almuhtada.org – Dalam ajaran Islam, menjaga akal merupakan salah satu prinsip utama dalam syariat. Segala hal yang dapat merusak fungsi akal dilarang, termasuk khamr atau minuman beralkohol. Meskipun sebagian orang menganggapnya sebagai hiburan, Islam memandang khamr sebagai sumber keburukan yang besar.
Allah SWT telah memperingatkan bahaya minuman keras melalui firman-Nya dalam QS. Al-Baqarah ayat 219:
يَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِۗ قُلْ فِيْهِمَآ اِثْمٌ كَبِيْرٌ وَّمَنَافِعُ لِلنَّاسِۖ وَاِثْمُهُمَآ اَكْبَرُ مِنْ نَّفْعِهِمَاۗ
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah, ‘Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Akan tetapi, dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya.’”
Ayat ini menegaskan bahwa walaupun khamr bisa memberi manfaat duniawi, dampak negatifnya jauh lebih besar. Selain merusak akal, minuman keras juga sering menjadi pemicu tindakan kejahatan, kekerasan, dan kerusakan moral dalam masyarakat.
Pengharaman khamr kemudian ditegaskan secara mutlak dalam QS. Al-Maidah ayat 90:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu beruntung.”
Larangan ini menunjukkan bahwa khamr bukan hanya dosa pribadi, tetapi juga perbuatan yang mengandung unsur kejahatan sosial.
Salat Peminum Khamr Tidak Diterima Selama 40 Hari
Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan Ahmad dan Al-Mundziri, Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ شَرِبَ الْخَمْرَ لَمْ تُقْبَلْ صَلَاتُهُ أَرْبَعِينَ يَوْمًا، إِنْ تَابَ تَابَ اللَّهُ عَلَيْهِ، وَإِنْ عَادَ عَادَ اللَّهُ عَلَيْهِ
Artinya: “Barangsiapa yang meminum khamr, maka shalatnya tidak akan diterima selama empat puluh hari. Jika ia bertaubat, maka Allah akan menerima taubatnya. Namun jika ia mengulanginya, Allah akan menimpakan siksaan yang lebih berat.”
Para ulama menjelaskan bahwa makna “shalatnya tidak diterima” bukan berarti shalatnya batal, melainkan tidak memperoleh pahala selama empat puluh hari sebagai bentuk hukuman moral. Shalat tetap wajib dilakukan karena menjadi kewajiban yang tidak gugur, tetapi tanpa ganjaran pahala hingga ia benar-benar bertaubat.
Imam An-Nawawi dalam Syarah Sahih Muslim menulis:
“Adapun tidak diterimanya shalatnya, berarti tidak ada pahala baginya di dalamnya, meskipun hal itu sudah cukup untuk menggugurkan kewajibannya dan tidak perlu mengulanginya.”
Larangan khamr bukan hanya bentuk pengendalian diri, tetapi juga perlindungan terhadap akal, kesehatan, dan moral manusia. Islam ingin agar umatnya hidup dalam kesadaran penuh, menjaga kehormatan diri, serta beribadah dengan hati yang bersih dan jiwa yang tenang.
Wallahu’alam. [Risqie Nur Salsabila Ilman]











