Almuhtada.org – Brand Tupperware tentunya sudah tidak asing lagi ditelinga kita, apalagi bagi anak-anak kelahiran 2000. Bahkan ada istilah “kalau kamu menghilangkan Tupperware emak, pasti akan dimarahi”, ya ini memang nyata dan terjadi pada beberapa anak saat itu.
Tupperware merupakan produk peralatan dapur seperti wadah makan dan minuman, brand ini sangat digemari oleh ibu-ibu pada masanya karena kualitasnya yang bagus dan inovatif serta harganya yang lumayan mahal. Sehingga tidak heran jika ada seorang anak yang menghilangkan atau merusak Tupperware milik ibunya pasti akan dimarahi.
Brand ini sangat melekat kuat penggunaannya dikalangan ibu-ibu, mereka sangat menggemari penggunaan produk ini. Kadang kala kepemilikan Tupperware juga menunjukkan kelas sosial seseorang.
Sekilas tentang sejarahnya, brand ini pertama kali diperkenalkan oleh seorang ahli kimia bernama Earl S. Tupper pada tahun 1946 di Massachusetts, Amerikan Serikat. Earl S. Tupper melakukan banyak riset tentang plastik yang bisa digunakan sebagai peralatan dapur kala itu, yang kemudian menjadi cikal bakal hadirnya tupperware.
Pada awal peluncurannya tupperware tidak langsung digemari begitu saja, perusahaan ini bahkan menghadapi stagnasi dalam marketing. Hingga kemudian ada seorang pebisnis wanita bernama Brownie Wise memperkenalkan startegi marketing Tupperware dengan cara “Tupperware Party”.
Startegi Tupperware party adalah marketing dengan cara direct selling atau penjualan langsung, dimana Brownie Wise mengadakan pesta lalu mengundang ibu-ibu. Pada pesta tersebut brownie kemudian memperkenalkan serta mendemonstrasikan penggunaan produk tupperware, yang hasilnya penjualan Tupperware meningkat.
Keberhasilan ini menjadikan Brownie Wise diangkat menjadi wakil presiden pemasaran pada perusahaan Tupperware. Selama beberapa dekade perusahaan ini tetap konsisten dengan strategi tersebut, hingga era digital masuk. Kenyamanan tupperware menggunakan strategi lamanya menjadi boomerang bagi perusahaan ini yang berdampak pada jatuhnya bisnis perusahaan.
Dilansir dari katadata.co.id kebangkrutan tupperware diumumkan pada kamis, 19 september 2024. Perusahaan ini mengalami kerugian selama beberapa tahun terakhir, dilaporkan juga utang perusahaan mencapai Rp. 12,4 triliun.
Runtuhnya perusahaan raksasa ini kemudian menjadi tanda tanya publik, apalagi selama 78 tahun beroperasi tupperware sudah menjadi brand yang sangat lekat dengan ibu rumah tangga. Lalu apa yang menyebabkan perusahaan ini bangkrut?
Jika kita lihat, sederhananya brand ini sangat bergantung terhadap peran ibu-ibu rumah tangga. Apalagi mereka sangat mempertahankan startegi direct selling, hal ini menjadi tidak relevan dengan berkembangnya e-commerce.
Perubahan sistem pemasaran melalui e-commerce merubah gaya hidup ibu-ibu rumah tangga. Mereka tidak minat lagi terhadap penjualan dengan pertemuan, belanja online menjadi pilihan yang efektif dan efisien terutama saat repotnya mengurus rumah. Hal ini menjadi salah satu faktor kegagalan marketing Tupperware.
Lalu kurangnya inovasi pada produk tupperware juga menjadi pemicu brand ini kalah saing dengan kompetitor barunya. Seperti yang kita tahu, kecepatan arus informasi pada era digital sangat kuat. Brand yang belum memiliki nama sekalipun bisa dikenal publik dengan mudah apabila produk tersebut sedang tren dan memiliki keunggulan yang berbeda. Hal tersebut kemudian membuat produk Tupperware kian tersingkirkan
Selain itu, persaingan yang semakin ketat juga membuat Tupperware semakin terjepit. Kegagalan dalam strategi marketing saja sudah membuat brand ini tenggelam ditambah dengan kurangnya inovasi pada produk mereka. Kondisi ini terus berlangsung selama beberapa tahun terakhir yang kemudia membuat Tupperware jatuh dalam kebangkrutan.
Idealnya setiap perusahaan yang ingin menjaga keberlanjutan bisnisnya harus bisa beradaptasi dan berinovasi dengan kemajuan teknologi. Jika perusahaan kurang memperkenalkan brand mereka di marketplace atau media sosial, tentu ini akan menjadi bom waktu bagi sebuah bisnis. Terutama jika tidak agresif dalam stategi digital marketing yang menjadi kunci keberhasilan bisnis pada era sekarang. [Andhika Putri Maulani]
Editor : Aulia Cassanova