Sejarah dan Muatan Konstitusi Madinah

Konstitusi pertama di dunia yang menjunjung damai & toleransi—Konstitusi Madinah. Yuk, pelajari sejarah dan muatannya!(pinterest.com - almuhtada.org)

Oleh Dwi Wisnu Kurniawan

Pendahuluan

Kajian mengenai konstitusi yang berasal dari negara barat sudah banyak dibahas dan ditulis. Namun, kajian mengenai sejarah dan konstitusi negara islam masih sedikit apabila dibandingkan dengan litelature mengenai konstitusi barat.

Ahli hukum tata negara Prof. Jimly Asshiddiqie, sebagaimana dikutip oleh Patrialis Akbar dalam buku yang berjudul “hubungan lembaga kepresidenan dan dewan perwakilan rakyat dan veto presiden”  mengungkapkan bahwa konstitusi modern pertama di dunia adalah Konstitusi Madinah. Hal ini berbeda dengan apa yang diutarakan oleh Muhammad Yamin bahwa Konstitusi Amerika Serikat sebagai konstitusi tertua di dunia modern dalam perkembangan sejarah ketatanegaraan yang ada saat ini (Akbar, 2013, p. 36).

Pandangan Prof. Jimly mengacu pada rentang waktu disahkan oleh Konstitusi Madinah pada tahun 622 M yang umurnya jauh lebih tua dibandingkan dengan konstitusi negara-negara modern yang saat ini masih berdiri. Konstitusi Amerika Serikat disahkan pada tahun 1787, Konstitusi Prancis pada tahun 1791, Konstitusi Spanyol pada tahun 1812, Konstitusi Norwegia pada tahun 1814, Konstitusi Belanda pada tahun 1814, Konstitusi Austria pada tahun 1861, Konstitusi Jepang pada tahun 1889, dan Konstitusi Rusia pada tahun 1918 (Akbar, 2013, p. 6).

Baca Juga:  Tangisan Rindu Kepada Rasulullah, Sebuah Kisah Inspiratif Islami Si Pohon Kurma Madinah

Konstitusi Madinah sebagai perjanjian yang mengikat seluruh penduduk madinah kala itu merupakan hasil kesepakatan dari berbagai agama, suku, golongan dan kepercayaan untuk mengutamakan kepentingan bersama, yakni hidup bersama secara damai, tentram, dan berlaku adil bagi semua penduduk madinah.

Konstitusi Madinah ditelisik secara mendalam memiliki pengaruh terhadap kehidupan sosial kemasyarakatakatn. Hal itu dapat dilihat sebelum konstitusi madinah disepakati, masyarakat yang tadinya bercerai berai dan tidak rukun. Kemudian menjadi rukun dengan tunduk pada suatu aturan yang diterima dan mengakomodasi semua kepentingan. Kehidupan sosial di tengah masyarakat pasca kesepakatan konstitusi madinah merupakan jembatan bagi rasa persaudaraan diantara kaum muslimin dan non-muslimin untuk hidup berdampingan.

Sejarah Konstitusi Madinah

Baca Juga:  Saat Badai Datang, Keyakinan dan Cinta Menjadi Pelita

Nabi Muhammad SAW setelah mendapatkan wahyu dalam menyebarkan ajaran Islam di Kota Mekah berlangsung selama 13 tahun. Dalam kondisi Kota Mekah yang masih belum dapat dikuasai oleh kaum muslimin atas wilayahnya dan masih melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi.

Setelah kaum muslimin semakin bertambah dan kondisi Kota Mekah yang tidak menerima atas keberadaan dakwah Nabi Muhammad SAW, maka kaum muslimim melakukan hijrah ke Yatsrib untuk menghindari konflik dengan kaum kaif Quraisy.

Kondisi hijrahnya Nabi Muhammad SAW diikuti oleh pengikutnya yang berasal dari kaum Anshar (orang Mekah) dan kaum Muhajirin (orang Madinah yang sudah masuk Islam) menuju Kota Madinah yang majemuk karena didalamnya terdapat beberapa komunitas, seperti komunitas yahudi (Fauzi, 2005, p. 86).

Peristiwa hijarah Nabi Muhammad SAW ke Yatsrib (Madinah) merupakan kejadian penting yang mengubah stategi dakwah Islam dan pembentukan atas pranata politik, sosial dan keagamaan masyarakat Madinah (Shomad, 2013, p. 60).

Baca Juga:  Mengimplementasikan Sifat-Sifat Nabi Muhammad SAW dalam Kehidupan Sehari-hari

Nabi Muhammad SAW tidak hanya sebagai pemimpin agama, namun pula sebagai pemimpin pemerintahan atas masyarakat multi komunitas di Madinah. Dengan melihat kondisi yang beragam, maka Nabi Muhammad SAW berinisiatif membuat perjanjian antara kaum Anshar dengan Muhajirin dan komunitas Yahudi dalam hidup bermasyarakat yang dituangkan dalam dokumen politik yang disebut sebagai Konstitusi Madinah.

Konstitusi Madinah yang berisi atas kontak perjanjian sosial untuk hidup berdampingan dan mempertahankan kesatuan hidup diantara mereka menjadikan dasar pembentukan negara yang terdiri atas beragam suku, agama, kepercayaan dan golongan. Konstitusi Madinah menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai kepala Negara.

Menurut Thahir Azhari, Konstitusi Madinah merupakan konsep dalam Negara Hukum (Nomokrasi) dalan Islam, bukan bagian dalam konsep Teokrasi yang didasarkan pada ketuhanan (Shomad, 2013, p. 63).

Beberapa ahli dalam ilmu pengetahuan berbeda dalam memberikan penyebutan terhadap Konstitusi Madinah. W. Montgomery Watt memberikan penamaan The Constitution of Medina, R.A. Nicholson menamainya Charter,  Madjid Khadduri Treaty, Phillip K. Hitti menyebutnya sebagai Agreement, sedangkan Zainal Abidin Ahmad memberikan nama Piagam (Thaib et al., 2017, p. 31).

Baca Juga:  Doa Nurbuat: Naskah, Terjemah, dan Fadhilah

Namun, Ahmad Sukadja memberikan pandangan bahwa kata Shahifah semakna dengan Charter atau Piagam yang merujuk pada makna mengenai surat resmi yang berisikan pernyataan-pernyataan umum (Thaib et al., 2017, p. 31).

Dokumen politik dalam Konstitusi Madinah itu menurut W. Montgomery Watt menjadi dokumen yang autentik dalam membina hubungan antar masyarakat di Madinah dan menjadikan sumber dasar ide pembentukan awal negara islam (Thaib et al., 2017, p. 31).

Muatan Konstitusi Madinah

Konstitusi Madinah terdiri atas 47 Pasal didalamnya dan memiliki beberapa muatan materi sebagai berikut (Chaidir & Fahmi, 2010, pp. 182 –183) :

Baca Juga:  Jangan Salah! Berpakaian Juga Ada Adabnya | Pesantren Riset Al-Muhtada
  1. Muatan materi mengenai toleransi beragama yang terdapat dalam Pasal 1 dan Pasal 2.
  2. Muatan materi mengenai pluralitas, keadilan dan eksistensi budaya masing-masaing yang terdapat dalam Pasal 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11.
  3. Muatan materi mengenai anti permusuhan dalam Pasal 12.
  4. Muatan materi mengenai penegakan hukum terhadao koruptor dan orang yang bertindak secara sewenang-wenang dalam Pasal 13.
  5. Muatan materi mengenai pembelaan terhadap mereka yang lemah dalam Pasal 15.
  6. Muatan materi mengenai orang Yahudi yang masuk Islam akan mendapatkan perlindungan dalam Pasal 16.
  7. Muatan materi mengenai perjanjian hidup damai dengan menjunjung tinggi asas musyawarah dalam Pasal 17.
  8. Muatan materi mengenai memilih pemimpin dalam Pasal 19.
  9. Muatan materi mengenai hukuman qishah dalam Pasal 20 dan 21.
  10. Muatan materi mengenai tidak diperbolehkan melakukan pembelaan terhadap orang yang salah dalam Pasal 22.
  11. Muatan materi mengenai penyelesaian persoalan yang timbul diantara mereka menurut Al-Qur’an dan Sunnah dalam Pasal 23.
  12. Muatan materi mengenai kebebasan memilih keyakinan bagi setiap orang dalam Pasal 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, dan 36.
  13. Muatan materi mengenai sikap mempertahankan wilayah dalam Pasal 37.
  14. Muatan materi mengenai pertanggungjawaban biaya perang secara bersama-sama dalam Pasal 38.
  15. Muatan materi mengenai pernyataan Madinah sebagai kota yang suci dalam Pasal 39.
  16. Muatan materi mengenai pemberian perlindungan bagi orang asing yang datang ke Madinah dalam Pasal 40 dan 41.
  17. Muatan materi mengenai kondisi yang menuju pada jalan perdamaian harus segera disepakati / dilayani dalam Pasal 45.
  18. Muatan materi mengenai kesetaraan, kesetiaan, perlindungan terhadap orang yang keluar masuk Kota Madinah, ketaqwaan kepada Allah SWT dan pengakuan terhadap Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasul dalam Pasal 47.

Muatan yang terkandung didalam Konstitusi Madinah mengatur secara umum kehidupan masyarakat, belum adanya ketentuan mengenai kelembagaan negara dan wewenang dalam lembaga negara dalam mengemban tugas-tugas kenegaraan.

Selain itu, dalam Konstitusi Madinah menegaskan bahwa kedaulatan tertinggi berada ditangan Allah SWT yang tentunya berbeda dengan konstitusi negara-negara modern saat ini yang menempatkan kedaulatan rakyat sebagai kekuasaan tertinggi dalam memberikan kekuasaan kepada yang dikehendaki (Chaidir & Fahmi, 2010, p. 183).

Baca Juga:  7 Rekomendasi Film Sejarah Islam untuk Mengisi Waktu Liburan Kamu

Kemudian dalam Konstitusi Madinah segala persoalan yang timbul akan dilakukan penyelesaian berdasarkan dengan ketentuan Allah SWT dan Rasul, meskipun tidak dijumpai mengenai perubahan konstitusi akan tetap mempertahankan ketentuan aslinya.

Konstitusi Madinah terbuka bagi siapapun dalam sistem ketatanegaraannya, sehingga seseorang yang sebelumnya tidak ikut bergabung dalam perundingan akan perumusan konsitusi tetap diberikan perlindungan atas hak-hak sebagai manusia dan martabatnya.

Penutup

Konstitusi Madinah merupakan kesepakatan yang diinisiasi oleh Nabi Muhammad SAW pada masyarakat Madinah yang terdiri dari beragam suku, agama, kepercayaan dan golongan. Konstitusi Madinah disepakati oleh kaum muslimin (Anshar dan Muhajirin) dan komunitas yahudi.

Baca Juga:  Meneladani Kesabaran Nabi Muhammad SAW : Cahaya di Tengah Gelapnya Ujian

Konstitusi Madinah mengatur ketentuan umum mengenai kehidupan bersama secara damai dan mempertahankan kesatuan hidup bersama. Konstitusi Madinah menempatkan kedaulatan tertinggi berada di tangan Allah SWT dalam menyelesaikan segala persoalan yang timbul diantara mereka. Konstitusi Madinah tidak mengatur mengenai kelembagaan negara  dan wewenang kelembagaan dalan negara Madinah.

Referensi

Akbar, P. (2013). Hubungan Lembaga Kepresidenan Dengan Dewan Perwakilan Rakyat Dan Hak Veto. Total Media.

Chaidir, E., & Fahmi, S. (2010). Hukum Perbandingan Konstitusi. Total Media (Anggota IKAPI).

Fauzi, M. (2005). Konsep Negara dalam Perspektif Piagam Madinah dan Piagam Jakarta. Al-Mawarid, 13(0), 85–101.

Shomad, B. A. (2013). Piagam Madinah Dan Resolusi Konflik. Al-Adyan, VIII(2), 53–66. https://doi.org/10.31219/osf.io/rhqvn

Thaib, D., Hamidi, J., & Huda, N. (2017). Teori Dan Hukum Konstitusi. Rajawali Pers.

Related Posts

Latest Post