Almuhtada.org – Sahabat muslim, kita sebagai manusia adalah makhluk sosial. Tentu tidak dapat dipungkiri bahwa setiap hari kita akan berinteraksi dengan banyak orang.
Baik secara langsung maupun tidak langsung interaksi pasti terjadi. Dalam berinteraksi harus ada etika yang harus diterapkan. Hal tersebut untuk meminimalisir menyakiti hati orang lain baik secara sengaja maupun tidak di sengaja
Salah satu hal yang menyebabkan menyakiti hati orang lain adalah perkataan kita. Terkadang, tidak kita sadari perkataan kita menyinggung hati orang lain sehingga menimbulkan kemurkaan.
Lambat Laun, hubungan sosial semakin merenggang bahkan menimbulkan permusuhan. Padahal kita sesama makhluk ciptaan Allah SWT, harus saling berhubungan dengan baik, saling tolong menolong, dan saling toleransi.
Untuk menghindari terjadinya permusuhan tersebut hal yang harus kita lakukan adalah menjaga lisan. Ada pepatah mengatakan “Mulutmu Harimaumu”. Pepatah tersebut adalah peringatan untuk kita agar senantiasa menjaga lisan kita.
Sedikit kesalahan kita dalam berkata dapat berakibat fatal, sebagaimana hadist yang berbunyi إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مَا يَتَبَيَّنُ مَا فِيهَا يَهْوِي بِهَا فِي النَّارِ أَبْعَدَ مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ
Arti dari hadist tersebut adalah “Sesungguhnya seorang hamba benar-benar mengucapkan kata-kata tanpa dipikirkan yang menyebabkan dia tergelincir ke dalam neraka yang jaraknyaa lebih jauh antara timur dan barat.” (HR. Bukhari Muslim).
Dari hadist tersebut, dapat diambil sebuah ibrah bahwa dalam berkata harus dipikirkan terlebih dahulu. Pertimbangkan perkataan kita, siapa tau hal yang bagi kita biasa saja atau lelucon justru menyakiti perasaan orang lain. Lebih baik diam dari pada berkata yang dapat merusak hubungan sesama manusia.
Berbicara seperlunya saja sesuai yang dicontohkan Rasulullah dalam hadist nya yang diriwayatkan imam Bukhori مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُت
Arti dari hadist tersebut “Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berbicara yang baik atau diam” (HR. Bukhari). Hadist tersebut adalah hadist shohih, sebagaimana pendapat Imam Nawawi.
Oleh karena itu dapat dipertegas bahwa kita tidak pantas berbicara kecuali berbicara yang baik dan jelas-jelas mengandung maslahat. Bila diragukan kemaslahatannya, maka diam adalah langkah yang utama untuk dilakukan.
Selain menjaga perkataan kita kepada orang lain, kita harus menjaga hati kita. Jaga kesucian hati kita untuk memikirkan hal-hal yang baik dan jauhkan dari hal-hal yang negatif. Hati yang baik menimbulkan hubungan yang baik juga.
Karena pada hakikatnya jati diri seorang manusia dilihat dari hati, perilaku dan pola pikirnya. Dalam Al-Qur’an surat Asy-Syu’ara ayat 88–89 yang memberikan petunjuk bahwa hati manusia harus senantiasa bersih.
يَوْمَ لا يَنْفَعُ مَالٌ وَّلا بَنُوْن
اِلاَمَنْ اَتَى اللّٰهَ بِقَلْبٍ سَلِيْمٍ ؕ
Artinya adalah (yaitu) pada hari (ketika) harta dan anak-anak tidak berguna, [88].kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih, [89].
Kesimpulannya sebagai sesama makhluk tuhan, kita adalah makhluk sosial yang setiap hari nya akan berinteraksi satu sama lain. Ketika berinteraksi diperlukan etika diantaranya menjaga lisan.
Selain itu, kita harus menjaga hati kita agar selalu positif. Output dari menjaga lisan dan hati adalah terciptanya hubungan yang baik sesama manusia. [] Laili Mukrimatin
Editor: Mohammad Rizal Ardiansyah