almuhtada.org – Nama lengkapnya adalah Jalaluddin Muhammad bin Muhammad al-Balkhi al-Qunawi, atau dikenal meluas sebagai Rumi.
Rumi lahir pada 6 Rabi’ul awal 604 Hijriyah, atau 1207 Mahesi di dalam keluarga terhormat. Dari garis keturunan ibunya, ia adalah keturunan dari sahabat sekaligus menantu Rasulallah yaitu Ali bin Abi Thalib, kemudian dari ayahnya jika dilihat dari nasab ia masih memiliki hubungan darah dengan Sayyidina Abu Bakar.
Jalaludin Rumi adalah pemikir dalam bidang sufi, ia mengajarkan pemikirannya melalui media syair dan prosa.
Karya-karyanya membahas cinta secara universal, di mana dalam pemikirannya ia mengagungkan cinta kepada yang mengadakan cinta. Adapun karakteristik karya-karyanya adalah keterkaitan dengan hubungan manusia dengan Tuhan (Hablumminaallah), hubungan yang mengatur keterikatan antar manusia (Hablumminannas), kemudian adalah hubungan dengan alam sekitar (Hablumminalalam).
Oleh karena bahasannya yang universal karya-karyanya diterjemahkan ke berbagai bahasa seperti Jerman, Italia, dan Cina, dan ia juga pernah menjadi penulis terlaris di Amerika. Tulisannya menunjukkan betapa cerdasnya dia karena hasilnya masih relevan sampai sekarang.
Ia mampu menjelaskan dengan cara yang dapat dipahami oleh semua orang tanpa memandang generasi, budaya, keyakinan, ras, jenis kelamin, dan waktu.
Karya-karyanya bahkan diperdengarkan di gereja, dikutip dan dibacakan di Sinagoga, dipergunakan oleh berbagai kalangan kepercayaan, juga dalam drama dan musikal sekuler di seluruh dunia. Itu menandakan topik universal yang ia bahas masih benar sampai sekarang sehingga dapat dipahami.
Salah satu karyanya adalah Al-Matsnawi al-Maknawi, sebuah buku yang terdiri atas enam jilid. Di dalam buku ini Jalaludin Rumi memaparkan potensi manusia yang begitu besar, seperti salah satu kutipan dari pemikirannya yang terkenal, yakni “You are not a drop in the ocean, you are the entire ocean in a drop.”
Dalam luasnya potensi yang dimiliki, manusia juga adalah tempatnya paradoks. Di dalam buku ini, Rumi mengingatkan salah satu karakteristik dasar yang harus diwaspadai adalah kontradiksi, di mana ketika di dalamnya ada baik maka ada buruk di dalamnya sebagai pembanding.
Kedua itu ketika diramu maka bisa menjadi suatu bentuk optimisme di mana manusia adalah ciptaan yang luar biasa dan memiliki potensi yang ketika jatuh bisa bangkit kembali. Dan dengan potensi itu, kita harus bertindak hati-hati karena di dalamnya boleh tumbuh sebuah kontradiksi. [Muhammad Irbad Syariyah]
Editor: Syukron Ma’mun