Almuhtada.org – Perubahan zaman membuat kita harus menghadapi hal-hal baru yang mungkin terasa asing sebelumnya.
Hal ini tak lepas dari dampak globalisasi yang memudahkan untuk bertukar informasi, teknologi, hingga budaya maupun tradisi, sehingga tak heran jika kebiasaan masyarakat pun mulai bergeser karena cenderung terbuka dengan perkembangan zaman.
Namun sayangnya, kurangnya dalam memfilter hal-hal yang datang dari luar seringkali membuat kita kehilangan jati diri bahkan sampai menormalisasikan sesuatu yang seharusnya tidak dianggap normal.
Seperti yang kita tahu bahwa Indonesia adalah negara dengan muslim terbesar di dunia, mayoritas masyarakatnya memeluk agama Islam, tapi nampaknya kini banyak dari umat Islam yang mulai terbiasa bahkan menganggap normal dengan budaya luar yang mana hal tersebut termasuk dalam kategori kemaksiatan dalam agama Islam dan jelas dilarang oleh syari’at.
Fenomena ini dikenal dengan istilah Ilful Ma’shiyah yakni istilah bahasa Arab yang artinya normalisasi maksiat.
Nrmalisasi maksiat adalah penyakit yang membuat perilaku dosa dan maksiat menjadi dianggap biasa dan normal, sehingga orang tidak lagi merasa bersalah atau takut akan dosa.
Hal ini dapat mengakibatkan lemahnya iman, hilangnya rasa berdosa, dan meningkatnya kecenderungan untuk melakukan dosa dan maksiat. Dalam sebuah hadits yang berbunyi
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا أَخْطَأَ خَطِيئَةً نُكِتَتْ فِى قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فَإِذَا هُوَ نَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ وَتَابَ سُقِلَ قَلْبُهُ وَإِنْ عَادَ زِيدَ فِيهَا حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ وَهُوَ الرَّانُ الَّذِى ذَكَرَ اللَّهُ ( كَلاَّ بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ) »
Dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Seorang hamba apabila melakukan suatu kesalahan, maka dititikkan dalam hatinya sebuah titik hitam. Apabila ia meninggalkannya dan meminta ampun serta bertaubat, hatinya dibersihkan.
Apabila ia kembali (berbuat maksiat), maka ditambahkan titik hitam tersebut hingga menutupi hatinya. Itulah yang diistilahkan “ar raan” yang Allah sebutkan dalam firman-Nya (yang artinya), ‘Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka’.
Mujahid rahimahullah mengatakan, “Hati itu seperti telapak tangan. Awalnya ia dalam keadaan terbuka dan jika berbuat dosa, maka telapak tangan tersebut akan tergenggam.
Jika berbuat dosa, maka jari-jemari perlahan-lahan akan menutup telapak tangan tersebut. Jika ia berbuat dosa lagi, maka jari lainnya akan menutup telapak tangan tadi. Akhirnya seluruh telapak tangan tadi tertutupi oleh jari-jemari.”
Dari penjelasan diatas amatlah jelas bahwa kemaksiatan akan membuat hati tertutup, apalagi sampai menormalisasikan maksiat, inilah yang membuat manusia semakin terjerumus, jika maksiat saja sudah dianggap normal maka tidak ada rasa takut dan malu dalam melakukannya, karena hal tersebut baginya lumrah.
Kondisi ini dapat menggerogoti iman seseorang karena apa yang telah dilarang dalam agama dapat dengan mudah dilanggar.
Bahkan lebih parahnya lagi hal ini amat berdampak bagi generasi Islam selanjutnya, mereka akan terbiasa dengan anggapan normal perbuatan maksiat yang memicu kemunduran umat Islam itu sendiri.
Sikap kita terhadap fenomena tersebut yakni dengan semakin memperdalam pemahaman mengenai agama dan syariat Islam disertai implementasi dalam kehidupan sehari-hari dan menanamkan keimanan serta tegas terhadap kemungkaran agar fenomena normalisasi maksiat tidak semakin menjadi-jadi dan bahkan lebih baiknya lagi ketika kita dapat menjadi agent-agent yang mampu menunjukkan wajah dan identitas Islam yang sesungguhnya. [] Hanum Salsabila
Editor: Mohammad Rizal Ardiansyah