Oleh: Muhammad Miftahul Umam
KH. Ahmad Baha’udin Nur Salim atau yang lebih akrab disapa dengan sebutan Gus Baha’ saat ini tengah menjadi idola baru di berbagai kalangan masyarakat, khususnya di kalangan santri-santri dan millenial muslim. Beliau lahir di Rembang, dan pada saat kecil menimba ilmu dari abahnya sendiri, yakni KH. Nur Salim Al Hafizh. Setelah beranjak remaja, beliau kemudian nyantri ke Ponpes Al Anwar Sarang di bawah bimbingan Alm. KH. Maimoen Zoebair (Mbah Moen). Setelah menikah, beliau pindah ke Yogyakarta dan menetap disana.
Meski tidak memiliki riwayat pendidikan formal, namun keilmuan Gus Baha’ sudah tidak diragukan lagi. Sejak tahun 2006 hingga sekarang beliau menjadi Ketua Tim Lajnah Mushaf UII serta Dewan Tafsir Nasional bersama Prof. Quraisy Shihah, Prof. Zaini Dahlan dan lainnya. Suatu ketika beliau pernah ditawari gelar Doctor Honoris Causa dari UII, namun beliau menolaknya.
Berbagai rekaman pengajian Gus Baha’ saat ini bertebaran di berbagai media sosial, mulai dari youtube, instagram, facebook dan sebagainya. Penyampaiannya yang renyah, sederhana namun berbobot menjadi ciri khas beliau. Beliau juga tidak mudah menghakimi atas berbagai peristiwa yang terjadi. Kehadiran beliau membawa angin segar atas berbagai permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat, khususnya bagi kita yang hidup di zaman akhir seperti sekarang ini.
Dalam suatu kesempatan, Gus Baha’ pernah mengatakan bahwa ciri khas thoriqoh Syadziliyah adalah menganggap kesalahan bukan sebagai kesalahan. Maksudnya, kesalahan yang bukan maksiat, seperti merasa kurang khusyu’ atau merasa kurang sempurna saat sholat. Beliau mengatakan bahwa itu adalah salah satu bentuk dari bisikan syaitan. Jika diterus-teruskan, lama-lama dapat membuat kita merasa janggal terhadap sholat. Awalnya kita akan bertanya-tanya apakah sholat kita diterima atau tidak, dan lama-lama kita akan bertanya, jika tidak diterima lalu untuk apa kita harus capek-capek melakukan sholat.
Padahal kata beliau, kita ditakdir masih bisa melakukan sholat atau masih bisa sujud itu adalah anugerah yang sangat luar biasa. Betapa hinanya kita, sebagai seorang hamba namun tidak pernah sujud kepadaNya. Beliau menegaskan bahwa manusia generasi akhir seperti sekarang yang ditakdir masih bisa melakukan sholat dan sujud adalah kebanggaan yang luar biasa.
Hadirnya Gus Baha’ di tengah hingar bingar kehidupan modern seperti saat ini memang membawa berkah yang luar biasa. Islam yang dibawakannya terasa sangat indah dan damai. Berbagai cara pandang beliau tawarkan untuk memahami berbagai peristiwa yang terjadi dalam kehidupan. Dan yang paling terasa adalah penyampaiannya yang membawa kita kepada optimisme beragama.
Wallaahu a’lam
Penulis merupakan salah satu mahasantri Pesantren Rist Al-Muhtada dan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang