Oleh : Mohammad Khollaqul Alim
Setiap orang yang menuntut ilmu terutama belajar ilmu agama, pastilah mempunyai guru (Kyai). Guru memiliki peran vital yaitu memberikan bimbingan dan pengajaran terutama berkaitan dengan ilmu hikmah (agama) kepada murid-muridnya. Diharapkan murid-muridnya mampu memahami dan mengamalkan ilmu tersebut dalam kehidupan sehari-hari sehinggadapat membawa manfaat dan keberkahan baik bagi dirinya sendiri maupun masyarakat di sekitarnya. Begitu vitalnya peran guru bagi murid, menempatkan guru menjadi salah satu dari enam syarat yang harus dipenuhi dalam menuntut ilmu disamping memiliki kecerdasan, semangat, sabar, biaya, dan waktu yang lama. Oleh karena itu, sudah sepatutnya seorang murid untuk senantiasa menghormati dan memuliakan gurunya tersebut.
Sebuah ilmu akan tetap eksis di bumi jika terdapat sekelompok orang yang berjiwa tangguh dan rela berkorban disertai dengan rasa ikhlas untuk terus mengkaji dan mengamalkan ilmu tersebut kepada umat. Guru menjadi jawaban atas pernyataan tersebut. Terlebih lagi jika berbicara dalam ranah ilmu agama, peran guru seperti para habaib dan Kyai yang menjadi garda terdepan dalam membimbing umat untuk senantiasa berada di jalan yang lurus dan diridhoi oleh Allah SWT. Mereka itulah penerus para nabi dalam akhir zaman ini. Mereka rela mengorbankan apa yang dimilikinya baik harta, jiwa, maupun waktunya hanya untuk meneruskan tugas mulia para nabi tersebut misalnya dengan membangun pondok pesantren, majelis taklim, masjid, dan sebagainya. Tidak ada kata pamrih dalam hati mereka. Perbuatan yang mereka kerjakan tersebut murni ikhlas karena Allah SWT dan ingin mendapat ridho-Nya, tanpa ada harapan untuk mendapat pujian dan penghargaan dari manusia lainnya.
Di dalam ajaran Islam, posisi akhlak itu memiliki kedudukan yang lebih tinggi daripada ilmu. Oleh karena itu, sudah sepatutnya seorang murid harus memiliki sikap menghormati dan memuliakan guru. Terlebih lagi terhadap gurunya sendiri yang telah mengajar dan membimbingnya khususnya terkait ilmu agama, baik ketika mengaji di masjid, di madrasah, maupun di pondok pesantren. Sikap menghormati dan memuliakan guru ketika sedang menuntut ilmu dengan guru dapat diwujudkan dengan cara hadir ketika guru sedang mengajar, mendengarkan pengajaran dan nasehat dari guru dengan baik, tidak memotong pembicaraan guru, baik ketika pengajaran berlangsung, berbicara dengan sopan santun, dan sebagainya. Tetapi jika sudah tidak lagi belajar kepada gurunya tersebut, maka sikap menghormati dan memuliakan guru dapat dilakukan dengan tetap sowan ke rumah guru, mengamalkan ilmu yang telah guru ajarkan, menjaga nama baik guru, selalu sedia jika gurunya membutuhkan bantuan, dan sebagainya.
Di zaman ini, banyak sekali murid yang mulai melupakan sosok gurunya. Mereka seolah-olah sudah lepas dari keterkaitan dengan gurunya karena tidak lagi belajar kepadanya. Ada murid yang pindah belajar ke guru yang lain tetapi tidak sowan terlebih dahulu kepada gurunya yang pertama. Padahal guru yang pertama lebih paham tentang karakter dan bagaimana kondisi muridnya ketika belajar sehingga guru akan mengarahkan dan memilihkan guru yang cocok bagi muridnya tersebut. Selain itu, beberapa murid juga rela datang jauh-jauh ke rumah habaib atau Kyai untuk sowan, bersilaturrohim, dan ngalap berkah tetapi jarang bahkan tidak pernah lagi sowan kepada gurunya sendiri. Sowan kepada habaib atau Kyai lainuntuk tujuan bersilaturrohim maupun belajar kepadanya memang sangat baik bahkan sangat dianjurkan untuk dilakukan. Tetapi murid harus juga tetap menyambung tali silaturrohimkepada guru sendiri karena merekalah yang mengajar dan membimbingnya sehingga menjadikannya cerdas dan mampu mahir dalam menguasai suatu bidang ilmu terutama ilmu agama.
Sikap menghormati dan memuliakan guru memang harus ditanamkan dan diterapkan oleh setiap murid. Kedua sikap tersebut sangat penting untuk dijadikan akhlak dalam menuntut ilmu. Hal ini dikarenakan posisi akhlak lebih tinggi daripada ilmu. Sepintar apapun seorang murid tetapi jika memiliki sikap menghormati dan memuliakan gurunya yang rendah, maka tidak akan berguna ilmu tersebut serta tidak akan mendapatkan manfaat dan barokah dari ilmu tersebut. Begitupun sebaliknya, walaupun seorang murid lemah dalam memahami dan mengamalkan ilmu tetapi memiliki sikap menghormati dan memuliakan gurunya yang tinggi, maka akan semakin dipermudah dalam belajar serta akan mendapatkan manfaat dan barokah dari ilmu tersebut. Oleh karena itu, dalam menuntut ilmu, seorang murid harus mampu menyeimbangkan antara akhlak dalam diri serta kecerdasan dalam memahami dan mengamalkan ilmu tersebut. Dengan demikian, kesempurnaan dalam menuntut ilmu akan diperoleh dan disertai dengan manfaat dan barokah dari ilmu tersebut yang akan dirasakan oleh dirinya sendiri maupun orang lain di sekitarnya.
Penulis adalah Mahasantri Pesantren Riset Al-Muhtada dan Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang.