota, listrik, zoom, google meet, laptop, dan yang paling dekat adalah elena, itu semua telah kami lalui bersama di satu semester ini. Aku tak begitu tahu apa yang teman-temanku rasakan di satu semester kuliah ini karena pendapatnya pasti berbeda-beda. Ada yang senang, ada juga yang biasa-biasa saja. Banyak juga dari mahasiswa yang masih terkendala oleh sinyal, listrik mati, dan lainnya.

Aku sadar betapa sulitnya proses belajar di masa yang serba online seperti sekarang ini, tidak mudah untuk memahami apa yang disampaikan oleh dosen. Bukan hanya Aku yang beranggapan seperti itu, teman-teman juga sepemikiran denganku. Memang tak bisa dipaksakan untuk kuliah secara luring karena akan sangat berisiko. Padahal, kuliah luring lah yang harusnya kami dapatkan. Sekali lagi, keadaan yang tak mengizinkan semua berjalan normal, jauh berbeda dari biasanya.

Baca Juga:  Warung Diskusi Warga Dukuh Giri

Tentu bukan hanya kami yang merasakan sulitnya pembelajaran di masa pandemi, ada adik-adik yang masih Paud, TK, SD, SMP, dan juga SMA. Mereka semua merasakan hal yang sama dengan kami saat ini. Tetapi apa boleh buat? Memang begini adanya. Kita hanya perlu menjalankan apa yang ada.

Belum lama ini perkuliahan di semester pertama telah berakhir, nilai pun telah keluar. Aku sangat bersyukur dengan nilai yang ku dapat, berapa pun nilainya.

“Barang siapa yang tidak mensyukuri yang sedikit, maka ia tidak akan mampu mensyukuri sesuatu yang banyak.” HR. Ahmad.

Pada dasarnya dalam mengharapkan sesuatu itu harus didasari dengan ikhtiar dan doa. Keduanya haruslah seimbang. Aku pernah mendengar bahwa usaha tanpa doa itu sombong dan doa tanpa ikhtiar itu sama saja bohong.

Dari semua nilai yang didapat, pastinya ada yang harus aku tingkatkan lagi di semester kedua nanti. Dan yang pasti saat perkuliah telah usai, harus ada libur semester untuk mengembalikan lagi tenaga yang terkuras selama satu semester ini. Aku juga harus pandai-pandai melatih konsentrasi karena pada semester pertama yang paling menyulitkan adalah membuat diri sendiri berkonsentrasi.

Kabar yang terdengar bahwa semester kedua pun akan kembali daring. Ini tentu akan membuat kami semakin terbiasa dengan sistem daring. Tetapi, saat semua sudah normal dan akan kembali luring, itu membuat kami harus beradaptasi lagi dengan semuanya. Tentu harus dipersiapkan segala kemungkinan yang akan terjadi ke depannya.

Baca Juga:  GUS BAHA’: INTELEKTUAL MUDA MUSLIM PEMBAWA OPTIMISME DALAM BERAGAMA

Ini hanya sedikit cerita dari banyaknya cerita di luar sana oleh semua mahasiswa baru. Dan cerita ini akan terus berlanjut hingga lulus nanti.

“Bermimpilah lebih besar, bekerja keraslah untuk menggapai mimpi itu, dan tetaplah rendah hati”

Penulis adalah Mahasantri Pesantren Riset Al-Muhtada dan Mahasiswa Fakultas Bahasan dan Seni Universitas Negeri Semarang.

Related Posts

Latest Post