Almuhtada.org – Puasa menjadi ibadah dalam rukun islam. Puasa yang bersifat wajib dalam syariat Islam adalah puasa di bulan Ramadhan. Sebagaimana yang tercantum dalam Surat Al-Baqarah Ayat 183,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al Baqarah: 183).
Rukun Puasa
Mengutip buku Puasa Ibadah Kaya Makna oleh H Miftah Faridl, rukun puasa terdiri atas dua hal. Antara lain sebagai berikut:
- Niat
Rukun puasa yang pertama adalah niat. Saking pentingnya niat, Rasulullah SAW pun menyatakan bahwa setiap perbuatan tergantung pada niatnya. Tanpa diawali dengan niat, puasa yang dilakukan menjadi tidak sah dan sia-sia.
Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Barangsiapa tidak berniat puasa di waktu malam maka tidak ada puasa baginya (tidak sah).” (HR Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Majah)
Niat puasa wajib dapat dilakukan mulai dari masuknya waktu maghrib hingga sebelum terbit fajar. Puasa wajib dalam hal ini meliputi puasa ramadhan, puasa qadha ramadhan, puasa nazar, puasa kafarat, dan puasa fidyah haji.
Adapun, niat puasa sunnah dapat dilakukan setelah terbit fajar dengan syarat sebelum matahari tergelincir atau memasuki waktu zuhur dengan catatan bahwa orang yang puasa sunah belum melakukan sesuatu yang membatalkan puasanya.
- Menahan Diri
Rukun puasa selanjutnya ialah menahan diri dari hal-hal yang dapat membatalkan puasa mulai sejak terbitnya fajar hingga tenggelamnya matahari.
Sebelum fajar terbit yang ditandai dengan kumandang adzan Subuh, maka seseorang masih diperbolehkan untuk makan dan minum.
Masyarakat muslim menganggap waktu Imsak menjadi batas akhir seseorang boleh makan dan minum. Padahal, batas waktu makan dan minum untuk berpuasa adalah waktu Subuh ketika terbit fajar, sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 187:
… وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْاَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْاَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِۖ ثُمَّ اَتِمُّوا الصِّيَامَ اِلَى الَّيْلِۚ …
Artinya: “…Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian, sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam…”
Syarat Wajib Puasa
Mengutip buku Puasa: Syarat dan Rukun yang Membatalkan karya Saiyid Mahadhir, Lc, MA, selain rukun terdapat syarat wajib puasa. Artinya ialah beberapa hal yang membuat orang wajib melaksanakan puasa.
Jika salah satunya tidak terpenuhi, maka puasa seperti puasa Ramadhan tidak menjadi wajib untuk dirinya. Berikut syarat wajib puasa,
- Islam
Syarat yang pertama adalah beragama Islam. Oleh karenanya, mereka yang tidak mengimani Islam tidak berkewajiban untuk menjalankan puasa.
- Baligh
Kedua, syarat wajib puasa adalah untuk mereka yang sudah berusia baligh. Anak-anak kecil tidak berkewajiban untuk menjalankan puasa-puasa wajib, akan tetapi, orang tuanya wajib melatihnya untuk menjalankan puasa sejak umur tujuh tahun.
- Berakal
Syarat selanjutnya adalah berakal. Maksudnya adalah hanya orang yang berakal saja yang wajib melaksanakan puasa.
Menurut kesepakatan ulama, orang gila termasuk orang yang tidak berakal, sehingga ia tidak diwajibkan untuk berpuasa.
- Sehat
Berikutnya, orang yang sakit tidak memiliki kewajiban untuk melaksanakan puasa wajib seperti Ramadhan. Namun, ia harus menggantinya di hari lain. hal ini sesuai firman Allah dalam surah Al Baqarah ayat 185,
وَمَنْ كَانَ مَرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗ
Artinya: “…Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain…”
- Mampu
Selanjutnya, syarat puasa adalah mampu. Maksudnya adalah wajib bagi mereka yang melakukannya. Bagi mereka yang sudah lemah secara fisik karena usia atau tidak memungkinkan puasa, maka mereka tidak wajib melaksanakan puasa. Ini juga sesuai dengan firman Allah dalam surat Al Baqarah ayat 184,
وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ
Artinya: “…Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan orang miskin…”
- Tidak Sedang dalam Perjalanan
Hal ini juga didasarkan pada ayat 185 di atas. Namun, menurut pendapat ulama, tidak semua jenis perjalanan membolehkan seseorang tidak berpuasa. Perjalanan yang dimaksud ada syarat-syaratnya.
- Suci dan Haid dan Nifas
Wanita yang sedang haid atau nifas, menurut kesepakatan ulama tidak diwajibkan untuk menjalankan ibadah puasa. Dasarnya adalah berdasarkan hadis yang diriwayatkan Aisyah bahwa:
“Kami (wanita yang haid atau nifas) diperintahkan untuk mengqadha puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha salat.” [] Risqi Nur Salsabila
Editor: Mohammad Rizal Ardiansyah