almuhtada.org – Pernikahan adalah salah satu sunnah para nabi dan merupakan ikatan suci yang diatur secara rinci dalam syariat Islam. Salah satu pertanyaan yang sering muncul di tengah masyarakat, terutama karena perbedaan budaya, adalah mengenai hukum menikahi sepupu. Sebagian budaya memandangnya sebagai hal yang tabu, sementara yang lain menganggapnya biasa. Bagaimana Islam memandang hal ini?
Secara tegas dan jelas, hukum menikahi sepupu dalam Islam adalah halal dan diperbolehkan. Kebolehan ini didasarkan pada dalil-dalil yang sangat kuat dari sumber hukum utama Islam, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah (Hadist).
Allah SWT berfirman:
حُرِّمَتْعَلَيْكُمْأُمَّهَاتُكُمْوَبَنَاتُكُمْوَأَخَوَاتُكُمْوَعَمَّاتُكُمْوَخَالَاتُكُمْوَبَنَاتُالْأَخِوَبَنَاتُالْأُخْتِوَأُمَّهَاتُكُمُاللَّاتِيأَرْضَعْنَكُمْوَأَخَوَاتُكُمْمِنَالرَّضَاعَةِوَأُمَّهَاتُنِسَائِكُمْوَرَبَائِبُكُمُاللَّاتِيفِيحُجُورِكُمْمِنْنِسَائِكُمُاللَّاتِيدَخَلْتُمْبِهِنَّفَإِنْلَمْتَكُونُوادَخَلْتُمْبِهِنَّفَلَاجُنَاحَعَلَيْكُمْوَحَلَائِلُأَبْنَائِكُمُالَّذِينَمِنْأَصْلَابِكُمْوَأَنْتَجْمَعُوابَيْنَالْأُخْتَيْنِإِلَّامَاقَدْسَلَفَۗإِنَّاللَّهَكَانَغَفُورًارَحِيمًا
Artinya: “Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nisa: 23).
Dalam ayat yang sangat jelas ini, anak dari paman atau bibi (sepupu) tidak termasuk dalam daftar perempuan yang haram dinikahi. Dalam kaidah fikih, segala sesuatu yang tidak diharamkan secara eksplisit maka hukum asalnya adalah mubah atau boleh.
Selain itu, Allah SWT juga berfirman secara lebih spesifik dalam Surah Al-Ahzab ayat 50 yang ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW, namun mengandung prinsip umum bagi umatnya:
يَاأَيُّهَاالنَّبِيُّإِنَّاأَحْلَلْنَالَكَأَزْوَاجَكَ…وَبَنَاتِعَمِّكَوَبَنَاتِعَمَّاتِكَوَبَنَاتِخَالِكَوَبَنَاتِخَالَاتِكَ
Artinya: “Wahai Nabi! Sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu istri-istrimu… (dan Kami halalkan bagimu menikahi) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu…” (QS. Al-Ahzab: 50).
Ayat ini secara langsung menyebutkan kehalalan menikahi anak paman dari pihak ayah (‘ammik), anak bibi dari pihak ayah (‘ammātik), anak paman dari pihak ibu (khālik), dan anak bibi dari pihak ibu (khālātik), yang kesemuanya adalah sepupu. Para ulama sepakat bahwa hukum ini juga berlaku bagi seluruh umat Islam.
Praktik menikahi sepupu juga dicontohkan langsung oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya, yang menjadi bukti nyata (sunnah fi’liyyah dan taqririyyah) atas kebolehannya.
Pernikahan Rasulullah SAW dengan Zainab binti Jahsy ra. Zainab adalah putri dari Umaimah binti Abdul Muthalib, yang merupakan bibi Rasulullah SAW dari pihak ayah. Ini menjadikan Zainab adalah sepupu Nabi Muhammad.
Contoh ini menunjukkan bahwa pernikahan dengan sepupu bukan hanya boleh, tetapi juga telah menjadi bagian dari sejarah generasi terbaik umat Islam. [Siti Fatimah]