Menjamak Sholat Karena Acara Duniawi, Apakah Diperbolehkan?

Ilustrasi keluluasan (pinterset - almuhtada.org)

Almuhtada.org – Sholat merupakan kewajiban setiap muslim. Dimanapun dan bagaimanapun keadaannya, sholat tetap wajib dilaksanakan, kecuali ada uzur syar’i seperti haid dan nifas. Allah Swt. beriman:

اِنَّ الصَّلٰوةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ كِتٰبًا مَّوْقُوْتًا

Artinya: “Sungguh, sholat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS. An Nisa: 103)

Sebagai manusia, kita memiliki aktivitas yang kadang sulit ditinggalkan untuk sekadar sholat. Contohnya wisuda dan menikah. Dalam keadaan demikian, sulit bagi seseorang untuk tetap sholat tepat waktu, terutama bagi wanita yang terikat pada make up dan busana. Selain itu, dalam aktivitas tersebut, ada serangkaian sesi yang harus dipenuhi yang membuat seseorang sulit untuk meninggalkannya. Sebagai contoh, menikah di Indonesia dimulai dengan akad, resepsi, pemotretan, arak-arakan, dan seterusnya.

Meski begitu, seseorang yang memiliki kepentingan tersebut tetap wajib melaksanakan sholat. Karena wisuda, pernikahan, atau acara duniawi lainnya tidak tergolong perjalanan jauh yang memiliki rukhsah (keringanan) untuk mengqasar atau menjamak sholat. Kegiatan tersebut merupakan acara yang dibuat oleh manusia. Sedangkan penyebab diperbolehkannya menjamak sholat selain karena perjalanan (safar), antara lain yaitu sakit, hujan, dan kondisi darurat yang benar-benar mendesak. Lantas, bagaimana solusinya?

Ada perbedaan pendapat ulama dalam menyikapi aktivitas tersebut. Pendapat pertama menyebutkan bahwa ada kemudahan yang bisa diambil sebab tidak bisa sholat tepat waktu karena acara seperti menikah. Sebagaimana yang kita ketahui bersama, hukum fiqih bersifat fleksibel. Dilansir dari NU Online, bahwa sebagian fuqaha Syafi’iyyah membolehkan sholat jama’ untuk keadaan selain karena perjalanan.

Baca Juga:  Menjadi Muslim Kaffah dengan Menjaga Sholat Lima Waktu

Hukum ini bersifat lebih lentur karena memberikan ruang kemudahan bagi seseorang yang menghadapi keadaan sulit untuk menunaikan sholat tepat waktu. Dalam kitab Raudhatuth Thalibin yang ditulis oleh Imam Nawawi disebutkan:

وقد حكى الخطابي عن القفال الكبير الشاشي عن أبي إسحاق المروزي جواز الجمع في الحضر للحاجة من غير اشتراط الخوف والمطر والمرض، وبه قال ابن المنذر من أصحابنا

Artinya: “Al-Khaththabi meriwayatkan dari al-Qaffal al-Kabir asy-Syasyi, dari Abu Ishaq al-Marwazi, tentang kebolehan menjamak shalat bagi orang yang mukim karena adanya kebutuhan mendesak, tanpa disyaratkan adanya rasa takut, hujan, atau sakit. Dan pendapat ini juga dikemukakan oleh Ibnul Munzir dari kalangan ulama kami,” (Imam an-Nawawi, Raudhatuth Thalibin, [Beirut, Darul Kutub al-‘Ilmiyyah, t.t.], Juz II, hlm. 49).

Berdasarkan pendapat tersebut, menjamak sholat karena acara seperti menikah diperbolehkan dalam batas waktu tertentu. Sebagai catatan, orang tersebut tidak bermaksud melalaikan sholat dan berhati-hati untuk tidak melakukannya kembali. Selama ada kesempatan yang memungkinkan untuk sholat tepat waktu, maka sudah seharusnya sholat tepat waktu seperti biasa.

Dilansir dari Rumah Fiqih Indonesia, pendapat lain menjelaskan bahwa menjamak sholat karena acara duniawi seperti meeting, menikah, bisnis, dan macet tidak diperbolehkan. Hal ini berdasarkan pada hadits berikut:

جَمَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ بِالْمَدِينَةِ فِي غَيْرِ خَوْفٍ وَلَا مَطَرٍقِيْلَ لِابْنِ عَبَّاسٍ لِمَ فَعَلَ ذَلِكَ قَالَ كَيْ لَا يُحْرِجَ أُمَّتَهُ

Baca Juga:  Menghidupkan Malam dengan Shalat Qiyamul Lail

Artinya: “Dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu bahwa Rasulullah SAW menjama’ Shalat Zhuhur, Ashar, Maghrib dan Isya’ di Madinah meski tidak dalam keadaan takut maupun hujan. Ketika ditanyakan hal itu kepada Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhu , beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Agar tidak memberatkan ummatnya” (HR. Muslim)

Dalam hadits tersebut, tidak ada alasan eksplisit yang disebutkan bahwa acara-acara diatas merupakan rukhsah untuk menjamak sholat. Tidak diperbolehkan bagi kita untuk menambahi daftar udzur sesuai dengan selera kita. Diperbolehkan menjamak sholat dengan catatan kita menemui hal-hal yang tidak mampu kita antisipasi, tidak kita rencanakan (terjadi di luar perhitungan), dan bersifat memaksa sehingga tidak ada alternatif lain kecuali dengan menjamaknya. Sifat memaksa disini bukan disebabkan karena kepentingan biasa, misalnya rapat, pesta pernikahan, atau kemacetan rutin yang melanda kota-kota besar.

Sebab rapat hanyalah buatan manusia, demikian juga pesta pernikahan atau kemacetan rutin. Semua tidak termasuk hal yang bersifat memaksa yang membolehkan orang menjama’ shalat. Kejadian memaksa atau luar biasa yang diperbolehkan untuk menjamak sholat seperti perang, bencana alam, demo anarkis, kecelakaan, dan sejenisnya. Demikianlah perbedaan pendapat yang bisa kita cermati dan pilih. Wallahu a’lam. [ ] Nihayatur Rif’ah

 

 

 

 

 

Related Posts

Latest Post