Almuhtada.org – Rasulullah saw. merupakan cahaya bagi umat Islam. Ia menyampaikan ajaran-ajaran yang luar biasa dari Allah Swt.
Oleh karenanya, tentu nasehat-nasehat yang beliau berikan merupakan sesuatu yang harus dipegang sebagai muslim. Termasuk juga nasehat singkat yang beliau berikan kepada seorang laki-laki, lalu diriwayatkan oleh Sahabat Abu Ayub Al-Ansharie dalam Musnad Imam Ahmad (no. 23983) sebagai berikut.
عَنْ أَبِي أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيِّ، أَنَّ رَجُلًا جَاءَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، عِظْنِي وَأَوْجِزْ. قَالَ: إِذَا قُمْتَ فِي صَلَاتِكَ فَصَلِّ صَلَاةَ مُوَدِّعٍ، وَلَا تَكَلَّمْ بِكَلَامٍ تَعْتَذِرُ مِنْهُ غَدًا، وَاجْمَعِ الْيَأْسَ مِمَّا فِي أَيْدِي النَّاسِ.
Artinya: Dari Abu Ayyub al-Anshari radhiyallahu ‘anhu, bahwa seorang laki-laki datang kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata: “Wahai Rasulullah, berilah aku nasihat, namun ringkas.” Maka beliau bersabda: “Jika engkau berdiri untuk shalat, maka shalatlah seperti shalat orang yang akan berpamitan (yang tidak akan shalat lagi setelah ini). Janganlah engkau mengucapkan sesuatu yang akan engkau sesali esok hari. Dan putuskanlah harapanmu terhadap apa yang dimiliki oleh orang lain.”
Dari hadis tersebut, ada 3 nasehat penting untuk kita jadikan pedoman hidup. Apa saja itu? Berikut ulasannya!
- Salatlah Seperti Engkau Tahu akan Mati Setelahnya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan agar setiap Muslim menjalankan shalat seolah-olah itu adalah shalat terakhirnya. Pesan ini mengandung ajakan untuk menghadirkan kesadaran tentang kematian dalam setiap ibadah. Shalat yang dilakukan dengan perasaan seakan-akan tak akan ada lagi kesempatan esok hari akan menjadi shalat yang penuh khusyuk, tulus, dan jauh dari sifat lalai.
Dengan niat seperti itu, seseorang akan lebih menghargai waktu-waktu shalat, menjaga kualitas bacaan dan gerakannya, serta berusaha untuk menyempurnakan ibadah tersebut. Ini juga menjadi pengingat bahwa waktu adalah sesuatu yang tak bisa diulang. Ketika seseorang yakin bahwa inilah kesempatan terakhirnya berdiri di hadapan Allah, maka ia akan beribadah dengan sebaik-baiknya.
- Menjaga Lisan dan Mengawasinya
Nasihat kedua ini mengarahkan kita untuk menjaga lisan dengan sebaik-baiknya. Betapa banyak manusia terjerumus dalam dosa dan kehancuran hanya karena tak mampu mengendalikan kata-katanya. Rasulullah mengajarkan agar setiap ucapan yang keluar dari lisan harus dipikirkan dengan matang: apakah ia akan membawa manfaat atau justru penyesalan di kemudian hari.
Berbicara tanpa pertimbangan sering kali berakhir dengan luka hati, perpecahan, atau bahkan fitnah. Oleh karena itu, setiap Muslim hendaknya berhati-hati dan menimbang baik buruknya setiap kata sebelum ia terucap. Dalam hadits lain, Nabi bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.”
- Tidak Berharap-harap pada Apa yang Orang Lain Miliki
Nasihat terakhir ini adalah ajaran tentang kemandirian jiwa dan tawakal kepada Allah. Menggantungkan harapan kepada manusia hanya akan menghasilkan kekecewaan. Sebaliknya, menggantungkan hati dan harapan hanya kepada Allah akan menghadirkan ketenangan dan rasa cukup.
Orang yang terus berharap dari apa yang dimiliki orang lain akan mudah iri, merasa kurang, dan gelisah. Sementara orang yang yakin bahwa rezeki berasal dari Allah, dan hanya kepada-Nya ia bergantung, akan hidup dengan lebih tenteram. Inilah hakikat dari sifat qana’ah merasa cukup dengan yang ada dan tidak selalu membandingkan diri dengan orang lain.
Tiga nasihat ini merupakan nasihat yang luar biasa untuk di amalkan dalam kehidupan sehari-hari kita. Semoga kita semua mampu mengamalkan tiga wasiat ringkas namun mendalam ini dalam setiap langkah kehidupan kita. [Syukron Ma’mun]