Almuhtada.org – Kitab Nushushul Akhyar merupakan salah satu karya ulama kharismatik Indonesia asal Sarang Rembang yakni KH. Maimoen Zubair atau lebih dikenal dengan panggilan “Mbah Moen”.
Kitab ini terdiri atas 23 halaman yang terbagi menjadi delapan fasal. Kitab ini mengkaji mengenai puasa dan ifthor (berbuka puasa) serta hal-hal yang berkaitan dengan keduanya.
Kitab ini selesai ditulis oleh pada hari Sabtu, 28 Maret 1998 atau bertepatan tanggal 1 Dzulhijjah 1418 H. Kitab Nushushul Akhyar ditulis sebagai bentuk respon KH. Maimoen Zubair terhadap polemik perbedaan penetapan waktu awal puasa Ramadhan dan dua Hari Raya Islam yaitu Idul Fitri dan Idul Adha yang terjadi di Indonesia.
Polemik diatas seringkali terjadi di antara dua ormas Islam terbesar yaitu Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Bahkan setiap tahunnya hampir terjadi perbedaan dalam penetapan awal mulainya puasa Ramadhan atau Hari Raya Idul Fitri.
Hal ini terjadi mengingat kedua ormas tersebut menggunakan standar dan metode penentuan awal bulan hijriyah yang berbeda. Nahdlatul Ulama menggunakan metode rukyatul hilal, sedangkan Muhammadiyah lebih berfokus pada metode hisab.
Hasil penentuan kedua metode tersebut tidak jarang terjadi perbedaan satu sama lain sehingga menimbulkan kebingungan dan kegaduhan di antara umat muslim di tanah air.
Adanya klaim pembenaran secara sepihak atas dalil yang digunakan juga semakin memperkeruh suasana yang sedang terjadi.
Kondisi inilah yang menjadi kegelisahan Mbah Moen dan mendorongnya untuk menyusun kitab Nushushul Akhyar, terlebih ketika terjadi dualisme di tubuh NU antara PBNU dan PWNU Jawa Timur saat penetapan Idul Fitri 1418 H.
Kitab Nushushul Akhyar menyajikan dalil-dalil Al-Qur’an dan Hadist serta pendapat alim ulama mengenai puasa, metode rukyatul hilal, dan hal-hal yang berhubungan dengan proses penentuan awal bulan dalam kalender hijriyah.
Pendapat pakar fikih juga dicantumkan guna sebagai referensi dalam menyikapi perbedaan penentuan hari raya tersebut.
Mbah Moen mengajak seluruh umat Islam di tanah air khususnya agar menjunjung tinggi persatuan dalam penentuan puasa dan hari raya dan segala hal yang berkaitan dengan syiar Islam.
Beliau menegaskan bahwa keputusan pemerintah (ulil amri) atau dalam hal ini yaitu Kementerian Agama mengenai penetapan hilal merupakan keputusan yang mengikat dan wajib ditaati oleh umat muslim.
Beliau juga menegaskan bahwa keluar dari segala perbedaan tersebut merupakan perkara sunah agar bisa terhindar dari polemik maupun konflik antar sesama muslim.
Pentingnya menjaga keharmonisan dan kerukunan dalam kehidupan sosial bermasyarakat menjadi prinsip Mbah Moen agar bangsa Indonesia tetap menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan dan mencegah terjadinya konflik yang justru bisa memecah belah umat manusia. [] Mohammad Fattahul Alim
Editor: Mohammad Rizal Ardiansyah