Almuhtada.org – Hidup di era globalisasi yang segala sesuatu mudah sekali diekspos, membuat manusia berlomba-lomba untuk menunjukkan jati dirinya, salah satu platform yang biasa digunakan yakni media sosial.
Melalui media sosial semua orang bahkan di seluruh dunia dapat mengetahui aktivitas kita melalui konten yang diunggah. Mulai dari kontek edukasi, kuliner, traveling, hingga berita politik sekalipun.
Melalui media sosial kita dapat berinteraksi dan bertukar informasi dengan siapapun, kapanpun, dan di manapun.
Namun, sayangnya, tidak semua penghuni sosial media bijak dalam menggunakannya, terlebih kita sebagai umat Islam yang mana segalanya telah diatur dalam syari’at.
Tak jarang kita menemukan saudara sesama muslim yang tidak segan untuk mengumbar aib, aurat, dan keburukannya di media sosial.
Mereka telah kehilangan rasa malu yang merupakan salah satu dari cabang iman. Sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, Rasulullah SAW bersabda:
َاْلإِيْمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُوْنَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّوْنَ شُعْبَةً، فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ اْلأَذَى عَنِ الطَّرِيْقِ، وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ َاْلإِيْمَانُ.
Artinya: “Iman mempunyai enam puluh cabang. Cabang yang paling tinggi adalah perkataan ‘Lâ ilâha illallâh,’ dan yang paling rendah adalah menyingkirkan duri (gangguan) dari jalan. Dan malu merupakan salah satu cabang Iman.” (HR. Imam Al Bukhari No 9).
Hadist di atas telah menunjukkan bahwa rasa malu amatlah penting dan harus dimiliki oleh setiap orang yang mengaku beriman, bahkan dalam hadits lain disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al Hakim, ia berkata:
, اَلْـحَيَاءُ وَ اْلإِيْمَانُ قُرِنَا جَمِـيْعًا ، فَإِذَا رُفِعَ أَحَدُهُمَا رُفِعَ اْلاَ خَرُ
Artinya: “Iman dan malu merupakan pasangan dalam segala situasi dan kondisi. Apabila rasa malu sudah tidak ada, maka iman pun sirna.” (HR. Al Hakim).
Tapi, temen-temen…, malu yang dimaksud bukanlah malu untuk berbuat kebaikan, berprestasi, dan menjalankan syari’at Islam, malu dalam hal ini adalah malu untuk berbuat, menunjukkan, bahkan menyebarkan segala sesuatu yang seharusnya tidak boleh ditunjukkan.
Seperti yang dikatakan dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Mas’ûd ‘Uqbah bin ‘Amr al-Anshârî al-Badri radhiyallâhu ‘anhu ia berkata:
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ مِمَّا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلاَمِ النُّبُوَّةِ الأُوْلَى، إِذَا لَمْ تَسْتَحِ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ. رواه البخاري
Artinya: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya diantara yang didapat manusia dari kalimat kenabian yang pertama ialah: ‘Jika engkau tidak malu, berbuatlah sesukamu.’” (HR. Bukhari No. 3483).
Oleh karena itu, sebagai muslim yang hidup di zaman globalisasi harus bijak dalam mengunggah konten di media sosial, karena kita hidup di akhir zaman yang mana fitnah semakin merajalela.
Alangkah baiknya jika kita memelihara rasa malu baik di dunia Maya maupun nyata agar terhindar dari keburukan. [] Hanum Salsabila
Editor : Moh. Aminudin