almuhtada.org – Sebagai manusia, kita tak pernah luput dari kesalahan. Masa lalu menyimpan banyak hal, baik hal yang baik, maupun hal buruk yang mungkin kita sesali. Namun, sampai kapan kita akan terjebak dalam kenangan yang tak bisa diubah? Dalam Islam, kita diajarkan untuk bertaubat, memperbaiki diri, dan fokus pada masa depan yang lebih baik. Hal inilah yang disebut dengan hijrah hati atau perjalanan batin untuk meninggalkan masa lalu dan memilih melangkah ke depan untuk meraih ridha Allah.
Terkadang kita terlalu keras pada diri sendiri, memikirkan kesalahan yang sudah terjadi, seolah tak layak untuk bahagia atau berubah. Padahal, Allah SWT tidak menilai masa lalu kita, melainkan niat dan usaha kita saat ini dan ke depannya. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT yang artinya:
“Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya.” (QS. Az-Zumar: 53)
Ayat tersebut menjadi pengingat bahwa setiap manusia berhak diberi kesempatan kedua karena Allah adalah Maha Penerima Taubat. Maka, apa alasan kita untuk terus terpaku pada kesalahan masa lalu?
Dalam kehidupan kampus, banyak dari kita yang mungkin pernah melakukan hal-hal yang keliru, baik dalam hubungan, pergaulan, maupun tanggung jawab akademik. Namun Islam memberi jalan keluar yang begitu indah yaitu taubat. Rasulullah SAW bersabda: “Setiap anak Adam pasti pernah berbuat dosa. Dan sebaik-baik orang yang berdosa adalah yang bertaubat.” (HR. Tirmidzi)
Bertaubat bukan hanya menyesali, tapi juga meninggalkan dan bertekad tidak mengulangi. Inilah bentuk hijrah yang tidak selalu terlihat dari luar, tapi sangat berarti di mata Allah.
Islam mendorong kita untuk produktif dan optimis menjalani hari ini. Seperti firman Allah SWT: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’d: 11)
Perubahan tidak datang hanya dengan penyesalan. Kita harus mulai dari diri sendiri dengan cara memperbaiki niat, mengatur kembali arah hidup, dan membangun masa depan yang lebih baik, baik secara spiritual, akademik, maupun sosial.
Selain itu Hijrah hati juga mengajarkan tentang sikap memaafkan. Tak semua orang yang menyakiti kita sadar akan perbuatannya. Tapi Islam mengajarkan untuk lapang dada. Hal ini sesuai dengan firman Allah yang artinya: “Barang siapa memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas (tanggungan) Allah.” (QS. Asy-Syura: 40)
Dengan memaafkan, itu artinya kita membebaskan hati dari beban yang menghambat langkah. Termasuk memaafkan diri sendiri sebagai bentuk penerimaan bahwa kita sedang dalam proses menjadi lebih baik.
Masa lalu memang tak bisa dihapus, tapi masa depan bisa dibentuk. Jangan menoleh terlalu lama ke belakang, karena perjalanan kita masih panjang. Islam hadir bukan untuk menghakimi, tapi untuk membimbing.
Hijrah hati bukan soal pakaian atau tampilan, tapi soal keberanian untuk memperbaiki diri dan percaya bahwa Allah selalu membuka jalan baru.
Maka, mari melangkah dengan keyakinan. Tinggalkan masa lalu sebagai pelajaran, bukan sebagai beban. Karena sesungguhnya, yang terpenting bukan siapa kita dulu, tapi siapa kita sekarang dan ke mana kita ingin menuju ridha-Nya. [] Rani Alfina Rohmah