Almuhtada.org-Pada perang salib periode satu, kaum muslimin mengalami kekalahan dengan direbutnya banyak wilayah yang dulunya merupakan kekuasaan muslim. Selain itu, Kerajaan Latin yang didirikan oleh pasukan salib di beberapa wilayah (termasuk Baitul Maqdis) yang direbutnya menjadi indikator kalahnya pasukan kaum muslim saat itu.
Kekalahan dan direbutnya kekuasaan oleh pasukan salib membangkitkan pasukan kaum muslimin untuk melawan tentara salib. Kebangkitan kaum muslimin inilah yang menjadi awal dimulainya periode dua dalam perang salib yang disebut dengan periode reaksi umat Islam.
Perang Salib Periode II/Reaksi Umat Islam (1144 – 1192 M)
Periode II diawali dengan semangat kebangkitan dan dihimpunnya kekuatan-kekuatan Islam yang dipimpin oleh panglima bernama Imaduddin Zangi, Gubernur Mosul. Berkat perjuangan kaum muslimin, akhirnya pasukan muslim berhasil merebut kembali tiga wilayah penting, yaitu Aleppo, Hamimah, dan Edessa pada tahun 1144. Direbutnya tiga kota penting ini menjadi awal dari perjuangan dan keberhasil yang tiada henti. Namun, Imaduddin Zangi wafat pada tahun 1146.
Pasca wafatnya Imaduddin Zangi, posisinya sebagai panglima digantikan oleh anaknya yang bernama, Nuruddin Zangi. Pada tahun 1149, Nuruddin Zangi berhasil memimpin pasukan untuk menguasai Kota Antokia. Dua tahun kemudian, tahun 1151, seluruh wilayan Edessa berhasil direbut kembali dan dikuasai oleh pasukan kaum muslimin.
Direbutnya wilayah Edessa membuat lahirnya perang salib kedua yang sebenarnya, kali ini pasukan salib dipimpin oleh Raja Louis VII dari Prancis dan Raja Condrad II dari Jerman. Namun, usaha pasukan salib tersebut berhasil digagalkan oleh pasukan yang dipimpin oleh Nuruddin Zangi.
Dalam perjuangan selanjutnya, Nuruddin Zangi kembali berhasil menaklukan kota Antokia pada tahun 1164 dan menyandera Raja Bahemond III (sudah dijelaskan sebelumnya bahwa di Antokia, setelah dikuasai pasukan salib, didirikan Kerajaan Latin yang dipimpin oleh Behemond) serta sekutunya Raja Raymond III. Dan kedua raja itu dibebaskan setelah mereka membayar sejumlah uang tebusan.
Pada tahun 1174, Nururddin Zangi wafar dan posisi pemimpin perang dilanjutkan oleh Salahuddin Al-Ayyubi (beliau lah yang mendirikan Dinasti Ayyubiyah di Mesir, dimana beliau melanjutkan pemerintahan dari Dinasti Fatimiyyah setelah wafatnya Khalifah Al-Adid, khalifah terakhir Fatimiyyah). Keberhasilan besar Salahuddin al-Ayyubi adalah berhasil merebut kembali Baitul Maqdis pada 2 Oktober 1187 M (peristiwa Siege of Jerusalem).
Prestasi Salahuddin al-Ayyubi dalam merebut kembali Baitul Maqdis membuat pasukan salib menghimpun dan melancarkan kekuatan secara besar-besaran. Dimana pada tahun 1189 M, dilancarkan ekspedisi besar-besaran yang dipimpin oleh raja-raja besar eropa, seperti Frederick I (Frederick Barbarossa, Kaisar Jerman), Richard I (The Lion Hearted, Raja Inggris), Philip II (Philip August, Raja Prancis). Ekspedisi besar-besaran ini juga dikenal dengan sebutan Perang Salib Para Raja.
Di ekspedisi ini, Frederick I dan pasukannya melewati jalur darat, sedangkan Richard I dan Philip II melewati jalur laut. Namun, frederick tewas (tenggelam) ketika melewati sungai Armenia, di dekat Kota Edessa pada tanggal 10 Juni 1190 M.
Sedangkan, Raja Richard I dan Raja Philip II yang melewati jalur darat berkumpul di Sicilia dan kemudian Raja Richard I berhasil menguasai wilayah Akka setelah peperangan dengan pasukan Salahuddin al-Ayyubi. Beberapa peperangan terjadi pada tahun 1191-1192 antara pasukan Salahuddin al-Ayyubi dengan Richard I yang menyebabkan beberapa kali berpindah-pindahnya kekuasaan kota di sekitar Jerusalem.
Peperangan yang terus terjadi pada tahun 1191-1192 dan tidak membuahkan hasil yang signifikan (bagi kedua belah pihak, dimana pasukan muslim tidak berhasil mengusir secara total pasukan salib dan pasukan salib tidak berhasil menguasai Jerusalem) membuat Richard I dan Salahuddin al-Ayyubi sepakat untuk membuat perjanjian (pada tahun 1192 M) yang nantinya akan dikenal dengan nama Shulh al-Ramlah.
Isi perjanjian itu pada intinya ada dua hal. Pertama, daerah pesisir utara Palestina, Akka, dan Jaita berada di bawah kekuasaan tentara salib. Kedua, Jerusalem masih berada di bawah kekuasaan Islam, tetapi umat Kristen diizinkan berziarah ke Baitul Maqdis dan terjamin keamanannya asalkan tidak membawa senjata. []Abian Hilmi