Almuhtada.org- Pernahkah kita memikirkan fenomena di lingkungan sekitar kita mengenai hijab? mengapa ada wanita yang sedang istiqomah mengenakan hijanya sampai menutup bagian auratnya.
Namun, masih banyak juga yang belum memulai entah itu ragu atau menganggap hijab itu membatasi kebebasan.
Banyak juga yang menganggap hijab itu trend muslimah, yang menjadi sorotan di media sosial sehingga seseorang terlihat sholehah, fasionable atau FOMO akan influencer favoritnya.
Tetapi apakah hijab ini sekedar pilihan hidup, bentuk kewajiban , atau hasil dari kesadaran yang tumbuh perlahan?
Pertanyaan ini seringkali muncul ditengah obrolan ringan atau diskusi serius terutama di kalangan remaja dimana pada masa ini lingkungan berpengaruh terhadap pembentukan karakter seorang remaja.
Apalagi di era modern seperti sekarang, media sosial berkembang begitu pesat yang membuat seseorang mengetahui banyak informasi tanpa berkeliling dunia. Salah satunya model hijab yang viral dan memikat, seseorang akan tertarik mencobanya.
Jika melulu soal trend, seseorang hanya akan mengikutinya dalam jangka pendek. Orang yang sudah berhijab karena trendnya sudah usai maka kembali lagi ke setelan awal yang mengumbar auratnya.
Naudzubillah! bahkan ada yang menganggap bukan soal hijabnya yang dipandang tetapi perilakunya.
Padahal dalam islam hijab itu adalah kewajiban yang telah Allah tetapkan dalam Al qur’an sebagai berikut :
وَقُلْ لِّلْمُؤْمِنٰتِ يَغْضُضْنَ مِنْ اَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوْجَهُنَّ وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلٰى جُيُوْبِهِنَّۖ
Artinya : ‘‘Katakanlah kepada para perempuan yang beriman hendaklah mereka menjaga pandangannya, memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (bagian tubuhnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya.’’ (QS. An-Nur : 13).
Maksud ayat diatas, perintah untuk kepada kaum wanita untuk menutup kain kerudung ke dadanya adalah suatu ketaatannya kepada Allah.
Tidak cukup menutup bagian kepala saja tetapi benar-benar harus menutup leher dan dadanya karena di masa jahiliyah, wanita masih mengenakan hijab dengan leher dan dada yang terbuka.
Kemudian ayat ini diturunkan oleh Allah untuk meluruskan cara berhijab yang baik dan benar yang menutup bagian aurat wanita.
Hijab bukan soal pilihan, jika kita memandang dari segi perilakunya saja berarti ibarat kita memandang sebelah mata.
Hijab itu sama halnya ibadah seperti sholat, puasa, zakat karena sama-sama menjadi ladang untuk pahala dan bukti ketaatan kepada Allah.
Namun, orang yang berhijab juga harus selaras dengan perilakunya yaitu berakhlak yang baik sopan, dan meneladani ajaran-ajaran Rasulullah SAW.
Karena keduanya, hijab dan akhlak merupakan dua keindahan dalam islam yang harus dijaga, dimuliakan dan diwajibkan. Apabila menemui wanita muslim yang belum berhijab kita harus mengajak, mengingatkan dengan cara yang baik.
Tugas kita bukan menghakimi seseorang karena kita tahu dosanya. Karena Allah saja menegur hamba-Nya dengan cara yang lembut dan penuh kasih sayang.
Dari kisah Nabi Musa yang diperintahkan untuk menemui Fir’aun, Allah berpesan untuk berkata kepanya dengan lemah lembut walaupun orang itu paling sombong.
Karena setiap orang punya prosesnya sendiri, memang untuk istiqomah perlu kesadaran dan dorongan yang tinggi.
Kita juga harus meningkatkan keimanan kita agar selalu berbuat kebaikan dan dalam keberkahan. Jika ingin menjadi yang sempurna dimata manusia itu sangatlah mudah.
Tetapi di mata Allah kita jauh dari kata sempurna, karena tidak ada manusia terlepas dari dosa dan khilaf. Dengan kita bertaubat dan terus perbaiki diri, maka akan diampuni oleh Allah.
Jadi, hijab dan akhlak keduanya adalah kewajiban yang harus kita taati sebagai wanita muslim bukan pilihan. Perlunya kesadaran yang tinggi sampai kita bisa mengajak saudara- saudara dengan cara yang lembut dan penuh kasih sayang. [] Najwa Khofiahtul Azizah.