Tragedi di Perang Uhud: Kisah Penuh Pengorbanan dalam Terbunuhnya Singa Allah Hamzah bin Abdul Muttalib

Tragedi pada Perang Uhud
Gambar Ilustrasi Tragedi pada Perang Uhud (Freepik.com - Almuhtada.org)

Almuhtada.org – Pada suatu hari yang penuh dramatis di tahun 625 M, di medan perang Uhud, terjadi peristiwa bersejarah yang menyentuh hati – terbunuhnya Hamzah bin Abdul Muttalib, paman Nabi Muhammad SAW.

Perang Uhud, yang merupakan kelanjutan dari Pertempuran Badar, mencatatkan salah satu kisah paling tragis dalam sejarah Islam.

Hamzah, yang dikenal sebagai “Singa Allah” dan “Pemimpin Para Pemburu,” adalah sosok yang penuh keberanian dan kegagahan.

Sejak awal Islam, ia dengan tegar mendukung Nabi Muhammad dan keyakinan baru yang dibawa oleh keponakannya.

Di Badar, Hamzah memimpin pasukan Muslim dan menunjukkan keberanian yang luar biasa, meraih penghargaan sebagai salah satu pahlawan utama.

Pada perang Uhud, keganasan dari Hamzah juga ditunjukkan disini, beliau berperang bagaikan singa yang sedang mengamuk.

Menyusup ke tengah barisan pasukan musyrikin tanpa mengenal rasa takut dan tanpa ada tandingannya. Sehingga orang-orang yang berani dari pihak lawan diubahnya menjadi seperti daun-daun kering yang berterbangan terbawa angin.

Peranannya yang signifikan terutama terlihat dalam mengatasi para pembawa bendera musuh. Dia terus maju dan mengejar pemimpin musuh, hingga akhirnya gugur di garis depan.

Ini bukanlah kematian semata dalam duel, melainkan dia meninggal seperti seseorang yang tulus terbunuh di tengah malam yang kelam.

Kisah ini diceritakan oleh Wahsy bin Harb, sang pembunuh Hamzah, dengan suara sendiri. Awalnya, ia adalah seorang budak yang dimiliki oleh Jubair bin Muth’im. Saat paman Jubair, Thu’aimah bin Adi, tewas dalam Pertempuran Badr, Wahsy telah menjadi bagian dari sejarah pribadinya.

Baca Juga:  Ketika Kasih Sayang Rasulullah SAW Diuji: Kisah Zaid bin San'ah, Pendeta Masuk Islam Setelah Mencekik Nabi

Pada saat pasukan Quraisy bersiap untuk berangkat ke Uhud, Jubair menyampaikan kepadanya sebuah tugas berat, “Jika kamu mampu membunuh Hamzah, paman Muhammad, sebagai pembalasan atas kematian pamanku, maka kau akan meraih kemerdekaan.”

Dengan semangat perang yang berkobar, dia bergabung dengan pasukan. Seorang penduduk Habasyah, keahliannya dalam melontarkan tombak kecil merupakan kemampuan yang tak bisa dianggap enteng. Jarang sekali dia meleset dari sasaran, seperti yang umumnya dimiliki oleh orang-orang Habasyah.

Saat pertempuran pecah, tekadnya mengarahkannya pada pencarian Hamzah. Akhirnya, bayangan keberadaan Hamzah terlihat di tengah kerumunan, seperti singa yang lincah dan tak terhentikan. Saksi-saksi mengkonfirmasi bahwa tak seorang pun mampu bertahan dari terjangan Hamzah.

Dengan tekad bulat, dia bersiap-siap menjadi sasaran, berlindung di balik batu atau pohon untuk mendekatinya.

Namun, kejadian tak terduga terjadi ketika Siba’ bin Abdul Uzza tiba lebih dulu, mendatangi Hamzah sebelum dia bisa melakukannya. Seketika Hamzah menyabetkan pedangnya, tepat mengenai kepala Siba.

Tombak kecil telah berada dalam genggaman tangannya. Setelah merasa situasinya memungkinkan, tombak itu dilepaskan dengan tepat mengenai bagian bawah perut Hamzah, menembus hingga ke selangkangannya.

Dengan tubuh yang limbung, Hamzah melangkah ke arahnya, hingga akhirnya tersungkur di tanah. Ia menunggu beberapa saat, memastikan bahwa lawannya benar-benar telah tiada. Barulah kemudian, ia mendekati jasad Hamzah dan menarik keluar tombaknya.

Baca Juga:  Kisah Lucu Para Sahabat Nabi Ketika Kelaparan

Setelah itu, langkahnya membawanya kembali ke tenda, duduk di sana tanpa memiliki kepentingan lain. Pembunuhan Hamzah dilakukan dengan satu tujuan: agar ia bisa meraih kemerdekaan. Dan ketika tiba di Makkah, harapannya terwujud dengan pembebasannya.

Kematian Hamzah bukan hanya kehilangan besar bagi Nabi Muhammad, tetapi juga untuk seluruh umat Islam.

Pengorbanannya menjadi inspirasi bagi generasi-generasi berikutnya, menegaskan pentingnya keberanian, kejujuran, dan kesetiaan dalam menghadapi cobaan hidup. [] Sholihul Abidin

Editor: Mohammad Rizal Ardiansyah

Related Posts

Latest Post