almuhtada.org – Halo sobat almuhtada! Sebagai manusia mungkin seringkali berdoa dengan janji untuk berharap sesuatu terjadi. Misalnya “Kalau aku lulus ujian, aku akan puasa tiga hari.” Nah inilah yang disebut dengan “nazar” yang berarti sebuah janji kepada Allah yang mengikat.
Kata nazar sendiri berasal dari “nazartu” yang berarti “aku berniat” atau “aku berjanji”. Nazar dapat dikatakan sah ketika seseorang secara sadar mengucapkannya dengan niat untuk mendekatkan diri kepada Allah. Jika janji itu berkaitan dengan ibadah puasa maka ketika keinginan terkabul, seseorang wajib untuk melaksanakan. Puasa yang dilakukan bukan bersifat sunnah melainkan kewajiban yang harus ditunaikan.
Dalam Al-Qur’an Surah Al-Insan ayat 7 Allah berfirman:
يُوْفُوْنَ بِالنَّذْرِ وَيَخَافُوْنَ يَوْمًا كَانَ شَرُّهٗ مُسْتَطِيْرًا ٧
Artinya: “Mereka memenuhi nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana.”
Ayat ini menggambarkan contoh seseorang beriman yang bukan hanya bernazar, tetapi juga berkomitmen untuk menunaikannya. Naazar bukan pernyataan berharap namun merupakan bagian dari ibadah yang serius di hadapan Allah.
Puasa nazar termasuk dalam ibadah bersifat khusus yang tidak bisa ditunaikan sembarangan. Seseorang yang bernazar untuk berpuasa tiga hari setelah lulus, maka ia wajib berpuasa tiga hari jika kelulusannya benar-benar terjadi.
Jika tidak menunaikan, maka ia berdosa. Bahkan ada yang berpendapat, jika seseorang lupa berapa hari yang dinazarkan maka ia tetap harus mengira-ngira dengan sungguh-sungguh dan melaksanakannya sebaik mungkin.
Lalu bagaimana jika seseorang tidak mampu melaksanakan karena sakit?
Jika seseorang tidak mampu melaksanakan puasa karena sakit atau halangan, maka ada kewajiban membayar kafarat sesuai ketentuan seperti memberi makan orang miskin.
Dengan begitu berhati-hatilah dalam berucap, terkhususnya bernazar. Jangan terburu-buru berjanji kepada Allah hanya karena emosi atau keinginan sesaat. Renungkanlah baik-baik, apakah diri ini siap menepatinya? Jika iya, maka tunaikan dengan ikhlas, karena itu adalah bentuk penghambaan.
Namun jika ragu lebih baik tidak bernazar. Diriwayatkan dari abu Hurairah Ra bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya nazar tidak akan mendekatkan apapun yang tidak ditakdirkan oleh Allah kepada anak keturunan Adam. Akan tetapi nazar itu sejalan dengan takdirnya, sehingga dengan nazar itu menjadikan si kikir terpaksa mengeluarkan sesuatu yang sebenarnya tidak ingin ia keluarkan” (Hadist Riwayat: Muslim 1640, An-nawawi 11/265).
Maka dari itu puasa nazar bukan hanya soal menahan lapar tapi tentang menepati janji kepada Allah Yang Maha Mendengar. Janji janji itu ada kesungguhan, tanggung jawab, dan kedewasaan iman. [Neha Puspita Arum]