Menikah di Waktu yang Tepat: Kapan Kita Benar-Benar Siap?

Ilustrasi Menikah di Waktu yang Tepat (Freepik.com - Almuhtada.org)

Almuhtada.org – Menikah adalah salah satu fase yang paling penting dalam kehidupan manusia. Menikah bukan hanya sekadar menyatukan dua individu, tetapi juga merupakan ibadah sakral yang dianjurkan oleh Rasulullah yang memiliki kemampuan untuk melaksanakannya.

Sering kali kita mendengar kalimat ‘menikah harus dilakukan di waktu yang tepat’. Lalu, kapan sebenarnya waktu yang tepat untuk menikah ?

Menikah itu sifatnya kasuistik, artinya tergantung pada kondisi seseorang. Setiap individu memiliki waktu yang berbeda-beda untuk memulai perjalanan hidup ini. Berapa usia dan timeline yang pas untuk menikah, diri sendirilah yang tahu.

Menikah bukanlah langkah yang diambil karena sudah tidak memiliki urusan apa-apa dalam hidup, seperti seorang perempuan yang merasa keputusasaan akibat tidak lagi bersekolah, atau seseorang yang memiliki mindset bahwa menikah adalah solusi dari segala persoalan hidup.

Sebaliknya, menikah adalah fase yang harus dipersiapkan dengan matang, tidak hanya dari segi fisik, tetapi juga mental dan finansial. Menikah adalah saat di mana kita sudah siap menghadapi ombak kehidupan, memiliki tujuan hidup yang jelas, dan mampu memahami pasangan dengan baik.

Baca Juga:  Abu Lubabah, Kisah Penyesalan dan Penebusan Dosa Sahabat Nabi

Oleh karena itu, persiapan untuk menikah harus melibatkan kesiapan untuk berbagi tanggung jawab, bukan sekadar memenuhi kebutuhan pribadi. Hukum menikah bisa sunnah, makruh, mubah, maupun haram. Berikut penjelasannya.

Sunnah

Tidak asing lagi dengan kalimat ‘menikah adalah sunnah Rasulullah’. Hukum asal nikah adalah sunah bagi seseorang yang memang sudah mampu untuk melaksanakannya sebagaimana hadits Nabi:

يا معشر الشباب من استطاع منكم الباءة فليتزوج، فإنه أغض للبصر وأحصن للفرج، ومن لم يستطع فعليه بالصوم، فإنه له وجاءٌ

Artinya: “Wahai para pemuda, jika kalian telah mampu, maka menikahlah. Sungguh menikah itu lebih menenteramkan mata dan kelamin. Bagi yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa bisa menjadi tameng baginya.”

Makruh

Hukum menikah menjadi makruh apabila seseorang memiliki alasan yang menyebabkan hak dan kewajibab dalam pernikahan tidak dapat tertunaikan. Contohnya, apabila seorang laki-laki yang belum sanggup untuk menafkahi istri dan keluarganya. Jika seseorang belum siap secara finansial, maka menikah dalam kondisi tersebut dapat menimbulkan kesulitan bagi kedua belah pihak.

Mubah

Hukum menikah menjadi mubah apabila seseorang memiliki kemampuan untuk menafkahi istri dan keluarganya dengan baik. Menikah pada kondisi ini menjadi lebih utama jika seseorang tidak sedang terikat dengan kewajiban yang lain, seperti tidak sedang menuntut ilmu atau tidak sedang membangun karier atau bisnis.

Haram

Hukum menikah menjadi haram apabila seseorang mempunyai kewajiban lain yang lebih mendesak, misalnya seorang laki-laki yang memiliki hutang dan bisa berdampak buruk kepada keluarganya apabila tidak segera dilunasi. Hal ini senada dengan firman Allah SWT Surat An-Nur ayat 33:

وَلْيَسْتَعْفِفِ الَّذِينَ لَا يَجِدُونَ نِكَاحاً حَتَّى يُغْنِيَهُمْ اللَّهُ مِن فَضْلِه

Artinya: “Dan orang-orang yang tidak mampu menikah, hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sampai Allah memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya.”

Baca Juga:  Refleksi berdasarkan nilai islam karakter Obito Uchiha dalam anime Naruto

Dengan demikian, pernikahan bukan hanya sekadar sebuah langkah yang diambil berdasarkan waktu atau usia, tetapi juga sebuah keputusan yang melibatkan kesiapan dari berbagai aspek kehidupan.

Oleh karena itu, penting untuk mempersiapkan diri secara matang sebelum melangkah ke jenjang pernikahan, agar pernikahan tersebut dapat berjalan dengan baik dan memberikan kebahagiaan serta keberkahan dalam hidup. [] Nihayatur Rif’ah

Related Posts

Latest Post