Dua Pilar Keislaman Bangsa Indonesia

Oleh: Fafi Masiroh

Indonesia memiliki penduduk yang banyak dengan berbagai keragaman, baik dari suku, budaya ataupun agama. Bangsa Indonesia sendiri mayoritas penduduknya beragama islam. Berdasarkan data World Population Review dilansir dari Industry.co.id, jumlah masyarakat muslim di Indonesia pada tahun 2020 yaitu mencapai 220 juta jiwa atau 87,2% dari total masyarakat Indonesia sebanyak 273,5 juta jiwa. Keberadaan masyarakat Indonesia yang identik dengan keberagaman pun terjadi di tengah-tengah masyarakat muslim Indonesia, yakni di dalamnya sendiri terdapat dua organisasi besar sebagai lembaga dakwah sekaligus yang menaungi masyarakat islam di Indonesia yaitu Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.

Kedua organisasi tersebut merupakan dua pilar keislaman Bangsa Indonesia yang berperan penting dalam keberadaan Indonesia, bahkan keduanya sama-sama berdiri sebelum Indonesia merdeka. Nahdlatul Ulama didirikan oleh KH Muhammad Hasyim Asy’ari sedangkan Muhammadiyah didirikan oleh KH Ahmad Dahlan,  yang keduanya merupakan sahabat karib dan sama-sama berguru dengan KH Sholeh Darat di Semarang.  Beberapa keadaan, akan tetapi sering dijumpai bahwa penduduk yang berada di bawah naungan masing-masing organisasi tersebut, menganggap bahwa Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah merupakan dua hal yang sangat berbeda. Misalnya beberapa tanggapan NU dan Muhammadiyah dalam menanggapi berbagai hal secara berbeda, seperti tata cara sholat dan masalah furu’iyah lainnya. Sehingga kerap kali keadaan tersebut mendorong beberapa pihak masyarakat islam Indonesia terkesan terpecah belah karena tampak fanatik terhadap perbedaan pemahaman tersebut.

Rasa toleransi yang tinggi sudah seharusnya selalu dipraktikkan oleh muslim dalam kehidupan sehari-hari, tidak hanya dengan masyarakat non islam lainnya tetapi juga toleransi dengan sesama masyarakat islam juga justru harus lebih kuat. Sama sekali tidak untuk memaksakan kehendak terhadap masyarakat yang ada di bawah naungan masing-masing organisasi tersebut, namun jika dilihat terdapat sejumlah ulama, kiai dan tokoh masyarakat islam lainnya yang memiliki hubungan dinamis meskipun latar belakang mereka berbeda yaitu dari kalangan NU dam Muhammadiyah. Hal tersebut seharusnya mampu dijadikan contoh bagi masyarakat islam secara luas serta mampu mendorong  mereka untuk saling merangkul di antara perbedaan mereka.  Sehingga keberadaan islam di tengah-tengah masyarakat muslim Indonesia mendorong mereka untuk saling menghormati, menghargai dan peduli terlepas dari keberagaman mereka.

Habib Husein Ja’far Al Hadar salah satu pendakwah mengungkapkan, bahwa keberadaan NU dan Muhammadiyah di tengah-tengah Bangsa Indonesia bagaikan kedua sayap yang ada pada burung garuda sebagai lambang Indonesia. Keduanya memang memiliki masing-masing ciri identik sebagai organisasi islam yang sholihul likulli zaman wa makan yaitu islam yang relevan dengan semua waktu dan tempat. NU identik dengan islam nusantaranya yang sesuai dengan setiap tempat, sedangkan Muhammadiyah identik dengan gerakan islam berkemajuan yang sesuai dengan islam di semua waktu. Terlepas dari perbedaan mereka, pada intinya mereka sama-sama bergerak dalam menjadikan Indonesia agar memiliki peradaban yang tinggi sebagai tempat bagi umat musim yang kelak diharapkan dapat turut serta memberikan kontribusi besar bagi umat islam di dunia.

Setiap masyarakat memang memiliki kebebasan dalam memandang dan menilai suatu perbedaan baik dari sisi positif ataupun negatif, akan tetapi alangkah baiknya jika dalam memandang setiap perbedaan tidak mendorong untuk menjadikan kita saling terpecah belah namun mendorong untuk menjadikan kita sebagai masyarakat (muslim pada khususnya) yang saling merangkul dan menghargai, sehingga mampu melahirkan kekuatan untuk menebar kebaikan yang dapat dirasakan oleh masyarakat lainnya secara luas.

Penulis adalah Mahasantri Pesantren Riset Al-Muhtada dan Mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang.

Aku pada NU

Oleh : Zahrotuz Zakiyah

Apa kabar Aswaja ?

Dunia kini mulai layu membisu

Pada takdir yang mengharuskan semuanya terjadi

Kini semua kian menepi

 

Kau yang begitu kokoh

Walau seribu hinaan menyerang

Perjuangan ulama’ yang menyayat hati

Yang tak mengharapkan sebuah imbalan

 

Makna simbol pada lambangmu-lah

Yang menguatkan apa arti sesungguhnya NU

Mengharapkan orang di dunia ini memeluk agama islam

Hingga mencintai dan memahamimu sepenuhnya

 

Betapa banyaknya pesantrean yang kita temui sekarang

Ladang menuntut ilmu dan mengharap barokah Sang Kyai

Tak menjadikan kita lupa

Dan menjadi bukti bahwa kebangkitanmu tak terlepas dari pesantren

 

Walau kini ulama’ berguguran

Namun kami tak membiarkan harapanmu pupus

Hingga kami melakukan apapun itu untukmu

Tanpa harus menjadi orang tua ataupun kakek kami

 

Penulis adalah Mahasantri Pesantren Riset Al-Muhtada dan Mahasiswa Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang.

LAHIRNYA NAHDLATUL ULAMA DAN KIPRAHNYA TERHADAP BANGSA INDONESIA

Oleh: Muhammad Miftahul Umam

NU atau Nahdlatul Ulama merupakan ormas islam terbesar di Indonesia, bahkan di dunia. NU didirikan oleh Hadratussyaikh KH. Hasyim Asyari, KH. Wahab Hasbullah, dan beberapa ulama besar nusantara lainnya. Cikal bakal berdirinya NU tidak terlepas dari adanya organisasi-organisasi yang telah didirikan sebelumnya. Penjajahan yang mengakibatkan kesengsaraan serta kungkungan tradisi turut menggugah kesadaran kaum cendekiawan untuk memperjuangkan harkat dan martabat bangsa Indonesia. Merespon hal tersebut, KH. Wahab Hasbullah bersama para ulama lainnya meristis sebuah organisasi yang bernama “Nahdlatul Wathan” yang memiliki arti “Kebangkitan Tanah Air”, pada tahun 1916 M. Tidak sampai disitu, pada tahun 1918, Kyai Wahab turut menggagas perhimpunan lagi yang bernama “Nahdlatul Tujjar” yang memiliki arti “Kebangkitan Para Pedagang”. Sebelumnya, pada tahun 1914 Kiai Wahab dan beberapa ulama nusantara lainnya juga mendirikan majelis diskusi dan madrasah yang bernama “taswirul Afkar” di Surabaya.

Selain itu, embrio berdirinya NU tidak terlepas dari pembentukan Komite Hijaz. Komite Hijaz merupakan sebuah komite yang dibentuk oleh Kiai Wahab (dengan persetujuan dari KH. Hasyim As’ari) untuk menjalankan misi menggagalkan rencana dinasti Sa’ud (Arab Saudi) yang berupaya memberangus praktik bermazhab di wilayah kekuasaannya, serta hendak membongkar makam Nabi Muhammad SAW yang menjadi tujuan ziarah umat muslim di seluruh dunia yang dianggap bid’ah pada Muktamar Dunia Islam di Makkah tahun 1926. Para ulama yang dipimpin oleh KH. Hasyim Asyari berkumpul di Kertopaten, Surabaya dan kemudian menunjuk KH. Raden Asnawi Kudus sebagai delegasi dari Komite Hijaz untuk datang ke muktamar tesebut. Akan tetapi setelah terpilihnya Kiai Asnawi sebagai delegasi, kemudian timbul pertanyaan perihal nama institusi yang berhak mengirim Kiai Asnawi. Atas usul KH. Mas Alwi bin Abdul Aziz kemudian lahirlah nama Jam’iyah Nahdlatul Ulama, yang bertepatan pada tanggal 31 Januari 1926 M atau 16 Rajab 1344 H.

Sejak kelahirannya hingga saat ini, NU telah banyak memberikan sumbangsih terhadap bangsa Indonesia, terutama dalam menghadirkan kehidupan beragama yang ramah di tengah kemajemukan bangsa Indonesia. Oleh sebab itu, dalam kesempatan yang berbahagia ini, kami hendak mengucapkan selamat Harlah NU yang ke-95 ….

Penulis adalah Mahasantri Pesantren Riset Al-Muhtada dan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang.