oleh: Fafi Masiroh
Sudah beberapa bulan lamanya, hampir sekitar sembilan bulan tepatnya tak ada keramaian di warung kecil sebelah rumah Pak Sarwi. Warung itu sangat unik, berbeda dengan warung pada umumnya yang dikunjungi hanya untuk sekedar membeli makanan dan minuman, tetapi di warung ini setiap satu bulan sekali selalu dijadikan tempat kumpul warga sekitar. Baiknya, yang ikut kumpul bukan hanya bapak bapak saja, tetapi ada pemuda pemuda desa, Pak kades bahkan Gus Sholeh, salah satu orang alim yang sudah dikenal warga dengan kepiawainnya dalam belajar agama. Tentu hal demikian sangat sulit untuk diagendakan, tetapi kebiasaan ini sudah hampir menjadi tradisi di Dukuh Giri. Nah, malam ini adalah malam yang ditunggu. Setelah diterapkan new normal di masa pandemi ini, warga memutuskan untuk berkumpul di warung Pak Sarwi. Tentu bukan membahas hal yang berat, cukup bersantai, sambil bercerita perihal kehidupan sehari hari dengan ditemani secangkir kopi dan kacang rebus sudah sangat nikmat bagi para warga.
“Alhamdulillah, akhirnya aku ki bisa buka warung lagi. Sudah kangen warungku bertemu dengan orang orang baik seperti kalian ini”. Seru Pak Sarwi kepada bapak bapak yang mulai datang untuk turut meramaikan warungnya.
“Warungmu atau kau lah Sarwi yang kangen kita?” timpal Pak Beni yang dibetulkan oleh bapak bapak lainnya.
“Ngapain aku kangen kalian, ga ada kerjaan saja”. gurau Pak Sarwi yang disambut dengan gelagak tawa bapak bapak lainnya. Beberapa menit kemudian, di penghujung jalan terlihat Pak Kades bersama Gus Sholeh serta warga lainnya mulai datang menuju ke warung Pak Sarwi.
“Heh, itu Gus Sholeh sama Pak Kades sudah datang”. Seru salah satu bapak bapak yang kemudian segera ambil posisi terbaik untuk memberi ruang kepada bapak bapak lainnya.
“Assalamu’alaikum,” sapa Gus Sholeh bersamaan dengan Pak Kades serta warga yang turut serta membersamainya.
“Wa’alaikumsalam,” balas bapak bapak yang sudah ada di warung beberapa menit sebelumnya. Ketika Gus Sholeh dan Pak Kades datang bersama warga lainnya, warung semakin ramai, perbincangan pun semakin seru untuk saling bercerita mulai dari masalah istri, anak sampai masalah negeri. Semua dibahas dengan santai tanpa ada suasana diguru ataupun menggurui, semuanya sama sama mencoba belajar dari setiap hal yang mereka ceritakan. Di sela sela perbincangan yang hangat itu, beberapa kali semuanya tergelak tawa membuat warung Pak Sarwi terdengar semakin ramai.
“Loh pak, saya juga begitu rasanya itu damai melihat kalau orang islam itu ya rukun, ga saling mengumbar kebencian apalagi sama keturunan Rasulullah. Memang islam itu rahmatan lil alamin ya, saya pernah dengar itu Presiden Amerika kalau dipikir pikir namanya juga dari Bahasa Arab”. Ucap Pak Beni di sela sela perbincangan.
“Bentar, Presiden Amerika siapa to? Joe Biden? Donald Trump?” tanya salah satu bapak bapak.
“Bukan, itu loh Pak Obama. Itu kan namanya Barack Obama to, lah Barack itu kalo kita orang jawa ya manggilnya Barok, dari kata barakah dalam Bahasa Arab. Iya to?”. Jelas Pak Beni disambut gelagak tawa warga dengan penuh antusias.
“Bisa saja Pak Beni ini. Tapi benar, Pak Beni ini saya setuju. Islam itu memang rahmatan lil alamin, makanya sebaiknya kita itu harus selalu bersyukur, senang bisa menjadi muslim, umatnya Rasulullah saw. Jadi jangan terlalu lama lama merasa susah, sedih, karena menjadi muslim, umatnya Nabi Muhammad itu sudah sebuah kebahagiaan tiada tara”. Jelas Gus Sholah menambahkan.
“Iya gus, benar itu. Bagaimana tidak senang, saat Rasulullah dilahirkan itu Allah memerintahkan malaikat Jibril untuk memberikan kabar gembira di langit dan di bumi. Jadi ya seperti yag dikatakan Gus Sholeh, kalau kita itu harus selalu senang, karena lahir sebagai muslim dan umatnya Kanjeng Nabi Muhammad SAW”. tambah salah satu bapak lainnya.
“Allahumma sholli ‘alaih” sahut warga serentak.
Perbincangan di warung Pak Sarwi semakin terasa hangat, hingga tidak terasa perbincangan itu bahkan bisa berlangsung sampai empat atau lima jam lebih, dan akan berakhir ketika warga mulai berpamitan satu per satu. Kumpul bersama di warung kecil itu akan ditemui lagi di bulan berikutnya, tidak apa sebulan sekali tetapi bisa saling berkumpul dengan berbagi cerita dan kebahagian adalah salah satu cara terbaik bagi warga Dukuh Giri untuk selalu bersyukur ditambah menghilangkan penat setelah banyak beraktivitas.
Penulis adalah Mahasantri Pesantren Riset Al-Muhtada dan Mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang.