Almuhtada.org – Pernahkah terbayang di kepalamu, wahai teman, bahwa sepiring jengkol goreng yang baunya menusuk hidung bisa jadi cerminan keikhlasan? Ya, ini bukan sekadar gurauan, tapi kisah nyata dari seorang penguasa Sufi legendaris, Bayezid Bistami.
Bayezid terkenal dengan kedalaman ilmu dan sikap zuhudnya. Suatu hari, seorang murid mengiriminya sepaket jengkol goreng, makanan yang bagi sebagian orang aromanya sungguh tak tertahankan. Bayezid menerimanya dengan senang hati, dan tanpa sungkan ia santap jengkol itu sambil khusyuk berzikir.
Muridnya, yang tak tega melihat gurunya menyantap makanan kurang sedap itu, menghampiri Bayezid dengan wajah cemas. “Guru,” ujarnya, “mengapa Tuan menyantap jengkol? Bukankah aromanya tak enak dan rasanya pun pahit?”
Bayezid tersenyum. “Anakku,” jawabnya, “keikhlasan itu bagaikan penyantap makanan. Ia tak mempedulikan rasa dan aroma, selama makanan itu halal dan baik untuk tubuhnya. Begitu pula dengan hati yang ikhlas, ia berserah diri kepada Allah, menerima apapun yang diberikan-Nya dengan senang hati, meski itu pahit dan berat.”
Kisah Bayezid dan jengkol ini mengajarkan kita tentang inti sari keikhlasan. Keikhlasan bukan sekadar kata, tapi tindakan. Ia bukan tentang kenyamanan semata, tapi tentang penyerahan diri total kepada Allah. Ibarat jengkol, mungkin jalan hidup tak selalu manis dan sesuai selera. Terkadang kita dihadapkan pada ujian dan tantangan yang aromanya menusuk keikhlasan kita.
Namun, seperti Bayezid, mari kita belajar menerima semuanya dengan lapang dada, bersyukur atas setiap takdir, dan mengikhlaskan setiap langkah. Ingatlah, wahai kawan, bahwa pahitnya cobaan takkan bertahan selamanya. Justru dari situlah, iman kita diuji, jiwa kita ditempa, dan keikhlasan kita benar-benar bersinar.
Jadi, kapan pun kamu merasa hidupmu terasa seperti sepiring jengkol, jangan khawatir. Justru ini saatnya untuk menguji seberapa kuat keikhlasanmu. Santaplah pahitnya dengan penuh rasa syukur, karena di baliknya tersimpan hikmah dan kemanisan yang tak terduga. Dan percayalah, Allah takkan pernah membebani hamba-Nya melebihi kemampuannya.
Nah, teman-teman, itulah renungan Sufi tentang keikhlasan yang semoga bisa kita jadikan bekal di perjalanan hidup ini. Jangan lupa, jaga iman, tabur kebaikan, dan teruslah ikhlas dalam melangkah. [] Moh. Aminudin
Editor: Mohammad Rizal Ardiansyah