Almuhtada.org – Siapakah Ir. Sholah Athiyah ini? mengapa wafatnya beliau menggemparkan kairo, mesir dan pemakamannya dihadiri lebih dari setengah juta orang?
Di Mesir ada satu kota kecil bernama Tafahna Al-Asyraf. Kota ini merupakan kota kecil yang sepi. Namun atas perjuangan seseorang bernama Sholah Athiyah kota ini menjadi salah satu kota masyhur di Mesir.
Ada seorang pemuda miskin di kampung itu yang bernama Sholah Athiyah. Bahkan, Â saat masih kuliah ia hanya mempunyai satu celana panjang. Ia kuliah di salah satu jurusan pertanian. Setelah selesai ia dan delapan rekannya bersepakat untuk memulai usaha unggas dan perkebunan.
Bermulai dari sebuah kampung kecil bernama Tafahna Al-Asyraf. Distrik Mit Ghamr, Provinsi Daqaliah Mesir, ada 9 orang sarjana miskin lulusan fakultas pertanian. Lalu mereka pun sepakat berencana usaha peternakan unggas, sembari mencari mitra ke-10.
Namun mereka terkendala modal, maka dengan sekuat tenaga mereka mencari dengan menjual tanah, perhiasan istri hingga dengan meminjam. Meskipun tidak banyak terkumpul, namun modal yang didapat mencukupi untuk memulai usaha dalam bidang peternakan unggas.
Lalu siapa mitra ke-10?
Satu dari mereka berkata yatu Ir. Sholah, aku sudah menemukan mitra ke-10 kita. Siapa?, tanya teman-temannya. Allah Jawab Ir. Sholah.
Allah akan menjadi mitra kita yang ke-10. Allah akan mendapatkan 10% dari keuntungan, dengan perjanjian Allah akan memberikan perlindungan dan pemeliharaan, serta keamanan dari penyakit dan wabah pada unggas-unggas kita.
Akhirnya, mereka pun bersepakat. Setelah itu kontrak kerjasama secara rinci ditulis dan dicatatkan ke notaris, lengkap dengan bagian mitra ke-10 tersebut.
Tak disangka, bisnis mereka langsung meroket jauh setelah berjalan 1 musim. Hal yang diluar dari yang mereka bayangkan sebelumnya.
setelah itu mereka pun bersepakat untuk menambah jatah mitra ke-10 mereka menjadi 20% pada musim ke-2 dan begitu seterusnya hingga mitra ke-10 mendapatkan 50%. Lalu bagaimana keuntungan mitra ke-10 dialokasikan?
Keuntungan mitra ke-10 dialokasikan dengan membuat sekolah dasar islam putra, lalu lanjut putri. Kemudian sekolah menengah putra lalu putri. Tambah lagi madrasah aliyah putra lalu putri. Keuntungan terus mengalir sampai akhirnya dibentuklah baitul maal.
Mereka pun mengajukan kepada pemerintah untuk membangun universitas di kampung tersebut. Awalnya ditolak dengan alasan tidak adanya akses bagi para mahasiswa. Tak berapa lama, mereka pun mengajukan pembangunan universitas kembali, yang lengkap dengan stasiun kereta beserta jalurnya menuju universitas di kampung itu dengan biaya mandiri.
Akhirnya permintaan tersebut disetujui dan pertama dalam sejarah Mesir, berdirilah sebuah universitas di perkampungan kecil. Semakin berkembang dibangun juga fakultas ke-2, ke-3, ke-4 hingga asrama putri dengan kapasitas 600 kamar. Lalu asrama putra dengan kapasitas 1000 kamar. Tiket kereta api pun di gratiskan untuk memudahkan transportasi menuju kampung tersebut.
Tak cukup hanya itu, alokasi mitra ke-10 juga digunakan untuk membangun baitul maal berikutnya. Hal ini menyebabkan sampai hilang kemiskinan di daerah tersebut. Program ini selanjutnya diduplikasi ke kampung-kampung lainnya. Â bisa dikatakan tak ada kampung yang disinggahi Ir. Sholah kecuali akan dibangun baitul maal untuk warga.
Bantuan juga diberikan untuk fakir miskin dan para janda. Selain itu, para pemuda yang tidak memiliki pekerjaan juga dididik untuk mengelola perkebunan sayur secara mandiri, bahkan sampai mereka dapat mengekspor produk mereka ke negara tetangga.
Pada saat panen raya, seluruh penduduk kampung dikirim paket sayur. Di hari pertama setiap bulan ramadhan diadakan buka puasa bersama seluruh kampung, mereka memasak dan hadir dilapangan yang dipenuhi beraneka ragam makanan yang lezat. Disiapkan juga perabotan untuk gadis-gadis yatim yang ingin menikah. Ini semua merupakan sedikit dari banyaknya kebaikan yang dilakukan Ir. Sholah Athiyah.
Hingga pada akhirnya disepakatilah keuntungan perusahaan 100% semua untuk Allah. Ir. Sholah yang pada awalnya adalah salah satu mitra usaha, berubah menjadi karyawan Allah. Dia hanya menerima gaji, namun dita memberikan persyaratan kepada tuhannya, yaitu agar membuatnya hanya butuh kepadanya dan hanya meminta kepadanya.
Inilah sosok Ir. Sholah Athiyah, milyader kairo mesir, sang dermawan, aktor utama kisah menakjubkan ini. Keikhlasannya membuat ia sama sekali menolak terkenal di media massa dan apalagi medsos seperti saat ini. Kini, meski orang yang melibatkan Allah dalam bisnisnya ini telah wafat, terbayang seluruh amal jariyahnya yang selalu mengalir untuknya. MasyaAllah
Lalu, akankah ini hanya menjadi sebatas kisah saja? atau menjadi teladan bagi kita untuk mengikuti jejaknya?
Sebagai insan kita patut meneladaninya dalam beberapa aspek, antara lain bahwa dalam bekerja selalu menjadikan Allah sebagai tempat satu-satunya kita meminta dan berserah diri serta bahwa kita sangat membutuhkan ridha-nya. [] Sahaki
Editor: Mohammad Rizal Ardiansyah