Berdiri selama 4 Abad, Ini Asal-Usul Masjid Jami Tua Palopo

Masjid Tua Palopo
Sejarah Masjid Tua Palopo (Instagram.com/@_indonesiaheritage - Almuhtada.org)

Melewati 4 abad, Masjid Jami Tua Palopo bertahan menjadi salah satu bukti jejak peradaban islam di Sulawesi Selatan.

Meski telah berdiri selama 419 tahun, Masjid Jami Tua di Palopo, Sulawesi Selatan, masih berdiri dengan kokoh. Masjid ini merupakan hasil rancangan arsitek Toraja bernama Pong Mante.

Asal usul Pong Mante, sang arsitek, masih menjadi misteri. Namun, banyak yang menduga bahwa ia berasal dari suku Toraja karena menggunakan marga “Pong” yang lazim digunakan di Sulawesi Selatan oleh suku Toraja.

Menurut Pemangku Adat Kedatuan Luwu, Maddika Bua Andi Syaifuddin Kaddiraja, gelar “Pong” umumnya terkait dengan suku Toraja di Sulawesi Selatan.

Dugaan bahwa Pong Mante adalah orang Toraja diperkuat oleh kehadiran ukiran di beberapa bagian Masjid Jami Tua, mengingat hanya suku Toraja yang memiliki keahlian dalam mengukir batu di Sulawesi Selatan.

Tidak ada catatan sejarah yang pasti mengenai asal usul Pong Mante, sehingga terdapat beberapa versi lain mengenai latar belakangnya.

Penjaga Masjid Jami Tua, Usman Abdul Malla, berpendapat bahwa arsitektur masjid ini berasal dari Tiongkok dan menyebutnya sebagai Fung Mante.

Fung Mante, menurut Usman, adalah seorang saudagar Tiongkok yang datang ke Tana Luwu untuk berdagang. Dia kemudian ditunjuk oleh Datu Luwu ke-16, Pati Pasaung, untuk merancang pembangunan Masjid Tua Jami Palopo karena keahliannya sebagai arsitek.

Baca Juga:  Peran Politik Perempuan dalam Sejarah Peradaban Islam

Kuatnya dugaan bahwa Fung Mante berasal dari Tiongkok terkait dengan unsur budaya Tiongkok yang terlihat dalam konstruksi Masjid Jami Tua Palopo.

Masjid ini memiliki keunikan dalam pembangunannya karena memadukan tiga unsur budaya: Bugis, Jawa, dan Tiongkok.

Arsitek sanggup menggabungkan ketiga unsur budaya ini secara harmonis dalam beberapa bagian masjid. Misalnya, atap segitiga dengan dua atap trapesium adalah ciri budaya Jawa yang mirip dengan masjid-masjid peninggalan Wali Songo di Demak.

Sementara itu, nuansa Bugis terlihat dengan banyaknya jendela di dinding, menyerupai rumah panggung tradisional suku Bugis. Masjid juga terdiri dari tiga unsur yang mencerminkan tiga lapisan dalam bangunan, sesuai filosofi rumah panggung Bugis: atap, tiang pusat (alliri posi’), dan dinding.

Unsur budaya Tiongkok tercermin dalam kaligrafi yang terukir di dinding mihrab, yang konon diukir langsung oleh Fung Mante. Meskipun sudah mulai pudar, kaligrafi Tiongkok ini adalah jejak budaya yang menarik dalam Masjid Jami Tua Palopo. [] Risqie Nur Salsabila

Editor: Mohammad Rizal Ardiansyah

Related Posts

Latest Post