Oleh
Emi Rahmawati
Buku ini ditulis oleh Koentjaraningrat yang merupakan Guru Besar ilmu antropologi pada Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Perguruan Tinggi Hukum Militer dan Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian. Koentjaraningrat lulus sarjana muda di Universitas Gadjah Mada atau UGM pada tahun 1950. Penulis mendapat gelar MA dalam antropologi dari Yale University di Amerika Serikat (1966), dan gelar Doctor Antropologi dari Universitas Indonesia (1958). Tahun 1976 penulis mendapat gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Utrecht di negeri Belanda tepatnya pada perayaan Dies Natalis ke-340 universitas tersebut. Penulis pernah menjadi research associate pada University of Pittsburgh di Amerika Serikat. Karyanya sampai sekarang meliputi lebih dari 80 buah buku dan karangan yang diterbitkan di dalam maupun di luar negeri.
Buku ini disusun atas dorongan yang berawal dari sebuah pertemuan dengan cendekiawan dalam diskusi tentang masalah pembangunan atau pada kursus-kursus penataran yang diselenggarakan oleh berbagai konsorsium, lembaga nasional atau departemen. Berkali-kali penulis dihadapi pertanyaan-pertanyaan sekitar masalah aspek-aspek kebudayaan dan mantelitet dari pembangunan kita. Berasal dari hal ini penulis mengerti bahwa ternyata ada suatu prhatian yang besar terhadap masalah-masalah kebudayaan dan pembangunan dalam kalangan yang luas dan hal tersebut mendorong penulis untuk menulis karangan yang sebenarnya merupakan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dalam daftar wartawan.
Terdapat 25 pertanyaan yang menjadi sub judul dalam buku ini, diantaranya adalah “Apakah orientasi vertikal Itu cocok dengan pembangunan?” Dijelaskan dalam buku ini terdapat tiga sifat-sifat kelemahan dari mentalitas kita yang baru timbul dalam zaman sesudah revolusi. Nilai-nilai budaya ini terlampaui banyak terorientasi vertikal terhadap pembesar, orang-orang berpangkat tinggi, dan orang-orang tua dan senior. Ketiga sifat kelemahan itu ialah: sifat tidak percaya pada diri sendiri, sifat tak berdisiplin ilmu, dan sifat mentalitas yang suka mengabaikan tanggung jawab sendiri.
Penelitian yang pernah diakukan penulis, sifat tak percaya kepada diri sendiri tampak memburuk terutama di antara golongan orang yang hidup di kota, lain dengan petani karena jaln kehidupan oetani sudah ditentukan dengan mantap. Sikap tak percaya terhadap diri sendiri yang memburuk ini adalah suatu konsekuensi dari serangkaian kegagalan, terutama dalam bidang usaha pembangunan, yang dialami oleh bangsa Indonesia dalam zaman post-revolusi. Di zaman kolonial nilai budaya itu telah menimbulkan rasa kekurangan akan kemampuan sendiri, dibandingkan dengan kum penjajah. Orang Indonesia seringkali lebih percaya pendapt orang asing dibanding pendapat ahli bangsa sendiri. Sebaliknya banyak pula orang Indonesia yang secara berlebihan menentang orang asing sebagai kompensasi untuk menutupi rasa kurang harga diri.
Sifat yang kedua adalah sifat tak berdisiplin murni yang merupakan salah satu pangkal dari banyaknya masalah sosial-budaya yang sekarang kita hadapi. Tidak sedikit orang Indonesia terutama golongan perkotaan hanya berdisiplin karena takut akan pengawasan dari atasan. Saat pengawasan itu kendor atau tidak ada sanksi-sanksi yang mengikatnya, maka hilanglah hasrat dalam jiwa untuk mentaati peraturan-peraturan. Mungkin sifat itu juga disebabkan karena dalam pola pengasuhan dan didikan anak-anak Indonesia secara tradisional, anak dibiarkan berkeliaran mencari alunan hidupnya sendiri tanpa ada pengaturan waktu sehari-hari yang ketat.
Sifat tak bertanggung jawab juga menjadi salah satu kelemahan mentalitas. Sifat ini terutama ada di kalangan pegawai dan priyayi. Di mana pegawai memiliki beban yang dinaungi dalam pekerjaanya. Di zaman kolonial dulu, orang diajar bertanggung jawab, dan banyak pula orang pada saat itu menunjukan rasa tanggung jawab akan pekerjaannya. Meskipun memang rasa tanggung jawab itu didasarkan pada rasa takut pada senior atau sanksi sebagai konsekuensinya. Tanggung jawab dalam mentalitas manusia ditanamkan dengan sanksi-sanksi, yang sebaliknya tergantung oada norma-norma tertentu. Sikap tidak bertanggung jawab ini disebabkan karena kurangnya pendidikan dan kematangan watak. Manusia yang berasal dari suatu kalangan yang kurang memperhatikan pendidikan biasanya menunjukan sikap tidak bertanggung jawab. Generasi-generasi tua zaman kolonial sifat itu pada sebagian memang sudah merasuk dalm jiwa, tetapi pada sebagian yang lain hanya ada pada lahirnya saja.
Buku ini menjelaskan bagaimana nilai budaya dalam kaitannya dengan mentalitas pembangunan manusia Indonesia pada masa post-revolusi. Kelemahan mentalitas bangsa ini disebabkan dari sifat yang ada pada kebanyakan kaum perkotaan. Kurangnya kesadaran, tanggung jawab, serta kedisiplinan akan berdampak pada mentalitas pembangunan bangsa yang saat ini mulai menunjukan banyak permasalahan. Buku ini cocok dibaca siapapun, terutama bagi kaum terpelajar. Di dalamnya mengajarkan akan tanggung jawab, kedisiplinan, dan rasa percaya diri yang kurang diperhatikan. Merupakan tanggungjawab bagi kaum terpelajar untuk menguatkan sikap itu untuk membawa perubahan bagi bangsa. Kalimat yang disajikan penulis, mudah dipahami pembaca, tidak banyak menggunakan bahasa asing. Tetapi terlalu banyak pengulangan kalimat yang pada intinya memuat makna yang sama, sehingga terkesan seolah berputar-putar isinya. Kemudian dalam kalimatnya menggunakan beberapa kata yang tidak baku.
Judul Buku: Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan
Penulis: Koentjaraningrat
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta
Cetekan Kedelapanbelas: Agustus 1997