Almuhtada.org – Dalam tahun ke lima hijriyah, terjadi perang Bani Musthaliq. Orang-orang Bani Musthaliq berkumpul untuk memerangi orang-orang Islam.
Rasulullah keluar dan melawan Bani Musthaliq dengan tentara yang berjumlah banyak, melebihi kaum Bani Musthaliq sehingga Rasulullah dan kaum Muslimin dapat mengalahkan Bani Musthaliq. Seluruh orang Islam menalawan Bani Mustholiq.
Baik, laki-laki, perempuan, janda, orang tua, anak-anak dan bahkan harta benda melakukan perlawanan kepada Bani Mustholiq. Dari pihak Bani Mustholiq ada sepuluh orang mati terbunuh dalam peperangan, sedangkan lainnya ditawan.
Salah satu tawanan-tawanan tersebut terdapat perempuan yang bernama Barrah. Barrag adalah anak kepala suku Bani Musthaliq yang kemudian dinikahi oleh Rasulullah. Kemudian Barrah diganti namanya oleh Rasulullah dengan nama Juwairiyah.
Ketika orang-orang Bani Musthaliq mendengar bahwa anak dari rajanya menerima untuk menikah dengan Rasulullah, kemudian mereka semua memutuskan untuk mengikuti Juwairiyah yaitu masuk Islam, dan menjadi pembela bagi umat Islam, setelah mereka memusuhi orang orang Islam.
Dalam tahun ke lima hijriyah pula, keuarlah Rasulullah beserta kedua istrinya yaitu Aisyah dan Ummu Salamah—Hindun bin Abi Umayyah.
Di tengah perjalanan kembalinya Rasulullah, kedua istrinya dan bala tentara, Aisyah pergi sendiri untuk berhajat. Ketika sudah selesai dan kembali ke tempat semula, Aisyah menyadari bahwa kalungnya hilang. Kemudian Aisyah kembali ke tempat ia berhajat untuk mencarinya.
Setelah ditemukan, ia kembali, tapi naas ternyata bala tentaranya sudah pergi mendahuluinya. Saat itu, ia pun mengantuk hingga tertidur di tengah jalan.
Di saat yang bersamaan, Shafwan bin Mu’atthal berjalan di belakang bala tentara untuk mencari cari barang yang ketinggalan. Ketika sampai ditempat Aisyah, ia melihat Aisyah sedang tidur di jalan, lalu ia pun mendudukkan dan turun dari untanya. Lalu ia menikkan Aisyah tanpa mengucapkan sepatah katapun kepada Aisyah. Kemudian Shafwan menuntun untanya hingga bertemu bala tentara di depan.
Karena hal ini banyaklah orang menyangka jahat kepada Shafwan, kemudian Abdullah bin Ubay pemimpin orang munafik menyebarkan berita bohong bahwa Aisyah telah berselingkuh dan melakukan zina dengan Shafwan bin Mu’atthal, hingga Rasulullah pun ragu-ragu tentang hal ini dan merasa sakit hati. Sampai turunlah Q.S An-Nur ayat 11 tentang kebersihan dari Aisyah yang berbunyi :
اِنَّ الَّذِيْنَ جَاۤءُوْ بِالْاِفْكِ عُصْبَةٌ مِّنْكُمْۗ لَا تَحْسَبُوْهُ شَرًّا لَّكُمْۗ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَّكُمْۗ لِكُلِّ امْرِئٍ مِّنْهُمْ مَّا اكْتَسَبَ مِنَ الْاِثْمِۚ وَالَّذِيْ تَوَلّٰى كِبْرَهٗ مِنْهُمْ لَهٗ عَذَابٌ عَظِيْمٌ
Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu (juga). Janganlah kamu mengira berita itu buruk bagi kamu bahkan itu baik bagi kamu. Setiap orang dari mereka akan mendapat balasan dari dosa yang diperbuatnya. Dan barangsiapa di antara mereka yang mengambil bagian terbesar (dari dosa yang diperbuatnya), dia mendapat azab yang besar (pula).”
Maka Rasulullah merasa gembira dan disampaikanlah berita kebohongan dakwaan itu kepada Aisyah. Beliau memerintahkan supaya orang-orang yang menyebarkan berita bohong itu dijilid (dipukul dengan cemeti) sebanyak 80 kali. Mereka itu ada tiga orang yaitu Hamnah binti Jahsyi, Mistah bin Utsatsal, dan Hassan bin Tsabit. [] Rani Alfina Rohmah