Almuhtada.org – Pada zaman Walisongo, agama Islam telah menyebar secara masif dan berkembang luas di bumi Nusantara, khususnya pulau Jawa. Kala itu, masih terdapat daerah pedalaman yang belum terjamah oleh Islam sehingga masyarakatnya masih menganut agama dan kepercayaan nenek moyang (animisme dan dinamisme) atau Hindu-Budha.
Terdapat salah satu tokoh ulama yang dulunya merupakan tumenggung tersohor Kerajaan Demak yaitu Kiai Hasan Munadi. Pada saat itu, Kerajaan Demak masih dipimpin oleh Sultan Fatah.
Kiai Hasan Munadi memutuskan meninggalkan jabatannya tersebut agar bisa fokus berdakwah dan menyebarkan agama Islam di daerah kaki Gunung Ungaran, tepatnya di Desa Nyatnyono, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang.
Nama asli Kiai Hasan Munadi adalah Bambang Kertonadi. Penamaan Kiai Hasan Munadi ini merupakan sebuah julukan yang sematkan oleh Sunan Ampel kepadanya saat berkunjung ke Kerajaan Demak.
Beliau dikenal memiliki suara azan yang merdu ketika masih menjabat di Kerajaan Demak. Dalam bahasa Arab, hasan yang berarti bagus, sedangkan munadi artinya orang yang azan.
Sebagai ulama berpengaruh di sekitar Gunung Ungaran, Kiai Hasan Munadi dikenal sebagai seorang pemimpin yang pemberani, bijaksana, dan mandraguna. Beliau tergolong sangat tekun, ikhlas, dan penuh kesabaran dalam mengajarkan nilai-nilai keislaman kepada masyarakat setempat agar beribadah kepada Allah SWT.
Jejak peninggalan Kiai Hasan Munadi yang masih eksis hingga kini, yakni Masjid Subulussalam. Masjid inilah yang menjadi pusat pengajaran serta saksi bisu penyebaran Islam di Desa Nyatnyono serta wilayah sekitar kaki Gunung Ungaran.
Terdapat empat pilar tiang saka tatal yang diambil dari bahan kayu jati pembangunan Masjid Agung Demak serta mimbar kayu yang masih dipertahankan kendati masjid telah dilakukan renovasi atau pemugaran.
Kiai Hasan Munadi konsisten berdakwah di daerah tersebut hingga akhir hayatnya. Beliau dimakamkan di Desa Nyatnyono di samping makam anaknya, yakni Kiai Hasan Dipuro. Hingga kini, kedua makam tersebut masih dibanjiri oleh para peziarah yang datang dari berbagai kota di pulau Jawa bahkan luar pulau.
Setiap malam Jumat atau saat Haul pada tanggal 20 Ramadhan biasanya akan dipadati oleh ribuan peziarah. Di sepanjang jalan menuju area makam terdapat beberapa ruko yang menjajakan berbagai oleh-oleh makanan dan minuman khas setempat, suvenir, dan lain sebagainya. Para peziarah juga bisa beristirahat sejenak di warung-warung yang senantiasa buka 24 jam sehari. [] Mohammad Fattahul Alim
Editor : Moh. Aminudin