almuhtada.org – Sholat berjamaah merupakan ibadah fardhu yang memiliki keutamaan istimewa, yakni pahalanya 27 kali lipat dari sholat munfarid. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits:
صَلَاةُ الْجَمَاعَةِ تَفْضُلُ صَلَاةَ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً
Artinya: “ Shalat berjamaah melampaui shalat sendirian dengan (mendapatkan) 27 derajat ” (HR Bukhari).
Hadits ini menunjukkan shalat berjamaah melampaui shalat munfarid dengan keunggulan 27 shalat. Dengan begitu orang yang melaksanakan shalat berjamaah jika dibandingkan dengan orang yang melaksanakan shalat munfarid terlampau selisih 27 shalat.
Oleh karenanya, sholat berjamaah sangat dianjurkan untuk dilakukan. Namun, di beberapa keadaan, barangkali kita pernah menjumpai orang yang sedang sholat berjamaah, akan tetapi beda niat dengan imam. Yang demikian itu, apakah diperbolehkan ?
Hukum Sholat Berjamaah dengan Imam yang Beda Niat
Hukum berjamaah dengan Imam yang beda niatnya itu diperbolahkan atau tetap sah, namun hukumnya makruh menurut sebagian ulama. Hal ini karena adanya perbedaan niat antara imam dan makmum dapat menimbulkan keraguan terhadap kesempurnaan jamaah.
Contoh praktik keadaan ini yaitu :
- ketika kita sedang safar (bepergian) sehingga akan melakukan sholat jamak kemudian bermakmum kepada imam yang muqim atau sebaliknya.
- ketika bermakmum kepada imam yang sedang mengqadha sholat atau sebaliknya,
- ketika bermakmum kepada imam yang sedang shalat sunnah atau sebaliknya.
Syarat Sah Sholat Berjamaah
Salah satu syarat sahnya sholat berjamaah adalah adanya kesesuaian susunan gerakan sholat antara imam dengan makmum, meskipun jumlah rakaatnya berbeda – Boleh jumlah rakaatnya sama atau jumlah rakaat sholat imam lebih sedikit. Sehingga apabila makmum yang sedang mengqasar sholat tidak diperbolehkan bermakmum kepada imam yang muqim, karena jumlah rakaat sholat imam lebih banyak daripada makmum. Makmum harus mengikuti jumlah rakaat imam yang muqim, yaitu 4 rakaat. Makmum hanya bisa menjamak sholatnya saja jika imamnya adalah muqim, jumlah rakaat sholatnya sama-sama 4 rakaat.
Apabila jumlah rakaat imam lebih sedikit, misalnya imamnya adalah musafir dan melakukan sholat qasar, maka makmumnya yang muqim tidak ikut salam ketika imam salam, akan tetapi dia melanjutkan berdiri untuk menyempurnakan menjadi 4 rakaat.
Kemudian, disunnahkan bagi imam musafur tadi untuk berseru kepada makmum yang muqim seperti ini: “Sempurnakanlah shalat kalian (menjadi empat rakaat) karena saya adalah musafir (yang membolehkan qashar bagi saya)”. Seruan semacam ini boleh dilakukan sebelum takbiratul ihram atau sesudah salam agar makmum yang muqim tadi memahami bahwa qasarnya imam bukan karena lupa.
Penjelasan Ulama
Penjelasan lebih lanjut mengenai hal ini dapat ditemukan dalam karya Imam Ibnu Hajar al-Haitami:
و يصح (القضاء خلف) مصلي (الأداء وعكسه، والفرض خلف) مصلي (النفل وعكسه)؛ لاتفاق النظم في الجميع، والانفراد هنا أفضل؛ خروجاً من الخلاف؛ لأنه -وإن كان ضعيفاً ولم يقتض الكراهة- يؤثر نقصاً في الصلاة، فالصلاة منفرداً -من حيث كونها متفقاً على صحتها- أفضل منها جماعة مع وجود الخلاف فيها
Artinya, ” Makmum yang mengqadha shalat sah ntuk bermakmum kepada orang yang sedang menunaikan shalat pada waktunya (shalat ada’), begitu pula sebaliknya. Demikian pula, boleh orang yang menunaikan shalat fardhu bermakmum kepada orang yang sedang shalat sunnah, dan sebaliknya; karena semua itu memiliki kesesuaian dalam susunan (tata cara) shalat. Namun, shalat sendirian dalam keadaan seperti ini lebih utama, sebagai bentuk kehati-hatian terhadap adanya perbedaan pendapat. Sebab meskipun perbedaan itu lemah dan tidak sampai menimbulkan hukum makruh, tetap saja dapat mengurangi kesempurnaan shalat. Maka, shalat sendirian, karena disepakati keabsahannya, lebih utama daripada shalat berjamaah yang masih diperselisihkan keabsahannya. “ (Said bin Muhammad Ba’ali Baisan, Busyrol Karim, [Jeddah, Darul Minhaj : 2004 M] halaman 349).
Dengan demikian, hukum berjamaah dengan imam yang berbeda niatnya adalah sah, akan tetapi makruh dilakukan. Sebab terdapat perbedaan pendapat ulama. Sehingga ketika dalam keadaan yang sudah disebutkan di atas, dianjurkan untuk sholat munfarid untuk menghindari perbedaan pendapat ulama yang menyatakan sholat tersebut tidak sah. [ ] Nihayatur Rif’ah











