almuhtada.org – Dalam Islam, ilmu bukan sekadar kumpulan pengetahuan yang ditampung oleh akal, tetapi cahaya yang menerangi hati. Dimana cahaya itu hanya akan turun kepada mereka yang menghormati sumbernya, yaitu guru.
Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّمَا بُعِثْتُ مُعَلِّمًا
“Sesungguhnya aku diutus hanyalah sebagai seorang pengajar.” (HR. Ibnu Majah)
Hadis ini menunjukkan betapa mulianya kedudukan guru. Bahkan Rasulullah SAW memperkenalkan dirinya sebagai pendidik, penuntun umat dari gelapnya kebodohan menuju cahaya petunjuk. Maka siapa pun yang meremehkan guru, sejatinya telah meremehkan jalan yang menjadi sebab sampainya manusia kepada ilmu dan hidayah.
Para ulama terdahulu sangat memahami hal ini. Imam Malik rahimahullah berkata: “Pelajarilah adab sebelum mempelajari ilmu.” Sejatinya, adab adalah pintu masuk menuju keberkahan ilmu.
Namun di zaman modern ini, adab sering kali terkalahkan oleh rasa superior. Murid lebih cepat mengoreksi sebelum mendengar tuntas, lebih berani menilai sebelum memahami.
Padahal, sebagaimana dikatakan para ulama : “Barang siapa menuntut ilmu tanpa adab, maka ia akan kehilangan keduanya”
Pentingnya Adab terhadap Guru
Seorang guru bukan hanya penyampai ilmu, tetapi juga panutan bagi murid-muridnya. Guru menunjukkan jalan, membimbing dengan sabar, dan meneladankan akhlak. Maka seorang murid sepatutnya menjaga adab, baik di hadapan maupun di belakang gurunya.
Meskipun guru memiliki kekurangan, murid tetap tak layak merendahkannya. Kalaupun ternyata sang murid kaya sementara gurunya miskin, atau muridnya memiliki jabatan tinggi sedangkan gurunya hanya tukang sapu, ia tetap harus dimuliakan.
Karena kemuliaan guru bukan pada hartanya, tetapi pada ilmunya yang menerangi jalan orang lain.
Rasulullah SAW bersabda:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يُوَقِّرْ كَبِيرَنَا، وَيَرْحَمْ صَغِيرَنَا، وَيَعْرِفْ لِعَالِمِنَا حَقَّهُ
“Bukan termasuk golongan kami orang yang tidak menghormati yang lebih tua, tidak menyayangi yang lebih muda, dan tidak mengetahui hak para ulama.” (HR. Ahmad)
Akibat Meremehkan Guru
Merendahkan guru adalah su’ul adab, perilaku buruk yang dapat menghapus keberkahan ilmu.Rasulullah SAW bersabda:
وَرُوِيَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: مَنْ اسْتَخَفَّ بِأُسْتَاذِهِ ابْتَلَاهُ اللهُ تَعَالَى بِثَلَاثَةِ أَشْيَاءَ نَسِيَ مَا حَفِظَ وَكَلَّ لِسَانُهُ وَافْتَقَرَ فِي آخِرِهِ
“Barang siapa meremehkan ustadznya, maka Allah akan menimpakan tiga musibah kepadanya: ia menjadi lupa terhadap hafalannya, lisannya kelu, dan ia akan hidup fakir di akhir hayatnya.” (Syekh Nawawi al-Bantani, Salalimul Fuḍala , hlm. 84)
- Lupa Ilmunya
Akibat pertama dari meremehkan guru adalah hilangnya hafalan dan keberkahan ilmu. Ilmu yang sebelumnya mudah dipahami perlahan menguap, hati menjadi keras, dan cahaya pemahaman redup.
Imam Syafi‘i pernah menuturkan:“Aku mengadu kepada Waki‘ (gurunya) tentang buruknya hafalanku, maka ia menasihatiku agar meninggalkan maksiat, sebab ilmu adalah cahaya, dan cahaya Allah tidak diberikan kepada pelaku maksiat.”
Meremehkan guru, baik dengan tatapan sinis, ucapan merendahkan, atau sikap sombong termasuk maksiat hati yang memadamkan cahaya ilmu. Kemuliaan seseorang yang menuntut ilmu itu tidak akan kekal apabila ia juga termasuk orang yang kehilangan rasa hormat terhadap sumber ilmunya.
- Kelu Lisannya
Akibat kedua adalah kelu dalam berbicara kebenaran. Seseorang mungkin menguasai teori dan logika, tetapi ketika berbicara lidahnya seolah tertahan. Ini bukan karena kurang pintar, melainkan karena Allah mencabut keberkahan dari lisannya.
Rasulullah SAW bersabda:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يُوَقِّرْ كَبِيرَنَا، وَيَرْحَمْ صَغِيرَنَا، وَيَعْرِفْ لِعَالِمِنَا حَقَّه
“Bukan termasuk golongan kami orang yang tidak menghormati yang lebih tua, tidak menyayangi yang lebih muda, dan tidak mengenal hak ulama di antara kami.” (HR. Ahmad)
Ilmu tanpa adab membuat seseorang berbicara tanpa hikmah. Sedangkan adab melahirkan kelembutan dan kebijaksanaan, karena lisan yang beradab bersumber dari hati yang bersih.
- Fakir Hidupnya
Akibat terakhir dari meremehkan guru adalah fakir hidupnya berupa hilangnya keberkahan dalam rezeki, waktu, dan kehormatan.
Bahkan sebagian ulama berkata: “Orang yang tidak menghormati gurunya akan direndahkan Allah, meskipun ia memiliki banyak ilmu.”
Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Ḥujurāt ayat 2:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلَا تَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَنْ تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu di atas suara Nabi, dan jangan berkata kepadanya dengan keras sebagaimana sebagian kamu kepada sebagian yang lain, agar tidak hapus amalanmu sedang kamu tidak menyadarinya.”
Ayat ini memang berbicara tentang adab kepada Rasulullah SAW, tetapi maknanya juga berlaku kepada ahli ilmu yang mewarisi tugas beliau.
Meninggikan suara, bersikap sombong, atau meremehkan guru bisa menghapus keberkahan amal dan ilmu, hingga hidup terasa sempit tanpa sebab.
Menghormati guru berarti menghormati ilmu, Dan menghormati ilmu berarti menghormati Allah yang menurunkan ilmunya.
Meremehkan guru bukan sekadar kesalahan etika, tetapi tanda kegelapan hati. Sebelum mencari ilmu yang tinggi, marilah kita belajar menghormati guru.
Karena sebagaimana dikatakan ulama: “Barang siapa beradab sebelum berilmu, maka ilmunya akan menjaganya. Barang siapa berilmu sebelum beradab, maka ilmunya akan mencelakakannya.”
Mari kita renungkan, sudahkah kita menghargai orang yang mengajarkan kita walau satu huruf?
Jika belum, kini saatnya memperbaiki sikap, memohon ampun, dan kembali menata hati dengan hormat kepada guru.
اللَّهُمَّ زِدْنَا عِلْمًا نَافِعًا، وَارْزُقْنَا أَدَبًا جَمِيلًا، وَبَارِكْ فِي أَسَاتِذَتِنَا وَمَشَايِخِنَا
“Ya Allah, tambahkanlah ilmu yang bermanfaat, karuniakan adab yang indah, dan berkahilah guru-guru serta pembimbing kami.”
Wallahu a’lam bishawab. [] Rezza Salsabella Putri











