almuhtada.org – Stuart Hall menyebutkan tiga pendekatan dalam membentuk makna yaitu secara reflektif yang beriorentasi kepada objek, kemudian secara intensional dimana representasi yang terbentuk bergantung pada subjektifitas pengamat, dan terakhir adalah secara konstruktif yaitu ketika secara perlahan masyarakat membentuk makna terhadap suatu objek melalui sistem bahasa sehingga dapat dikomunikasikan bersama.
Melalui itu penulis akan mengurai makna dari peri bahasa “karena nila setitik, rusak susu sebelanga”.
Berdasarkan fungsinya peri bahasa tersebut berusaha menggambarkan situasi sosial di tempat itu berlaku/diketahui. Hal tersebut dikarenakan secara makna komunal ia memberi tahu bahwa satu kesalahan dapat mebuat semuanya menjadi buruk.
Meski sayang untuk dikatakan, tetapi begitulah nyatanya. Karena kesalahan seorang yang menyebabkan keadaan menjadi buruk, kecenderungan untuk menyalahkan orang tersebut muncul di pikiran milik yang bersangkutan. Hal itu dikarenakan keadaan masyarakat yang berorientasi terhadap hasil dan cenderung menuju kesempurnaan.
Dari itu dapat disimpulkan begitulah makna peri bahasa tertera secara konstruktif, bahwa “karena nila setitik, rusak susu sebelanga” bermaknakan kondisi sosial di mana satu kesalahan menjadikan keseluruhannya menjadi buruk. Hal itu juga dicerminkan dalam objek di mana susu dan nila merupakan dua cairan berbeda: yang satu putih bersih, satunya merupakan pewarna berpigmen biru sehingga ketika menyatu maka warna putih terpengaruh keruh.
Lantas apakah itu benar? Dari sini dapat ditinjau dari pendekataan kedua, karena jika dilihat pada kenyataannya di lingkungan kebenaran ungkapan itu memang ada tetapi sebagi individu penulis menolak mengamininya.
Sebagai individu, penulis dapat mengambil pendekatan intensional dan secara sadar memaknai sesuatu dengan apa yang diyakini. Dalam hal ini penulis tidak setuju dengan makna yang sudah terbangun di masyarakat: tidak benar untuk mengidentifikasi keseluruhan sebagi buruk ketika hanya karena satu kesalahan yang membuat berantakan.
Dalam subjektifitas penulis, ketika nila menetes ke susu maka mulai dari situlah nilainya rusak, tetapi itu sama sekali tidak memengaruhi kenyataan bahwa sedari lama satu belanga tersebut sudah menyimpan susu begitu baik, kemudian ketika itu pula nila sama sekali tidak merusak keadaan belanga sehingga nantinya tetap bisa digunakan untuk mewadahi susu yang masih murni.
Lantas dari situ apakah peri bahasa itu salah? Tentu tidak, dalam hal ini maksudnya ketika peri bahasa merepresentasikan keadaan sosial, sebagai manusia berakal, kita lantas berpikir apakah realita tersebut ideal, utamanya kita berhakikat menjadi makhluk yang berorientasi kebaikan. Sehingga ketika itu memungkinkan orang bisa menyadari untuk memberikan nilai terhadap tindakan, tidak langsung kepada sumbernya. Ketika orang berbuat salah, cukup hukum ia karena kesalahannya: karena berbuat salah tidak langsung membuat orang salah melainkan menjadikannya sebagai orang bersalah. [Muhammad Irbad S]
Editor: Syukron Ma’mun