Jenis-jenis Sastra dari Zaman Awal Islam Ternyata Bukan Hanya Syair, Apa Saja?

almuhtada.org – Telah kita ketahui bahwa sastra Arab telah berkembang sebelum datangnya agama Islam. Namun dengan datangnya Islam terjadi perubahan mendasar.

Sebelum Islam sastra Arab berkembang mengikuti tradisi lisan dan sedangkan sesudahnya sastra tulis yang berkembang, kendati tidak dengan senirnya sastra lisan mati.

Pada abad ke-12 M bentuk puisi ini dikembangkan oleh penyair Mesir Syekh al-Busiri menjadi puji-pujian kepada Nabi Muhammad s.a.w (al-mada`ih al-nabawiya).

Karya Syekh al-Busiri yang masyhur hingga kini dan dibacakan hampir dalam setiap perayaan maulid di berbagai pelosok Dunia Islam ialah Qasidah al-Burdah.

Penerimaan terhadap agama Islam di kalangan bangsa Arab pada mulanya memang tidak banyak membawa perubahan terhadap perkembangan sastra Arab, juga tidak banyak memberi perubahan terhadap sifat-sifat, watak dan tabiat bangsa Arab.

Baca Juga:  Membunuh Cicak itu Anjuran,Lantas Mengapa Cicak di Ciptakan?

Lagi pula pada masa awal sejarah Islam, kesusastraan berkembang agak lambat. Hal ini terjadi karena banyaknya peperangan yang dihadapi kaum Muslimin yang begitu menguras tenaga kaum Muslimin sehingga tidak memberi peluang bagi kaum terpelajarnya, termasuk penyair, untuk memikirkan masalah-masalah kesenian dan kesusastraan.

Pada awal abad ke-7 M, setelah Rasulullah wafat dan kepemimpinannya diganti oleh khalifah yang empat, satu-satunya bentuk kegiatan penulisan yang berkembang ialah penyusunan dan penulisan mushaf al-Qur’an.

Kendati demikian sebenarnya pada masa ini telah muncul beberapa penyair yang kreatif. Di antaranya ialah penyair-penyair yang disebut golongan mukhdramain, artinya penyair yang hidup dalam dua zaman, yaitu zaman Jahiliyah dan zaman Islam.

Di antara mereka telah terdapat penyair yang menulis karya-karya yang dipengaruhi ajaran dan sejarah perkembangan Islam. Syair-syair yang mereka tulis kebanyakannya merupakan rekaman sejarah awal perkembangan agama Islam, khususnya perjuangan Nabi Muhammad dan para sahabatnya.

Walaupun sikap hidup penyairmukhdramain ini secara umum tidak berubah setelah memeluk agama Islam, namun karangan mereka cukup penting karena nilai sejarah yang dikandungnya.

Di antara penyair mukhdramain itu terdapat orang yang dekat dengan Rasulullah seperti Hasan bin Tsabit, Ka`aab bin Zubair, Ka`ab bin Malik dan Labid bin Rabi`ah.

Hasan bin Tsabit misalnya sering mendampingi Nabi dan tampil dalam perdebatan dengan para penyair yang gemar merendahkan dan mengejek agama Islam.

Bersama-sama Labid bin Rabi`ah, Hasan bin Tsabit dianggap sebagai perintis penulisan sajak-sajak pujian kepada Nabi Muhammad.

Perubahan besar dalam perkembangan sastra Arab terjadi setelah munculnya penulisan mushaf al-Qur’an, yaitu pada masa kepemimpinan khalifah Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib.

Kegiatan penulisan mushaf al-Qur’an ternyata memberi pengaruh besar dan bermakna bagi perkembangan sastra Arab. Pengaruh langsung dari kegiatan tersebut ialah berkembangnya kajian terhadap teks kitab suci, terutama dari segi bahasa dan sastra.

Semenjak itu orang Arab juga mulai giat mengumpulkan puisi lama dan cerita lisan warisan nenekmoyang mereka. Gaya bahasa dan puitika al-Qur’an kemudian semakin menarik perhatian para penyair Arab yang pada gilirannya kelak mempengaruhi corak penulisan puisi dan karangan prosa mereka.

Dalam tradisi Arab, puisi disebut manzun, yaitu komposisi (nazm) yang bahasanya terikat pada pola rima dan sajak. Prosa disebut mantsur, yaitu gubahan yang bahasanya longgar, tidak terikat pada pola rima dan aturan persajakan tertentu.

Dari segi tema, amanat dan coraknya sastra Arab baru ini pun berbeda dari sastra Arab lama. Pada masa ini para sastrawan mulai mengaitkan sastra dengan adab, bahkan menyebut sastra sebagai adab, yaitu sikap dan perbuatan yang didasarkan pada akhlaq dan sopan santun.

Adab juga dihubungkan dengan tingginya tingkat pendidikan dan pengetahuan yang dicapai oleh seorang penulis, serta kedewasaan dan kematangan pandangan hidup mereka. Sastra lebih dari itu. Ia juga merupakan karangan yang menyajikan kearifan dan gagasan-gagasan penting kehidupan termasuk moral, al-hikmah dan spiritualitas.

Perubahan itu juga tampak dalam bahasa yang digunakan. Kaya-karya baru yang dihasilkan oleh penulis Muslim ini lebih halus, sedangkan isinya lebih universal. Isinya pun tidak mendalam, sering hanya berkaitan dengan masalah-masalah sensual.

Biasanya sajak-sajak seperti itu bisa menyulut sengketa dan permusuhan antar kabilah. Beberapa syair sengaja ditulis untuk menghina kabilah musuh. Untuk keperluan itu maka setiap kabilah mesti memiliki penyair andalan, yang setiap diharapkan dapat menulis syair-syair berisi jawaban terhadap syair ejekan dari kabilah lain.

Apabila pada masa sebelumnya prosa tidak berkembang, karena kecintaan pada puisi yang mendalam, maka setelah agama Islam datang, prosa mulai bertunas dan memainkan peranan yang tidak kecil dalam adab dibanding syair.

Tokoh yang dipandang sebagai penulis prosa paling awal dalam sejarah sastra Arab ialah Ali bin Abi Thalib (600-601 M). Dalam sejarah Islam, tokoh Ali bin Abi Thalib merupakan pemuda Arab pertama yang memeluk agama Islam.

Dia adalah menanti Nabi dan terkenal sebagai orang yang berani membela Islam dan sangat terpelajar pula. Ketika Rasulullah masih hidup, dia pernah diberi tugas menjadi pengumpul wahyu yang diterima Nabi.

Karya Ali bin Abi Thalib yang masyhur sebagai karangan prosa pertama yang indah dalam sastra Arab ialah Nahj al-Balaghah (Jalan Terang). Kitab ini merupakan kumpulan khotbah, peribahasa, kata-kata mutiara dan surat-surat bernilai sastra.

Dia menggantikan Usman bin Affan sebagai khalifah al-rasyidin keempat dan sekaligus khalifah terakhir. Sebuah syairnya dituliskan pada banyak batu nisan makam raja-raja Pasai dan Malaka pada abad ke-14 dan 15 M.

Keduanya penulis nasarin, yaitu elegi atau sajak-sajak sedih. Kesedihan yang sering mengilhami syairnya biasanya ialah kematian orang yang dekat dengan penyair.

Nasarin memang merupakan bentuk syair yang digemari oleh para penyair Arab zaman permulaan. Banyaknya peperangan yang terjadi dalam sejarah awal perkembangan Islam, mendorong lahirnya banyak syair seperti ini.[]Idha Fitri Nuril Layliyah

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Related Posts

Latest Post