almuhtada.org – Keong sawah mungkin sudah tidak asing lagi bagi kita. Hewan ini kerap dijumpai di area persawahan, perairan, maupun sungai-sungai. Keong sawah termasuk salah satu hewan yang mampu hidup di dua alam, yaitu di perairan dan daratan. Ciri khas yang menonjol dari keong adalah adanya tempurung atau cangkang yang berfungsi sebagai pelindung tubuh dari berbagai ancaman luar. Sering kita jumpai makanan dari keong, seperti sate keong, kering keong, dll. Lalu apakah makanan dari keong tersebut halal untuk kita makan? Atau malah menjadi haram?
Sebagian ulama seperti Imam Ar-Ramli, Ad-Damiri dan Khatib Asy-Syirbini berpandangan bahwa keong adalah hewan yang halal untuk dikonsumsi. Sedangkan ulama lain seperti Imam Ibnu Hajar, Ibnu Abdissalam, dan Az-Zarkasyi berpandangan bahwa keong adalah hewan yang haram untuk dikonsumsi.
Dalam kitab tersebut, keong disebut dengan nama al-keyongu yang dikategorikan sebagai hewan yang halal untuk dikonsumsi. Hal ini disebabkan oleh sifat keong yang tidak dapat bertahan hidup lama tanpa air. Oleh karena itu, keong termasuk dalam kelompok hewan air yang secara hukum dianggap halal. Dalam publikasi ilmiah mengenai Kitab ‘Aisyul Bahri, disebutkan bahwa spesies air yang mampu hidup di darat namun tidak dapat bertahan lama di sana (‘aisy hay la yadumu) mencakup kepiting, bulus, dan keong.
Pendapat Kiai Anwar tentang keong ternyata juga sejalan dengan pendapat para pakar terkini. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pernah menyatakan kehalalan keong ketika membedakannya dengan bekicot yang haram. Sebagaimana yang diketahui saat ini, MUI beranggotakan para pakar termasuk ketika membahas status kehalalan hewan yang sering dikonsumsi masyarakat seperti keong.
Berikut Alasan Keong Sawah Dianggap Halal untuk Dimakan :
1. Keong sawah termasuk hewan air dan tidak mengandung racun
Keong sawah hidup di lingkungan perairan seperti sawah, kolam, atau sungai kecil. Dalam fiqih Islam, hewan air yang tidak beracun dan tidak membahayakan manusia pada dasarnya boleh dikonsumsi. Keong sawah tidak mengandung zat beracun, asalkan ditangkap dari lingkungan yang bersih dan tidak tercemar limbah berbahaya. Kandungan gizinya juga cukup tinggi, menjadikannya sumber protein alternatif di beberapa daerah pedesaan.
2. Meski kadang terlihat di darat, keong ini hidup dan berkembang biak di air
Meskipun sesekali terlihat merayap di permukaan tanah atau rerumputan, keong sawah bukanlah hewan darat. Ia berkembang biak, mencari makan, dan menjalani mayoritas kehidupannya di air. Dalam perspektif hukum Islam, hewan yang habitat dan proses kehidupannya dominan di air lebih cenderung dikategorikan sebagai hewan air, yang hukumnya berbeda dari hewan amfibi atau darat.
3. Keong tidak bisa bertahan lama tanpa air
Keong sawah tidak bisa bertahan lama tanpa air. Jika dibiarkan di lingkungan kering, ia akan cepat mati karena tidak mampu menjaga kelembapan tubuhnya. Ketergantungan penuh ini menjadi salah satu indikator kuat bahwa keong sawah bukanlah hewan darat, yang dalam banyak mazhab fiqih memiliki kriteria halal yang lebih ketat.
Keong sawah dinilai halal dikonsumsi karena tergolong hewan air yang tidak beracun dan tidak dapat bertahan hidup lama di darat. Meskipun ada perbedaan pendapat di kalangan ulama, banyak yang sepakat keong sawah halal dimakan, terutama jika berasal dari lingkungan yang bersih. Karenanya, mengonsumsi keong sawah bisa menjadi pilihan, selama diolah dengan baik dan tetap memperhatikan aspek kebersihan serta etika konsumsi. [Shokifatus Salamah]