almuhtada.org – Di tengah hiruk pikuk kehidupan, banyak dari kita yang sering merasa cemas tentang urusan rezeki. Apakah gaji bulan ini cukup? Apakah bisnis yang dirintis akan berhasil? Dalam Islam, konsep rezeki (rizq) jauh melampaui sekadar uang di rekening atau jabatan.
Rezeki dalam islam adalah bentuk kasih sayang Allah Swt, janji yang sudah dijamin sekaligus ujian keimanan. Bentuk pengakuan bahwa Allah Swt adalah Ar-Raziq, Maha Pemberi Rezeki.
Dua Dimensi Rezeki: Materi dan Non Materi
Rezeki yang diberikan Allah Swt kepada manusia tidak terbatas pada aspek materi. Para ulama mengklasifikasikannya menjadi dua dimensi:
- Rezeki materi, meliputi harta, kekayaan, jabatan dan segala sesuatu yang bersifat kuantitatif.
- Rezeki non materi, yaitu mencakup kesehatan, ilmu pengetahuan, ketenangan jiwa dan iman.
Tiga Kunci dalam Menjemput Rezeki: Ikhtiar, Tawakal, dan Berbaik Sangka
Meskipun rezeki telah dijamin, manusia diwajibkan untuk berusaha dalam menjemputnya.
Hal pertama yang berlu dilakukan yaitu berikhtiar. Ikhtiar merupakan kewajiban lahiriah sebagai seorang muslim. Ikhtiar harus dilakukan secara maksimal di jalan yang diridai Allah Swt. Selain dengan usaha maksimal, ikhtiar juga harus dilakukan dengan niat yang benar.
Kedua yaitu bertawakal. Tawakal adalah penyerahan hati sepenuhnya kepada Allah Swt setelah ikhtiar dilakukan. Inti ajaran mengenai tawakal menekankan bahwa hamba harus fokus pada penunaian kewajiban yang dibebankan, daripada mengkhawatirkan rezeki yang sudah dijanjikan.
Ketiga yaitu berbaik sangka. Salah satu prasyarat penting dalam menjempur rezeki adalah berbaik sangka kepada Allah Swt. Meyakini dengan sepenuh hati bahwa Allah Swt Maha Penjamin Rezeki. Prinsip ini didasarkan pada Hadits Qudsi, “Aku sesuai dengan prasangka hamba-Ku pada-Ku.”.
Ibadah dan Rezeki: Hubungan yang Tak Terpisahkan
Hubungan antara ketaatan ibadah dan rezeki sangat erat. Allah Swt tidak mungkin memerintahkan suatu kewajiban tanpa menyediakan sarana untuk melaksanakannya. Sebagai contoh, kewajiban shalat menuntut penutupan aurat, karena Allah Swt memerintahkan penutupan aurat, maka Dia pasti akan mencukupkan rezeki agar hamba tersebut mampu membeli pakaian.
Demikian pula, jika Allah Swt memerintahkan sedekah, itu berarti Dia telah mencukupkan rezeki sehingga hamba dapat bersedekah. Ini menunjukkan bahwa pemenuhan kewajiban dengan baik akan memastikan Allah Swt tidak menyia-nyiakan kebutuhan hamba-Nya.
Demikianlah bahwa rezeki merupakan sebuah janji sekaligus ujian keimanan oleh Allah Swt. Kewajiban kita bukanlah mengkhawatirkan rezeki yang akan kita peroleh melainkan pemenuhan kewajiban kita untuk mendapat rezeki tersebut. Maka, janganlah kita sibuk menghitung apa yang belum datang, tapi sibukkan diri memenuhi kewajiban yang menjadi jalan datangnya rezeki. Sebab rezeki tak pernah tersesat, ia selalu menemukan alamat yang tepat bagi hamba yang berikhtiar dan bertawakal. [Khariztma Nuril Qolbi Barlanti]