Tertawa Dapat Mematikan Hati? Simak Penjelasannya Lebih Lanjut

Almuhtada.org – Tertawa merupakan bagian dari bumbu kehidupan. Sebagaimana seorang penyair terkenal, Abul-Fath Al-Busti rahimahullah pernah mengatakan, “Berikanlah istirahat pada tabiat kerasmu yang serius. Dirilekskan dulu dan hiasilah dengan sedikit canda. Tetapi jika engkau berikan canda kepadanya, jadikanlah ia seperti kadar engkau memasukkan garam pada makanan.”

Artinya, memberikan garam berlebihan pada makanan tidak akan menjadi hal baik sebagaimana kita tertawa. Rasulullah SAW bersabda:

وَلاَ تُكْثِرِ الضَّحِكَ, فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُ الْقَلْبَ

Artinya, “Janganlah kalian banyak tertawa. Sesungguhnya banyak tertawa akan mematikan hati.” (HR At-Tirmidzi no. 2305. Syaikh Al-Albani berkata, “Hasan.”)

Melalui hadis tersebut Rasulullah mengingatkan umatnya untuk tidak berlebihan tertawa sebab dapat mematikan hati. Beberapa ulama telah memberikan penjelasan mengenai keterkaitan antara tertawa dengan matinya hati. Ketika seseorang terlalu berlebihan tertawa dia akan terbiasa dan melalaikan hal-hal yang penting. Hal tersebut dapat berimbas pada kelalaian kepada Allah.

Tauhid Nur Azhar dan Eman Sulaiman menjelaskan dalam buku Ajaib bin Aneh tentang mengapa tertawa berlebihan dapat mematikan hati.

Di dalam otak kita, ada hormon yang mengatur perasaan, salah satunya adalah serotonin, yang bertugas menjaga ketenangan dan keseimbangan emosi. Kalau kadarnya pas, kita merasa nyaman. Tapi kalau terlalu sedikit, kita jadi gampang cemas. Sebaliknya, kalau berlebihan, kita bisa jadi terlalu santai bahkan apatis.

Baca Juga:  Ibadah Khusus Bulan Rajab dan Keutamaanya

Serotonin ini punya pasangan setia, yaitu endorfin, hormon yang bertanggung jawab atas perasaan senang. Keduanya bekerja sama dalam menjaga keseimbangan emosi. Saat kadar serotonin turun, endorfin pun ikut turun, begitu juga sebaliknya. Namun, jika endorfin melonjak terlalu tinggi—misalnya karena terlalu banyak tertawa—serotonin bisa terkuras.

Apa dampaknya? Awalnya, kita merasa sangat bahagia, tapi begitu kadar serotonin menipis, kita bisa jadi lebih gelisah, sulit fokus saat beribadah, bahkan kurang peka terhadap orang lain. Inilah yang dimaksud dengan “hati menjadi mati”—bukan dalam arti fisik, tetapi lebih ke kehilangan kepekaan terhadap kebaikan dan kepedulian sosial.

Oleh sebab itu, saya mengingatkan diri saya sendiri secara khusus dan teman-teman umumnya untuk senantiasa menjaga sesuatu sesuai dengan kadarnya. Karena segala hal yang berlebihan tidak akan menjadi baik. [] Kharitzma Nuril Qolbi

Related Posts

Latest Post