Meme Sebagai Bahasa Baru, Bagaimana Perkembangannya?

Ilustrasi meme (Pinterest.com - almuhtada.org)

almuhtada.org – Istilah meme diperkenalkan oleh Richard Dawkins dalam buku The Selfish Gene (1976). Dawkins meminjam istilah dari bahasa Yunani mimema yang berarti “sesuatu yang ditiru”. Ia mendefinisikan meme sebagai unit informasi budaya yang menyebar melalui imitasi, mirip dengan cara gen diwariskan secara biologis. Bentuk awal meme dapat berupa lagu rakyat, pepatah, gaya pakaian, atau tradisi yang bertahan karena terus ditiru.

Namun, internetlah yang mengubah wajah meme secara drastis. Konsep yang awalnya abstrak kini menjelma ke dalam gambar, video, dan teks singkat yang mudah direproduksi. Meme tidak lagi sekadar konsep budaya, melainkan simbol visual yang dapat menyeberang batas bahasa dan negara.

Evolusi Meme di Era Digital

Awal mula meme digital dapat ditelusuri pada forum daring seperti 4chan dan Something Awful, dengan contoh klasik seperti “LOLcats” dan “Rickroll”. Perkembangan media sosial kemudian mempercepat penyebarannya. Menurut Shifman (2013) dalam Journal of Computer-Mediated Communication, internet meme adalah kombinasi teks dan gambar yang dimodifikasi secara kolaboratif oleh banyak orang, sehingga menciptakan komunikasi yang partisipatif.

Valensise dkk. (2021) bahkan menemukan bahwa meme berevolusi mengikuti pola mirip biologi: muncul variasi, diseleksi sesuai konteks sosial, lalu direproduksi secara massal. Meme yang relevan akan bertahan, sementara yang tidak relevan akan cepat hilang.

Fungsi Sosial Meme

  1. Kritik Sosial dan Politik
Baca Juga:  Thaharah Sebagai Kunci Kebersihan Jiwa dan Raga dalam Kehidupan Seorang Muslim

Meme menjadi alat satir yang efektif. Pesan politik yang kompleks dapat disampaikan dalam satu gambar dengan teks singkat, menjadikannya populer pada masa kampanye atau protes.

  1. Identitas Komunitas

Meme sering menjadi bahasa internal kelompok daring. Memahami referensi meme tertentu dapat menunjukkan keanggotaan dalam komunitas atau generasi tertentu.

  1. Ekspresi Emosi

Meme menyederhanakan perasaan kompleks menjadi simbol visual yang mudah dipahami. Sebuah ekspresi wajah atau potongan film dapat mewakili suasana hati lebih jelas daripada penjelasan panjang.

Tantangan dan Dampak Negatif

Meski menjadi sarana komunikasi kreatif, meme juga menimbulkan persoalan. Zannettou dkk. (2018) menunjukkan bahwa komunitas daring tertentu menggunakan meme untuk menyebarkan ujaran kebencian dan propaganda ekstremis. Selain itu, penyederhanaan isu serius ke dalam bentuk lelucon dapat menurunkan kualitas diskusi publik.

Masalah hak cipta juga kerap muncul. Karena meme sering menggunakan karya visual yang dimodifikasi tanpa izin, terdapat perdebatan mengenai batas antara kreativitas dan pelanggaran etika digital.

Meme sebagai Bahasa Baru

Mengapa meme layak disebut bahasa baru? Pertama, ia menggunakan simbol dan kode yang dipahami secara kolektif. Kedua, ia bersifat universal. Ketiga, meme bersifat partisipatif: makna dibentuk, diubah, dan diperkaya oleh komunitas daring.

Dengan sifat ini, meme memenuhi fungsi bahasa: menyampaikan pesan, membangun identitas, serta menciptakan interaksi sosial. Ia terus beradaptasi dengan tren global, isu politik, maupun budaya pop, menjadikannya bagian penting dari komunikasi kontemporer.

Baca Juga:  Percaya pada Rencana Allah di Tengah Ketidakpastian Akan Masa Depan

Meme berawal dari konsep budaya Dawkins hingga kini berkembang menjadi fenomena global di era internet. Ia berfungsi sebagai sarana hiburan, kritik sosial, bahkan simbol identitas kolektif. Dengan kemampuan menyampaikan pesan secara cepat, ringkas, dan partisipatif, meme layak disebut sebagai bahasa baru masyarakat digital.

Namun, perkembangan ini juga menghadirkan tantangan, seperti potensi penyalahgunaan untuk propaganda, penyederhanaan isu kompleks, serta persoalan etika hak cipta. Oleh karena itu, literasi digital menjadi kunci agar meme dapat dimanfaatkan secara positif, kreatif, dan reflektif.[Ikmal Setiawan]

Related Posts

Latest Post