Oleh: Rikha Zulia
Tepat 26 Januari lalu, kasus positif Covid-19 di Indonesia dilaporkan telah mencapai 1 juta kasus. Angka ini menunjukkan masih tingginya tingkat penyebaran covid di berbagai wilayah di Indonesia, terutama di kota-kota besar dengan intensitas dan aktivitas penduduk yang padat. Padahal, berbagai kebijakan telah diluncurkan oleh pemerintah mulai dari PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), penerapan prokes 3M (Memakai masker Mencuci tangan dan Menjaga jarak), hingga yang terbaru prokes 5M ( Memakai masker Mencuci tangan, Menjaga jarak Menghindari kerumunan Mengurangi mobilitas), PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) dan vaksinasi covid 19, tetapi belum mampu membuat pandemi Covid-19 mereda hingga saat ini.
Tingginya Covid-19 di Indonesia ditengarahi oleh beberapa faktor atau penyebab. Salah satu penyebab tingginya Covid-19 di Indonesia adalah mobilitas yang tinggi. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Riris Andono Ahmad yang merupakan seorang epindemolog Universitas Gadjah Mada (UGM) bahwa mobilitas tinggi menjadi penyebab utama tingginya kasus Covid-19 di Indonesia ( Bramasta, 2020). Terkait dengan mobilitas yang tinggi, pemerintah dan jajarannya telah membuat berbagai kebijakan baru terutama di tempat-tempat umum penyedia layanan armada transportasi, seperti di bandara, stasiun, terminal, pelabuhan dan armada transportasi lainnya. Bentuk kebijakannya hampir sama, yaitu mulai dari diwajibkannya swab antigen, memakai protokol kesehatan lengkap, dan lain-lain. Namun, hal ini nampaknya belum berlaku di armada transportasi bus rute Surabaya-Semarang. Hilir mudik bus yang beroperasi dari Surabaya yang merupakan kota dengan angka positif Covid-19 yang tinggi di provinsi Jawa Timur melewati berbagai kota menuju Semarang yang juga merupakan kota dengan intensitas dan aktivitas penduduk yang padat.
Protokol kesehatan di bus belum di laksanakan secara maksimal. Hal ini sesuai dengan pengalaman pribadi penulis yang telah melakukan perjalanan menggunakan bus rute Surabaya-Semarang pada tanggal 4 Februari 2021 dari terminal Sarang Rembang menuju ke Semarang. Berbagai protokol kesehatan belum diterapkan, utamanya dalam hal memakai masker. Masih dijumpai beberapa penumpang yang acuh dan tidak mengindahkan peraturan untuk menggunakan masker, bahkan supir dan awak bus pun demikian. Tidak hanya itu protokol kesehatan menjaga jarak pun tidak dijumpai selama bus beroperasi, dimana penumpang padat tanpa adanya jaga jarak di kursi penumpang. Padahal ongkos bus telah dinaikkan hampir dua kali lipat dari biasanya, tetapi penumpang masih belum mendapatkan fasilitas dan jaminan keamanan selama berada di bus. Kondisi ini memang sangat menghawatirkan, mengingat semakin tingginya kasus positif Covid-19 di tanah air. Tidak hanya itu, melihat rute bus yang terbilang panjang melewati berbagai kota di jalur pantura ini turut menambah sederet kekhawatiran di berbagai pihak.
Hal ini membutuhkan perhatian khusus bagi pemerintah dan pihak yang berkepentingan lainnya untuk segera melakukan penertiban kepada pihak pengelola armada transportasi khususnya dan masyarakat pada umumnya. Selain itu, regulasi dan kebijakan untuk jaminan keamanan bagi penumpang sangat penting untuk diupayakan. Terutama dimasa tidak diberlakukannya lagi PSBB, yang memungkinkan masyarakat beraktivitas dan melakukan mobilisasi ke tempat yang harus dituju. Tidak hanya itu, sosialisasi mengenai pelaksanaan protokol kesehatan kepada masyarakat juga harus lebih digencarkan sebagai upaya pengendali Covid-19 di Indonesia.
Referensi
Bramasta, Dandy Bayu. 2020. Diakses pada 7 Februari 2021 di http://amp-kompas-com.cdn.ampproject.org/v/s/amp.kompas.com .
Penulis adalah Mahasantri Pesantren Riset Al-Muhtada dan Mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang.