Almuhtada.org – Perang Salib adalah perang yang terjadi pada abad pertengahan, selama hampir dua abad, tepatnya pada tahun 1095-1291 M. Ini merupakan peperangan antara Kristen Eropa dan Islam di Timur Tengah.
Perang Salib merupakan salah satu perang yang paling berpengaruh dalam sejarah dunia, teurtama dunia Islam dan Eropa. Seperti misalnya, dampak dari Perang Salib sering dikaitkan dengan peristiwa Renaissance di Eropa.
Di permukaan, perang ini diawali ketika Paus Urbanus II menyeru para jemaah kristen untuk merebut kembali tanah suci mereka, yaitu Yerusalem yang saat itu berada di bawah kekuasaan Islam (Dinasti Seljuk).
Aksi kaum kristen untuk merebut kembali tanah suci mereka dihiasi dengan pernak-pernik berlambangkan salib, terutama yang ada di baju zirah mereka, karena itulah perang ini disebut sebagai Perang Salib.
Melihat dari deskripsi barusan, apakah benar bahwa perang salib didasari oleh hal keagamaan saja? Atau jika melihat sang penyeru perang ini, Paus Urbanus II, apakah yang diinginkan oleh ia hanya semata merebut kota suci umat kristen? Atau ada motif lain di dalamnya?
Latar Belakang Terjadinya Perang Salib
Untuk membahas latar belakang terjadinya Perang Salib, kita perlu mundur jauh sebelum terjadinya perang ini. Pertama, Sejak tahun 632 M, Islam sudah melakukan ekspansi ke berbagai wilayah, tidak hanya wilayah Asia kecil, tapi juga wilayah Spanyol, dan Sicilia. Pada tahun 638 M pun Yerusalem berhasil jatuh ke tangan kaum muslimin di bawah pimpinan Umar bin Khattab.
Setelah itu kota-kota Eropa dan kota suci bagi Kristen Eropa, Yerusalem, berada dalam kekuasaan Islam selama berabad-abad, di bawah kekuasaan Islam (Dinasti) yang berbeda-beda. Seperti yang kita tahu juga bahwa setelah penghancuran oleh Abbasiyah, sisa-sisa dari Dinasti Umayyah kemudian mengembangkan peradaban Islam di Andalusia (sekarang adalah Spanyol).
Penguasaan Islam atas kota-kota di eropa dan kota suci bagi umat kristen selama berabad-abad membuat Kristen Eropa merasa tidak senang akan kehadiran dan kejayaan kaum muslim. Lalu, terjadinya peristiwa Manzikart pada tahun 1071 M yang merupakan peperangan antara 15.000 pasukan Dinasti Seljuk (Islam) yang dipimpin oleh Alp Arslan melawan 200.000 pasukan tentara Romawi, yang menghasilkan pasukan Islam sebagai pemenangnya. Peristiwa ini lagi-lagi membuat Eropa merasa tidak senang dan lebih membenci kehadiran muslim.
Kedua, dihancurkannya Makam Suci (Holy Sepulchre) umat Kristen oleh Al-Hakim (Khalifah Dinasti Fathimiyyah) pada tahun 1009 M. Namun, nantinya Makam Suci ini akan dibangun kembali atas perjanjiannya dengan Kekaisaran Byzantium.
Kemudian, pada tahun 1076 M, Dinasti Seljuk merebut kekuasaan atas Yerusalem dari Dinasti Fathimiyyah. Dikatakan bahwa Seljuk ini bersifat fanatik akan kaumnya, jadi regulasi umat kristen dalam berziarah pun dipersulit olehnya.
Selain itu, umat kristen yang berziarah ke Yerusalem seringkali diganggu oleh bangsa Seljuk. Bukan dalam bentuk gangguan fisik, tapi lebih seperti gangguan-gangguan psikis, seperti dilecehkan, dihina, dan direndahkan. Hal-hal yang dialami umat kristen saat berziarah di Yerusalem kemudian menjadi ’bibit’ yang dibawa oleh umat kristen ke Eropa, ’bibit’ itu kemudian tumbuh dan menyebar di kalangan Eropa tentang perlakuan dari bangsa Seljuk.
Ketiga, permintaan bantuan dari Kaisar Byzantium, Alexius Comnesus, kepada Paus Urbanus II pada tahun 1095 M, karena kekuasaan Byzantium di Asia telah diserang oleh Dinasti Seljuk dan serangan Seljuk mengancam kekuasaan Konstantinopel.
Paus Urbanus II memandang permintaan bantuan itu sebagai satu kesempatan untuk menyatukan kembali gereja Yunani dan gereja Romawi yang mengalami perpecahan sejak tahun 1009-1054 M. Selain itu, ini juga kesempatan bagi Eropa untuk menyerang Dinasti Islam di Asia dan merebut kembali kota-kota penting mereka, sebab beberapa Dinasti Islam saat itu sedang mengalami kemunduran.
Seperti Islam di Andalusia, misalnya, kekuasaan Islam di Andaluisa pada abad 11 mengalami kemunduran karena konfrontasi dengan penduduk Andalusia yang beragama Kristen, konfrontasi ini juga disebabkan karena penguasa di Andalusia saat itu kurang tegas dalam hubungan antaragama di sana.
Setelah Paus Urbanus II mendapat permintaan pertolongan dari Kaisar Byzantium saat itu, kemudian pada tanggal 26 November 1095, Paus Urbanus II menyampaikan pidatonya di Clermont, Prancis. Isi pidatonya yaitu memerintahkan orang-orang Kristen untuk memasuki lingkungan makam suci, merebutnya dari orang-orang jahat (Islam), lalu menyerahkannya kembali kepada mereka.
Dalam pidatonya, seruan dan perintah itu diperkuat oleh pernyataan Paus Urbanus II yang mengatakan bahwa siapa pun yang terbunuh dalam pertempuran untuk merebut tanah suci (Yerusalem), maka akan diberikan pengampunan baginya.
’Pengampunan’ inilah yang menjadi pendorong bergeraknya segerombolan umat kristen, dari berbagai suku, bangsa (bangsa Frank dan Norman misalnya), termasuk rakyat-rakyat biasa (bukan petarung), menuju wilayah Islam dan merebut kembali Yerusalem.
Keempat, ambisi dari pedagang-pedagang besar di pantai timur Laut Tengah untuk menguasai kota-kota dagang yang berada di timur dan selatan Laut Tengah. Bahkan, para pedagang tersebut berani untuk membiayai sebagian biaya yang dikeluarkan untuk Perang Salib dengan harapan mereka dapat menguasai kota-kota di sepanjang timur dan selatan Laut Tengah untuk dijadikan sebagai pusat perdagangan mereka apabila Tentara Salib (Kristen Eropa) memperoleh kemenangan.
Jadi, yang ditampilkan ke luar sebagai pemicu terjadinya Perang Salib adalah faktor agama, yaitu untuk merebut kembali kota suci umat Kristen, Yerusalem. Dan itu pula yang membuat perang ini disebut ’perang suci’.
Namun, diluar itu, yang tidak ditampilkan adalah adanya ambisi untuk merebut kembali kejayaan Eropa dari kekuasaan Islam yang diselimuti oleh rasa benci kepada Islam. Selain itu, ada pula keinginan dari pedagang-pedangan besar untuk menguasai kota dagang di wilayah timur dan selatan Laut Tengah. Jadi, selain faktor agama, faktor politik dan ekonomi pun menjadi pemicu terjadinya Perang Salib.
Satu hal lagi, walaupun Perang Salib utamanya hanya melibatkan dua kekuatan (atau agama), yaitu Kristen Eropa (tentara salib) dan Islam, tapi saat terjadinya Perang Salib, banyak terjadi peristiwa pembantaian terhadap kaum Yahudi oleh Tentara Salib.
Guillaume de Tyr mengatakan bahwa tentara salib terdiri dari orang yang sudah rusak moralnya, jika seorang penulis hendak mempelajari dan menuliskan kembali tentang mereka, maka ia akan berubah dari seorang sejarawan menjadi seorang pengutuk dan pemaki”. [] Abian Hilmi Hidayat
Editor: Mohammad Rizal Ardiansyah