Kapan Jamak, Qasar, dan Jamak Qasar Boleh Dilakukan?

Ilustrasi manusia dengan waktu (Freepik.com - almuhtada.org)

almuhtada.org – Dalam kehidupan sehari-hari, terutama saat bepergian jauh, banyak muslim bertanya-tanya: kapan sebenarnya salat boleh dijamak, diqasar, atau dilakukan keduanya sekaligus?

Ketiga istilah ini merupakan bentuk keringanan (rukhshah) yang Allah berikan untuk memudahkan hamba-Nya, bukan untuk menyulitkan.

Karena itu, memahami waktu dan kondisi penggunaannya sangat penting agar kita tidak salah menerapkan ibadah ini.

Menjamak salat berarti menggabungkan dua waktu salat dalam satu waktu pelaksanaan, yaitu Zuhur dengan Asar serta Magrib dengan Isya.

Jamak bisa dilakukan dengan dua cara: dikerjakan di waktu salat pertama (jamak takdim) atau di waktu salat kedua (jamak takhir).

Urutan salatnya tetap harus sesuai: Zuhur didahulukan sebelum Asar, dan Magrib sebelum Isya.

Sementara itu, qasar berarti meringkas salat empat rakaat menjadi dua rakaat, berlaku pada Zuhur, Asar, dan Isya.

Pengurangan rakaat ini bukan sekadar hitungan teknis, tetapi wujud kemurahan Allah kepada musafir.

Nabi SAW bahkan menyebut qasar sebagai “sedekah” dari Allah yang sebaiknya diterima oleh hamba-Nya.

Lalu, kapan seseorang boleh melakukan jamak dan qasar?

Ulama memberikan beberapa ukuran.

Secara umum, keduanya diperbolehkan ketika seseorang berada dalam safar yang dianggap cukup jauh menurut kebiasaan masyarakat.

Sebagian ulama menggunakan jarak tertentu, tetapi banyak pula yang menekankan bahwa ukuran safar kembali kepada urf bergantung pada bagaimana masyarakat memaknai perjalanan jauh.

Baca Juga:  Muslim Wajib Tahu !! Ternyata Ini Alasan Allah Tidak Bisa Terlihat Oleh Manusia

Selain itu, faktor kesulitan perjalanan juga menjadi pertimbangan.

Jika perjalanan menimbulkan beban berat, cuaca buruk, atau kondisi darurat, maka keringanan ini boleh diambil.

Namun, satu hal yang disepakati adalah bahwa safar untuk tujuan maksiat tidak mendapatkan keringanan tersebut.

Di luar safar, jamak tetap dibolehkan dalam kondisi tertentu, seperti hujan lebat yang menyulitkan jamaah untuk datang ke masjid, atau situasi darurat lain yang membuat seseorang tidak memungkinkan salat pada waktunya.

Meski begitu, dalam konteks salat berjamaah, keputusan untuk menjamak tetap berada di tangan imam, bukan makmum.

Durasi boleh tidaknya jamak dan qasar juga tidak dibatasi secara kaku.

Nabi SAW pernah melakukan qasar hingga 19–20 hari dalam perjalanan, namun itu bukan batas maksimal.

Selama seseorang belum berniat menetap dan masih berstatus musafir, ia tetap boleh menggunakan keringanan tersebut.

Jika seorang musafir bermakmum kepada imam mukim, ia wajib mengikuti salat imam secara sempurna.

Namun jika jamaah semuanya musafir, maka salat dapat dijamak dan diqasar sesuai ketentuan.

Pada akhirnya, prinsip utama dalam jamak dan qasar adalah kemudahan.

Islam tidak ingin memberatkan pemeluknya.

Keringanan ini adalah wujud kasih sayang Allah, tetapi tetap harus dipahami dan dipraktikkan dengan benar agar tidak berubah menjadi kebiasaan yang digunakan tanpa alasan syar’i.

Dengan memahami panduannya, kita dapat menjalankan ibadah dengan ringan namun tetap sesuai tuntunan. [] Raffi Wizdaan Albari

Baca Juga:  Yuk Cari Tahu! Inilah 2 Shalat yang Orang Munafik Berat Lakukan

Related Posts

Latest Post