Almuhtada.org – Dalam merayakan hari raya pastinya membutuhkan beberapa atribut, baik itu yang hanya digunakan saat hari raya maupun yang dapat berguna di lain hari.
Negara Indonesia yang memiliki penduduk dengan berbagai agama pasti merasakan bagaimana adanya lonjakan penjualan pada saat menjelang hari raya.
Karena mayoritas masyarakat Indonesia adalah muslim, tidak menutup kemungkinan beberapa barang juga dijual oleh orang muslim. Sedangkan terdapat dalil tidak boleh membantu dalam hal melakukan maksiat, seperti Al-Maidah ayat dua.
Dalam kalangan ulama terdapat beberapa perbedaan pendapat. Menurut Imam Malik, menjual atribut untuk merayakan hari raya agama lain diperbolehkan. Abdillah Al Mawaq dalam at-Taj al-Iklil li Mukhtashar Khalil (V/481) mencatat:
وروى ابن القاسم أن مالكا سئل عن أعياد الكنائس فيجتمع المسلمون يحملون إليها الثياب والأمتعة وغير ذلك يبيعون يبتغون الفضل فيها، قال: لا بأس
“Ibn al Qasim meriwayatkan, bahwa pernah ada seseorang bertanya kepada Imam Malik tentang berbagai hari raya di gereja, kemudian orang-orang Islam membawa pakaian, bermacam-macam barang dan dagangan lainnya ke gereja untuk berjualan dan mengais keuntungan (membuka bazar) di sana. Imam Malik berkata: “Itu tidak apa-apa.”
Menurut Imam Syafi’i tidak diperbolehkan karena hal tersebut membantu dalam melakukan maksiat.
Hal ini seperti yang diterangkan dalam kitab Fathul Muin
وَكَذَا بَيْعُ نَحْوِ الْمِسْكِ لِكَافِرٍ يَشْتَرِي لِتَطْيِيبِ الصَّنَمِ، وَالْحَيَوَانِ لِكَافِرٍ عَلِمَ أَنَّهُ يَأْكُلُهُ بِلَا ذَبْحٍ، لِأَنَّ الْأَصَحَّ أَنْ الْكَافِرِينَ مُخَاطَبُونَ بِفُرُوعِ الشَّارِعَةِ كَالْمُسْلِمِينَ عِندَنَا، خِلَافًا لِأَبِي حَنِيفَةَ – رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ – فَلَا يَجُوزُ الإَعَانَةُ عَلَيْهِمَا، وَنَحْوِ ذَلِكَ مِنْ كُلِّ تَصَرُّفٍ يُؤَدِّي إِلَى مَعْصِيَةٍ يَقِينًا أَوْ ظَنًّا، وَمَعَ ذَلِكَ يَصِحُّ الْبَيْعُ
Artinya: ”Begitu pula haram hukumnya, menjual semisal minyak kasturi kepada seorang kafir yang membeli untuk digunakan dalam pemujaan berhala, atau menjual hewan kepada seorang kafir yang diketahui akan memakannya tanpa disembelih, karena pendapat yang lebih kuat adalah bahwa orang kafir juga diperintahkan untuk mengikuti cabang-cabang syariat seperti halnya umat Islam, berbeda dengan pendapat Abu Hanifah, semoga Allah meridhoinya. Oleh karena itu, tidak diperbolehkan untuk membantu mereka dalam hal ini, dan hal serupa yang mengarah pada perbuatan dosa, baik maksiat itu pasti dilakukan hanya dugaan, meskipun jual beli tersebut sah secara hukum.” (Fathul Mu’in, 326)
Terdapat beberapa solusi jika memang mengikut pendapat Imam Syafi’i ini:
- Menutup toko pada saat ada event hari raya agama lain.
Sebenarnya tidak diperbolehkan hanya untuk orang yang kafir ditakutkan akan digunakan untuk merayakan hari rayanya tersebut.
Contoh penjual anggur yang ditakutkan nantinya jika orang yang membeli adalah non-muslim digunakan untuk membuat minuman memabukkan.
- Menghindari orang-orang muslim yang akan mengkuti kostum-kostum orang kafir
Dalam hal ini memang benar yang membeli adalah orang muslim, tetapi digunakannya untuk mengikuti gaya orang kafir.
Baik itu hanya untuk membuat konten ataupun memang merayakannya bersama orang non muslim.
Ada juga pendapat yang mengikuti Imam Syafi’I, tetapi menganggap bahwa, “tanpa iman, tidaklah disebut maksiat”.
Jadi, pendapat ini menganggapnya bahwa menjual hal untuk maksiat itu memang haram, tetapi memandang orang yang beli itu tidak beriman kepada Allah seperti orang non muslim ini tidak dianggap maksiat.
Al-Mawaq menegaskan bahkan berjualan di gereja itu boleh, makruh pun tidak, karena berdasarkan prinsip bahwa manusia tidak bisa ia anggap bermaksiat, kecuali setelah beriman:
ولا يكره ذلك على القول بأنه ليس بعاص في ذلك إلا بعد الإيمان
“Berjualan di gereja untuk kepentingan hari raya tidak dimakruhkan, berdasarkan pendapat yang menyatakan bahwa orang tidak bisa disebut sebagai pelaku maksiat dalam perayaan di gereja kecuali setelah keimanannya.”
Untuk pendapat yang terakhir ini membolehkan untuk orang yang non-muslim, tetapi tidak memperbolehkan untuk orang muslim yang mungkin akan digunakan untuk menirukan orang non muslim ataupun untuk ikut merayakannya. []Shofiyatul Afiyah











