Almuhtada.org – Dalam sejarah Islam, jabatan khalifah memiliki kedudukan yang sangat istimewa. Ia tidak hanya menjadi pemimpin spiritual sebagaimana Paus di agama Katolik, atau pemimpin politik semata seperti presiden dalam sistem negara modern. Khalifah adalah pemimpin umat Islam sedunia yang otoritasnya mencakup urusan agama dan dunia secara sekaligus.
Otoritas Khalifah Tidak Hanya Spiritual
Paus memang menjadi pemimpin spiritual bagi umat Katolik di seluruh dunia. Namun, kekuasaan dunianya terbatas hanya pada wilayah kecil, yaitu negara Kota Vatikan. Sebaliknya, seorang khalifah memimpin umat Islam dalam seluruh aspek kehidupan — baik keagamaan maupun pemerintahan. Dengan demikian, khalifah menjadi pemimpin tertinggi di bidang spiritual dan politik dalam satu waktu.
Islam Menolak Sekularisme
Alasan mengapa kepemimpinan khalifah mencakup dua aspek tersebut adalah karena Islam tidak mengenal sekularisme. Islam tidak memisahkan urusan agama dari urusan dunia. Peradaban Islam harus dibangun di atas dasar ini, tanpa meniru konsep sekularisme Barat yang memisahkan “gereja” dari “negara”. Karena itu, dalam Islam, perkara dunia dan agama disatukan dalam naungan kepemimpinan seorang khalifah.
Khalifah Harus Tunggal
Dalam Islam, jabatan khalifah harus dipegang oleh satu orang saja untuk seluruh umat. Keberadaannya menjadi simbol persatuan, dan keputusannya mengikat seluruh kaum Muslimin, terutama dalam perkara-perkara publik. Nabi Muhammad ﷺ bersabda, “Jika dibaiat dua orang khalifah, maka bunuhlah yang terakhir dari keduanya.” (HR. Muslim), menegaskan pentingnya persatuan di bawah satu kepemimpinan.
Pemimpin Wilayah Membaiat Khalifah
Para pemimpin di berbagai wilayah dunia Islam wajib berbaiat kepada khalifah, menyatukan seluruh wilayah dalam satu entitas negara Islam. Wilayah-wilayah itu tidak menjadi negara merdeka yang berdiri sendiri-sendiri. Pengangkatan khalifah dilakukan melalui baiat yang bisa diperoleh lewat pemilihan umum, penunjukan langsung, atau musyawarah dari ahlul halli wal aqdi (dewan ahli).
Khalifah Tidak Memiliki Hak Membuat Hukum
Meski khalifah menjadi pemimpin politik dan agama, ia tidak berhak membuat hukum sesuka hati. Tugasnya hanya menjalankan syariat Islam yang bersumber dari Al-Qur’an, hadis, ijma sahabat, dan qiyas. Dengan begitu, kekuasaan legislatif mutlak berada di tangan syariat, bukan manusia.
Kekeliruan Barat: Menyamakan Khalifah dengan Paus
Di masa kolonial, negara-negara Barat berusaha mengerdilkan posisi khalifah dengan menyamakannya seperti Paus — hanya pemimpin rohani tanpa otoritas politik. Dengan cara ini, mereka mengklaim bahwa kekuasaan politik atas kaum Muslim adalah sah berada di tangan penjajah, sementara khalifah hanya simbol spiritual yang tak berwenang dalam urusan kenegaraan.
Strategi Penjajah Memecah Belah Umat
Salah satu taktik Inggris adalah mengusulkan “Khilafah Arab” untuk menggantikan kepemimpinan ‘Utsmaniyyah (yang berasal dari Turki). Agen Inggris, Willfrid Scawen Blunt, bahkan mengusulkan agar kekuasaan khalifah baru hanya bersifat spiritual saja, layaknya Paus di Vatikan. Ini bertujuan agar umat Islam menerima dominasi politik Barat sambil tetap “menghormati” simbol agama mereka. [] Raffi Wizdaan Albari
Editor : Aulia Cassanova