Oleh : Zahrotuz Zakiyah
Sering kita ketahui di sekitar kita, seperti halnya orang yang menasihati kepada orang lain, atau lebih familiarnya ketika orang tua menasihati anaknya. Mungkin hal itu suatu yang wajar bagi kita, karena memang hak orang tua adalah menasihati anaknya. Apakah kita akan melawan atau marah kepada orang tua kita? Sedangkan apa yang kita lakukan memang seharusnya ditegur. Mungkin dari diri kita hanya diam dan menggerutu dalam hati. Beda halnya jika orang lain yang menegur. Apa yang akan terjadi pada diri kita?
Hal ini lebih sering terjadi pada anak pesantren, dimana yang didalamnya terdapat santri dengan paut umur yang berbeda-beda. Sering terjadi ketika senior atau yang dikenal lebih lama tinggal di pesantren, ketika mereka sedang menasihati seorang santri baru, dan dimana santri baru tersebut malah berani membantah hingga terjadi bantah-membantah. Disitulah yang harus kita ketahui, mengapa terjadi hal seperti itu?
Sadar atau tidak sadar, kita yang beranjak semakin dewasa pasti berfikir untuk bisa menasihati adik-adik dibawah kita tanpa melihat apakah diri kita sudah pantas untuk menasihati mereka? Walaupun tidak semua nasihat itu harus kita lakukan terlebih dahulu. Jika nasihat tersebut memang baik dan harus disampaikan, maka sampaikan dengan baik.
Namun di dalam hal ini, yang dipermasalahkan adalah sebuah nasihat yang kecil namun bermanfaat. Seperti contoh, kita menasihati agar adik-adik rajin dalam melaksanakan sholat berjamaah dan mengaji, atau tidak kita menasihati adik-adik agar mengikuti peraturan yang telah ditetapkan dan tidak membangkang pengurus pesantren. Sedangkan pada diri kita, melaksanakan sholat pun ditunda-tunda, mengaji pun menjadi urusan akhir, dan lebihnya para senior berani membantah pengurus. Lantas, apakah santri baru akan mengikuti dan melakukan apa yang telah kita nasihat? Pastinya hanya sebagian, selebihnya mereka pun membantah, karena mereka juga dapat perfikir. Yang ada dalam fikiran mereka adalah “orang mbak itu aja seperti itu, kita kan ngikut mbak-mbaknya”. Dan itulah yang menyebabkan mereka berani membantah, atau tidak mereka diam namun tak menuruti apa nasihat kita.
Dari hal ini, cobalah kita menyadari diri kita sendiri sebelum kita menasihati orang lain, atau setidaknya kita mencoba merubah diri lebih baik, agar orang yang kita nasihati dapat mengambil hikmah atau mencontoh apa yang ada pada diri kita.
Penulis adalah Mahasantri Pesantren Riset Al-Muhtada dan Mahasiswa Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang.