Almuhtada.org – Sebagai manusia yang mana fitrahnya adalah makhluk sosial, kita tidak bisa terlepas dari adanya interaksi dengan orang lain. Karena, mau bagaimanapun, setiap individu pasti membutuhkan individu yang lain, baik untuk memenuhi kebutuhan, menjalankan suatu program, hingga pemberdayaan diri.
Sebagai contoh, dari aspek yang paling sederhana yakni urusan makan, pastinya kita membutuhkan jasa orang lain, nasi yang diperoleh berasal dari sawah kemudian dipanen oleh petani dan didistribusikan ke warung-warung kemudian kita membelinya untuk dimasak dan dikonsumsi. Dari sekedar urusan nasi saja kita telah melibatkan banyak orang, mulai dari petani, distributor, penjual sembako dan lain sebagainya.
Gambaran tersebut adalah bukti bahwa kita pasti membutuhkan orang lain, walaupun mungkin ada beberapa orang yang menganggap dirinya introvert akut lantas menjadikannya tidak menyukai interaksi dengan orang lain namun itu hanya pada aspek-aspek tertentu saja, tidak kemudian secara penuh tidak memerlukan keberadaan dan peran orang lain. BIG NO.
Tapi, kali ini kita akan membahas interaksi sosial yang sifatnya fisik atau terlihat secara jelas misalnya ketika kita bersosial dan bergaul entah dengan teman sebaya atau yang lainnya.
Di zaman modern ini, kebutuhan untuk terkoneksi antar satu individu dengan yang lain semakin kompleks. Kita tengah berada pada zaman di mana kita tidak hanya sekedar membutuhkan interaksi dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan primer saja, namun lebih dari itu yakni untuk bertukar pikiran, berkolaborasi, merumuskan solusi, hingga sekedar ngobrol atau curhat semata lantas berujung pada saling adu nasib.
Apalagi sebagai generasi muda yang umumnya akrab dengan aktivitas nongkrong sehingga memungkinkan interaksi dengan orang-orang yang berbeda-beda latar belakangnya, entah agama, pemikiran, sifat, doktrin, hingga gender.
Kondisi inilah yang membuat generasi muda seringkali melupakan batasan-batasan yang ada sehingga mengabaikan prinsip yang seharusnya dijaga. Apalagi sebagai seorang muslim yang mana seluruh aspek kehidupannya termasuk urusan pergaulan telah diatur dalam syari’at.
Sebagai contoh yang seringkali terjadi yakni antara laki-laki dengan perempuan yang membaur tanpa adanya batasan sehingga menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan. Bahkan perbuatan zina umumnya berawal dari lingkungan pergaulan yang terlalu bebas. Nauzubillah Min Dzalik.
Sebagai generasi muda, pastinya tidak menginginkan hal-hal yang seperti itu terjadi pada kita, karena akan menghancurkan masa depan yang telah direncanakan dengan susah payah melalui pendidikan, karir, dan lain sebagainya.
Walaupun kita telah bertekad agar tidak sampai terjerumus di jalan yang salah, namun tipu daya syaiton amatlah halus dan kuat jika kita tidak mengantisipasinya dengan ilmu dan realisasi.
Hal ini telah diperingatkan Allah dalam surat Fathir ayat 8, yang berbunyi:
أَفَمَن زُيِّنَ لَهُۥ سُوٓءُ عَمَلِهِۦ فَرَءَاهُ حَسَنًا ۖ فَإِنَّ ٱللَّهَ يُضِلُّ مَن يَشَآءُ وَيَهْدِى مَن يَشَآءُ ۖ فَلَا تَذْهَبْ نَفْسُكَ عَلَيْهِمْ حَسَرَٰتٍ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌۢ بِمَا يَصْنَعُونَ
Artinya: “Maka apakah orang yang dijadikan (syaitan) menganggap baik pekerjaannya yang buruk lalu dia meyakini pekerjaan itu baik, (sama dengan orang yang tidak ditipu oleh syaitan)? Maka sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya; maka janganlah dirimu binasa karena kesedihan terhadap mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (QS Fathir: 8).
Sungguh halus cara setan untuk menipu manusia, mulai dari menganggap perbuatan yang sejatinya menyalahi syari’at Islam, namun seolah-olah baik atau minimal tidak terlihat buruk.
Kondisi ini, dapat kita lihat secara nyata pada lingkungan pergaulan sehari-hari yang mana antara laki-laki dan perempuan seolah tiada batasan.
Islam tidak melarang hambanya untuk berinteraksi dengan lawan jenis, namun tentunya ada aturan yang harus menjadi perhatian bersama agar tidak terjerumus pada perbuatan yang tidak diinginkan.
Batasan-batasan tersebut tentunya meliputi dari mulai cara bicara yang biasa saja dalam artian tidak sengaja dibuat-buat agar menarik perhatian lawan jenis, menutup aurat agar tidak timbul zina mata, menjaga pandangan, tidak bersentuhan fisik dengan lawan jenis, hingga menghindari pembahasan-pembahasan yang dapat mengarahkan pada hal-hal yang negatif dan menimbulkan nafsu.
Di zaman sekarang ini, untuk menerapkan hal-hal tersebut memanglah sulit, ada banyak sekali tantangan untuk menjalankannya, mulai dari dikatain cupu, saklek, hingga radikal. Itulah mengapa saat ini orang-orang yang tetap teguh dengan syari’at Islam dianggap asing.
Namun, perlu kita ingat kembali, bahwa dahulu saat Rasulullah mendakwahkan Islam di kala lingkungan sekitar berbuat jahiliah, beliau tetap istiqomah dengan misi dan pendiriannya, padahal taruhannya adalah nyawa.
Untuk itu, yuk orientasikan kehidupan kita untuk kehidupan akhirat, jadikan seluruh aktivitas duniawi kita terbebas dari kemaksiatan, atau minimal berusaha menjauhi walaupun belum bisa sepenuhnya, karena sejatinya proses agar dapat mengimplementasikan ajaran Islam adalah amalan sepanjang hidup yang harus selalu kita usahakan. [] Hanum Salsabila
Editor: Mohammad Rizal Ardiansyahh