Almuhtada.org – Kekuatan maritim Sriwijaya pada masa kejayaannya merupakan manifestasi dari kemampuan strategis dan manajerial yang luar biasa dalam mengelola sumber daya laut, wilayah geografis, dan jaringan perdagangan internasional.
Sebagai kerajaan maritim terbesar di Asia Tenggara pada abad ke-7 hingga ke-13, Sriwijaya memanfaatkan posisi geografisnya yang strategis di Selat Malaka, Selat Sunda, dan perairan sekitarnya untuk mengontrol jalur perdagangan global.
Posisi ini menjadikan Sriwijaya sebagai penghubung utama antara dunia Barat dan Timur, terutama antara India, Cina, dan kepulauan Nusantara.
Sriwijaya membangun supremasi maritimnya melalui kombinasi kekuatan militer dan ekonomi. Armada lautnya yang tangguh tidak hanya melindungi jalur perdagangan dari ancaman pembajakan.
Tetapi, digunakan untuk menaklukkan wilayah sekitarnya, termasuk pelabuhan-pelabuhan strategis di Sumatra, Semenanjung Malaya, dan sebagian Kalimantan.
Hal ini memastikan monopoli perdagangan rempah-rempah, emas, dan komoditas lainnya yang sangat diminati di pasar internasional.
Kekuatan Sriwijaya tidak hanya bertumpu pada kekuatan militer, tetapi juga pada kemampuan diplomasi dan aliansi strategisnya.
Kerajaan ini menjalin hubungan erat dengan Cina melalui sistem perdagangan upeti, di mana Sriwijaya bertindak sebagai perantara utama dalam perdagangan maritim Asia Tenggara.
Hubungan ini tidak hanya memberikan keuntungan ekonomi tetapi juga legitimasi politik, karena Sriwijaya dianggap sebagai sekutu dan pelindung kepentingan kekaisaran Cina di wilayah tersebut.
Selain itu, kemampuan Sriwijaya untuk mengintegrasikan populasi maritim yang tersebar di berbagai pulau menjadi bagian dari kerajaannya menunjukkan fleksibilitas politik yang tinggi.
Penguasa Sriwijaya, para maharaja, menawarkan insentif ekonomi, gelar kehormatan, dan bahkan hadiah spiritual untuk membangun loyalitas dan persatuan di antara komunitas maritim.
Namun, kekuatan maritim Sriwijaya juga sangat bergantung pada stabilitas ekonomi dan politik global, khususnya hubungan dengan Cina dan kelangsungan perdagangan internasional.
Ketika kapal-kapal dagang Cina mulai menghindari pelabuhan Sriwijaya pada abad ke-10 dan memilih rute langsung ke pusat produksi di kepulauan Nusantara, kekuatan Sriwijaya mulai memudar.
Meskipun demikian, selama masa kejayaannya, Sriwijaya adalah contoh luar biasa dari sebuah kerajaan maritim yang mampu menguasai perairan luas, mengendalikan perdagangan internasional, dan membangun jaringan diplomasi yang efektif untuk mempertahankan posisinya sebagai kekuatan utama di kawasan maritim Asia Tenggara. []Deya Sofia