Dzulqo’dah: Bulan di Antara 2 Hari Raya

Oleh: Muhamad Mahfud Muzadi

Dzulqadah berasal dari bahasa Arab  ذُو القَعْدَة (dzul-qa’dah) ysng dalam kamus al-Ma’ānī, kata dzū artinya pemilik, sementara kata “qa’dah” adalah tasyrif dari kata “qa’ada”, salah satu artinya tempat yang diduduki. Sehingga Dzulqadah secara etimologi bemakna orang yang memiliki tempat duduk (orang itu banyak duduk di kursi). Kemudian kata ini berkembang ke beberapa bentuk dan pemaknaan, antara lain taqā’ud yang artinya pensiun, yang berarti berkurang pekerjaannya sehingga dia akan banyak duduk.Dalam Lisānul ‘Arab disebutkan, bahwa bulan ke-11 ini dinamai Dzulqadah, karena pada bulan itu orang Arab tidak bepergian, tidak mencari pakan ternak, dan tidak melakukan peperangan. Hal itu dilakukan guna menghormati dan mengagunggkan bulan ini sehingga seluruh jazirah Arab dipenuhi ketenangan. Dan ada lagi yang mengatakan bahwa mereka tidak bepergiaan itu karena untuk persiapan ibadah haji di bulan dzulhijjah.Dalam kalender Jawa bulan ke-11 itu dinamai Dulkangidah. Bulan ini dikenal pula dengan nama bulan Apit atau Hapit (Jawa Kuno). Menurut masyarakat Jawa, apit berarti terjepit. Hal ini karena bulan tersebut terletak di antara dua hari raya besar yaitu, Idul Fitri (Syawal) dan Idul Adha (Dzulhijah).

Keutamaan Bulan Dzulqa’dah adalah diagungkan karena dalam bulan tersebut Allah melarang manusia untuk berperang. Hal ini senada dengan makna secara harfiyah dari “Dzulqa’dah” yaitu “penguasa genjatan senjata.” Disebutkan dalam Zaadul Masiir karena mulianya bulan itu, sangatlah baik untuk melakukan amalan ketaatan. Kemudian, Bulan Dzulqa’dah merupakan salah satu dari bulan-bulan haji (asyhrul hajj) yang dijelaskan Allah SWT. Dalam tafsir Ibnu Katsir dikemukakan bahwa asyhur ma’lumat merupakan bulan yang tidak sah ihram untuk menunaikan ibadah haji kecuali pada bulan-bulan ini. Dan disebutkan pula bahwa bulan-bulan tersebut adalah Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab.

Baca Juga:  Bangga Punya Orang Tua Muslim

Ibnu Rajab menyatakan dalam kitabnya “Lathaaiful Ma’arif” bahwa Rasulullah SAW melaksanakan ibadah umrah sebanyak empat kali dalam bulan-bulan haji. Sedangkan Ibnul Qayyim  menjelaskan bahwasannya menunaikan umrah di bulan-bulan haji sama halnya dengan menunaikan haji di bulan-bulan haji.Bulan-bulan haji ini dikhususkan oleh Allah SWT dengan ibadah haji, dan Allah mengkhususkan bulan-bulan ini sebagai waktu pelaksanaannya. Sementara umrah merupakan haji kecil (hajjun ashghar). Maka, waktu yang paling utama untuk umrah adalah pada bulan-bulan haji. Sedangkan Dzulqa’dah berada di tengah-tengah bulan haji tersebut.

Selain itu, pada bulan ini pahala amalan dilipatgandakan. At-Thabari menyebutkan dalam tafsirnya bahwa bulan Dzulqa’dah adalah bulan haram. Yaitu bulan yang dijadikan oleh Allah sebagai bulan yang suci lagi diagungkan kehormatannya. Di mana di dalamnya amalan-amalan yang baik akan dilipatgandakan pahalanya sedangkan amalan-amalan yang buruk akan dilipatgandakan dosanya.

Terakhir, hal penting lain yang membuat  bulan Dzulqa’dah istimewa ialah bahwa masa tiga puluh malam yang dijanjikan oleh Allah kepada Nabi Musa untuk bertemu dengan-Nya terjadi pada bulan Dzulqa’dah, sedangkan sepuluh malam sisanya terjadi pada bulan Dzulhijjah.

Semoga di bulan ini kita tidak loyo untuk terus meningkatkan ibadah kita kepada Allah SWT dan menjauhi segala larangan-Nya agar menjadi hamba yang tidak merugi.

Wallahu A’lam.

Penulis adalah Mahasantri Pesantren Riset Al-Muhtada dan Mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang.

Related Posts

Latest Post