Almuhtada.org – Pasti masyarakat sudah tidak asing dengan lagu daerah asal Jawa Tengah yang berjudul Lir-ilir. Lagu Lir-Ilir ini ternyata diciptakan oleh Raden Mas Said atau yang biasa dikenal dengan Sunan Kalijaga (salah satu walisongo).
Lagu tersebut diciptakan pada abad 16 dengan tujuan meraih kejayaan melalui jalan yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Sunan Kalijaga sendiri dikenal dengan model dakwah banyak menggunakan karya seni.
Selain lagu, juga menciptakan wayang “purwa” bersama dengan walisongo lainnya. Melalui lagu lir-ilir ini marilah memahami makna dibalik lagu tersebut:
Lir ilir, lir ilir (Kipas kipas).
Bermakna bahwa “kipas kipas” merupakan suatu aktivitas dari kondisi gerah agar menjadi sejuk. Jadi yang awalnya tidak nyaman karena panas, menjadi nyaman karena ada angin segar.
Hal ini berarti ketika sudah sejuk maka akan siap menerima ilmu, bersedia bertaubat dan juga siap lahir batin menjalankan perintah dari Allah SWT.
Tandure wis sumilir (Tanamannya sudah tumbuh bertunas).
Tanamannya sudah tumbuh memperlihatkan bahwa tanaman padi sudah mulai bersemi. Padi merupakan diksi yang cocok bagi masyarakat zaman dahulu yang masih percaya dengan Dewi Sri (dewi kemakmuran).
Hal ini juga bermakna kabar gembira, bahwa era baru telah lahir tunas – tunas baru yang berkualitas baik dan mulai tumbuh. Maka dari itu, tingkatkan kualitas diri agar penerus yang akan datang juga bisa baik “bibit, bobot, bebet”-nya.
Tak ijo royo-royo (Berwarna hijau).
Hijau menggambarkan tatanan sosial masyarakat yang adil dan makmur (baldatun toyyibatun warobbun ghofur). Jadi jika benih tadi bagus maka negaranya akan jadi baik. Benih yang dimaksud ialah generasi muda Indonesia.
Tak sengguh temanten anyar (Seperti pengantin baru).
Karena kemakmuran dan kebahagiaan negara dari negara itu, dapat diibaratkan seperti pengantin baru. “Tak sengguh” itu artinya “dikira” yang melambangkan antusiasme dan kebahagiaan.
Dalam hidup jika selalu bersyukur maka akan sama seperti pengantin baru, yaitu pantang menyerah. Negara ini jika dipenuhi dengan generasi muda yang berkualitas seperti tanaman yang sedang tumbuh, energinya seperti pengantin baru. Tidak mudah lelah dan banyak berkarya.
Cah angon-cah angon (Wahai pengembala).
Penggembala itu adalah diri sendiri yang nyatanya tiap hari jadi penggembala yang menggembalakan nafsu – nafsu. Jika bisa menjadi tuan dari nafsu, maka akan bisa menemukan jalan menuju keselamatan.
Dalam hal bernegara, penggembala itu adalah para pemimpin. Mulai dari kepala keluarga, ketua RT, ketua RW, kepala desa, Camat, Bupati, Gubernur hingga Presiden.
Penekno blimbing kuwi (Panjatlah pohon belimbing itu).
Memanjat merupakan salah satu kegiatan yang membutuhkan tenaga dan keterampilan. Jika tidak memiliki keduanya, maka mustahil dapat memanjat. Hal tersebut bermakna bahwa untuk mencapai tujuan harus ada usaha dan pengorbanan.
Lalu mengapa buah blimbing? Karena buah blimbing mempunyai bentuk yang unik, yaitu tetap mempunyai 5 sisi. Dari lima itu menggambarkan rukun Islam, sholat wajib, pancasila.
Lunyu-lunyu penekno (Walau licin panjatlah)
Walaupun jalan yang dilalui licin, namun harus tetap berusaha untuk memanjat meskipun mengantuk. Meskipun panas, tetaplah bekerja untuk menghidupi keluarga. Meskipun dihujat tetaplah tegakkan aturan yang benar.
Kanggo mbasuh dodotiro (Untuk membersihkan pakaianmu)
Membasuh artinya mencuci dodot adalah kain atau pakaian, iro itu “siro” yang artinya kamu. Jadi pakaianmu itu perlu dicuci dengan melakukan lima perintah yakni syahadat, shalat puasa, zakat dan haji. Lima itu juga sebagai pengingat ketika mulai keluar jalur, maka dengan sholat maka bisa lurus kembali.
Dodotiro-dodotiro, kumitir bedhah ing pinggir (Pakaianmu, sudah mulai sobek di pinggir).
“Kumitir bedhah ing pinggir” itu ibarat dosa kecil yang terus menerus dilakukan dan dianggap sepele. Hal tersebut jika tidak segera dihentikan dapat menimbulkan dosa besar lainnya yaitu tidak percaya kepada sang pencipta kehidupan.
Dondomono jlumatono (Jahit dan rajutlah kembali).
Celana yang robek itu harus dijahit lagi dan ditambal kembali dengan cara bertobat nasuha. Awali dengan permintaan maaf dan berjanji untuk tidak mengulangi yang dilarang-Nya. Dan setelah itu, selalu berbuat baik dan berusaha mengendalikan nafsu.
Kanggo sebo mengko sore (Untuk pertemuan nanti sore).
Bait ini menjelaskan kondisi saat sudah tua atau sudah di akhirat harus memiliki bekal sebelum dipanggil Allah SWT. Pekerjaan yang dilakukan sekarang menjadi bekal agar masa tua tidak sengsara dan semua ibadah yang dilakukan menjadi bekal nanti ketika telah menghadap yang kuasa di akhirat kelak.
Jika meninggal semua hal akan terputus kecuali tiga perkara yaitu amal jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang sholeh/sholehah.
Mumpung padhang rembulane, Mumpung jembar kalangane (Selagi rembulan masih bersinar terang, selagi masih ada kesempatan).
Bait ini bermakna bahwa selagi masih memiliki kesempatan, masih muda, masih sehat, masih punya waktu, dan masih hidup maka janganlah sia – siakan hal yang tidak bermanfaat. Gunakan hal tersebut dengan sebaik – baiknya agar tidak menyesal dikemudian hari.
Yo surako, surak iyo (Mari kita bersorak gembira).
“sorak” memiliki arti tentang perayaan, hal ini berarti hadiah dari usaha yang diusahakan bersama Allah SWT. Melalui jalan tersebut, hadiah yang diperoleh akan kekal dan abadi. [] Neha Puspita Arum
Editor : Moh. Aminudin