Al-muhtada.org – siapa yang peduli dengan lalat? Hewan kecil ini dikenal menjijikkan, beterbangan di atas sampah, mengerumuni luka, dan membawa kuman ke mana-mana. Seringkali kita berfikir bahwa lalat hanyalah seekor makhluk yang remeh dan menjijikan dan sering diusuir,bahkan lalat sering kali dibunuh tanpa rasa bersalah. Tapi tahukah kamu—seekor lalat pernah menjadi penentu nasib seseorang antara masu surga dan neraka?.
Simak kisah ini baik-baik yah !!
Ada sebuah kisah nyata dari zaman sahabat yang begitu menggugah jiwa. Tentang dua orang pemuda yang diuji keimanannya di hadapan berhala.
Kisah ini terjadi ketika dua orang sahabat Nabi ingin memasuki suatu wilayah (dalam beberapa riwayat disebut sebagai Mekah) yang masih berada di bawah kekuasaan musyrikin. Di gerbang kota tersebut, berdiri seorang penjaga berhala yang memiliki satu syarat mutlak bagi siapa saja yang hendak masuk: “Beri persembahan kepada berhala ini, walau hanya seekor lalat.”
Permintaan itu terdengar begitu ringan, begitu kecil—hanya seekor lalat. Tapi di sinilah ujian itu tersembunyi, apakah seseorang akan menggadaikan keimanannya kepada Allah hanya demi lolos dari bahaya dunia?
Pemuda Pertama: Tiket Masuk Neraka
Pemuda pertama, demi menghindari risiko, memutuskan untuk mengikuti permintaan itu. Ia menangkap seekor lalat, lalu mempersembahkannya kepada berhala. Ia pun diizinkan masuk ke kota.
Tampaknya ia telah lolos dari masalah. Tapi justru di situlah ia tergelincir. Dalam riwayat, Nabi menyebut bahwa ia masuk neraka—bukan karena membunuh, mencuri, atau berzina, tetapi karena mempersembahkan seekor lalat kepada selain Allah. Sebuah Niat kecil yang digabungkan dengan perbuatan syirik, tetaplah syirik, sekecil apa pun bentuknya.
Pemuda Kedua: Tiket Masuk Surga
Sementara itu, pemuda kedua dengan tegas menolak. “Aku tidak akan mempersembahkan apa pun selain kepada Allah,” ujarnya. Akibatnya, ia langsung dipenggal. Mati sebagai syahid.
Dan apa balasan Allah kepadanya ? Surga. Bukan karena banyaknya amal, tetapi karena keteguhan iman dalam menolak kemusyrikan, meski harus kehilangan nyawa.
Pelajaran Besar: Allah Tidak Melihat Ringan-Beratnya Perbuatan, Tapi Niat dan Akidahnya
Kisah ini menjadi cermin tajam bagi kita semua. Betapa sering kita meremehkan hal-hal kecil yang sebenarnya menyangkut prinsip akidah. Menyetujui kemungkaran karena takut tidak enak. Menyesuaikan diri dengan lingkungan demi diterima. Diam terhadap kebatilan agar tidak dikucilkan.
Padahal, di hadapan Allah, keimanan adalah urusan serius. Bahkan jika syirik itu “sekecil lalat,” ia tetaplah syirik yang tak diampuni kecuali dengan taubat yang tulus.
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَىٰ إِثْمًا عَظِيمًا
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari syirik, bagi siapa yang dikehendaki-Nya…” (QS. An-Nisa: 48)
kadang ujian iman itu tidak datang dalam bentuk besar seperti perang atau mengorbankan harta. Tapi justru dalam hal kecil—seperti seekor lalat. Kisah ini mengajarkan bahwa mengalah sedikit saja dalam urusan akidah bisa membuat kita tergelincir pada murka Allah.
Karena itu, kita harus selalu hati-hati. Bisa jadi, yang menyeret seseorang ke neraka bukanlah dosa besar yang terlihat jelas, tapi dosa kecil yang dianggap sepele—seperti “lalat kecil” tadi. [] Juliana Setefani
Editor : Aulia Cassanova